Kerja Keras ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “I‟m doing my best” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya. Jansen, 2011: 24. 4. Kerja adalah aktualisasi. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan. Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa percaya diri ketika berjumpa dengan temannya. Jansen, 2011: 25. 5. Kerja itu ibadah. Tak peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini: “Seorang pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab, “Manusia memang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya.” Motivasi kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental. Jansen, 2011: 25. 6. Kerja adalah seni. Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya. “Antusiaslah yang membuat saya mampu bekerja berbulan- bulan di laboratorium yang sepi,” katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang sangat rumit itu dengan kata sifat beautiful. Jansen, 2011: 25. 7. Kerja adalah kehormatan. Serendah apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja menulis, meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah kehormatan. Hasilnya, kita sudah mafhum. Semua novelnya menjadi karya sastra kelas dunia. Jansen, 2011: 25. 8. Kerja adalah pelayanan Apa pun pekerjaan kita, pedagang, polisi, bahkan penjaga mercu suar, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama. Pada pertengahan abad ke-20 di Prancis, hidup seorang lelaki tua sebatang kara karena ditinggal mati oleh istri dan anaknya. Bagi kebanyakan orang, kehidupan seperti yang ia alami mungkin hanya berarti menunggu kematian. Namun bagi dia, tidak. Ia pergi ke lembah Cavennen, sebuah daerah yang sepi. Sambil menggembalakan domba, ia memunguti biji oak, lalu menanamnya di sepanjang lembah itu. Tak ada yang membayarnya. Tak ada yang memujinya. Ketika meninggal dalam usia 89 tahun, ia telah meninggalkan sebuah warisan luar biasa, hutan sepanjang 11 km Sungai- sungai mengalir lagi. Tanah yang semula tandus menjadi subur. Semua itu dinikmati oleh orang yang sama sekali tidak ia kenal. Jansen, 2011: 25. Menurut Jansen 2011: 11, kedelapan etos kerja yang ia gagas itu bersumber pada kecerdasan emosional spiritual. Ia menjamin, semua konsep etos itu bisa diterapkan di semua pekerjaan. “Asalkan pekerjaan yang halal,” katanya. “Umumnya, orang bekerja itu hanya untuk mencari gaji. Padahal pekerjaan itu punya banyak sisi. Kerja bukan hanya untuk mencari makan, tetapi juga mencari makna. Rata-rata kita menghabiskan waktu 30-40 tahun untuk bekerja. Setelah itu pensiun, lalu manula, dan pulang ke haribaan Tuhan. Manusia itu makhluk pencari makna. Kita harus berpikir, untuk apa menghabiskan waktu 40 tahun bekerja. Itukan waktu yang sangat lama. Ada dua aturan sederhana supaya kita bisa antusias pada pekerjaan. Pertama, mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat. Dengan begitu, bekerja akan terasa sebagai kegiatan yang menyenangkan. Jika aturan pertama tidak bisa kita dapatkan, gunakan aturan kedua: kita harus belajar mencintai pekerjaan. Kadang kita belum bisa mencintai pekerjaan karena belum mendalaminya dengan benar. “Kita harus belajar mencintai yang kita punyai dengan segala kekurangannya. Dalam hidup, kadang kita memang harus melakukan banyak hal yang tidak kita sukai. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin kita mau enaknya saja. Dalam dunia kerja, banyak masalah yang bisa tampil dalam berbagai macam bentuk. Gaji yang kecil, teman kerja yang tidak menyenangkan, atasan yang kurang empatik, dan masih banyak lagi.Namun, justru dari sini kita akan ditempa untuk menjadi lebih berdaya tahan Jansen, 2011: 11. Sedangkan etos kerja dalam pandangan Islam, Menurut Nurcholish Madjid 1992: 275 menyebutkan bahwa etos kerja muslim dapat didefinisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh yang mempunyai nilai ibadah yangsangat luhur, sebagaimana dalam Q.S Al Kahfi: 110; “Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Tuhannya dalam beribadah de ngan sesuatu apapun.” QS. Al-Kahfi: 110. Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, Islam adalah agama amal atau kerja praksis, inti ajarannya adalah bahwa seorang hamba itu dekat dan memperoleh ridho dari Allah melalui bekerja atau amal salehnya dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya. Hal ini juga mengandung makna bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan orientasi kerja achievement orientation , sebagaimana juga dinyatakan dalam ungkapan bahwa “penghargaan dalam Islam berdasarkan amal. ” Tinggi atau rendahnya derajat taqwa seseorang juga sangat ditentukan oleh prestasi kerja atau kualitas amal saleh sebagai aktualisasi dari potensi imannya. Oleh karena itu nilai- nilai mendasar yang terkandung dalam ajaran Islam tersebut hendaknya menjadi pandangan hidup muslim yang seharusnya lebih menghargai dan concern terhadap kualitas proses dan produk kerja ketimbang bersikap dan bekerja apa adanya untuk sekedar melaksanakan tugas dan kewajiban yang bersifat rutinitas. Dan nilai-nilai tersebut sekaligus menjadi kekuatan pedorong serta sumber inspirasi bagi umat islam pada umumnnya dan para pendidik khususnya dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas pendidikan di sekolahan Madjid, 1992: 275. “etos kerja” dalam perspektif Islam adalah seperangkat “nilai-nilai etis” yang terkandung dalam ajaran Islam –al-Qur‟an dan al-Sunnah– tentang keharusan dan keutamaan bekerja, yang digali dan dikembangkan secara sungguh-sungguh oleh umat Islam dari masa ke masa, dan itu sangat mempengaruhi tindakan dan kerja- kerjanya di berbagai bidang kehidupan dalam mencapai hasil yang diharapkan lebih baik dan produktif Madjid, 1992: 275. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ajaran Islam sejelas-jelasnya memberikan inspirasi dan motivasi kepada umat Islam agar bekerja sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang terbaik, dan ini tentunya dengan tidak mengabaikan landasan etis atau prinsip-prinsip dasar dan umum yang ada di dalam ajaran Islam. Yang perlu diingat, etos kerja Islami dapat terhambat oleh sistem pemerintahan yang feodal, otoriter dan represif terhadap rakyat. Oleh karena itu etos kepemimpinan di dunia Islam khususnya, harus dibenahi dengan pemahaman yang utuh terhadap etos kerja dalam ajaran Islam. Berdasarkan paparan di atas, maka konsep pendidikan karakter bangsa kerja keras dalam al- Qur‟an, sebagaimana ditafsiri dalam al-Mishbah bahwa ajaran Islam sejelas-jelasnya memberikan inspirasi dan motivasi kepada umat Islam agar bekerja keras dengan sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang terbaik, dan ini tentunya dengan tidak mengabaikan landasan etis atau prinsip-prinsip dasar dan umum yang ada di dalam ajaran Islam. Konsepsi tersebut, meskipun tujuannya tetap sama, “hasanah” di dunia sebagaimana konsepsi kerja keras dari Kemendiknas, namun al- Qur‟an juga mengajarkan konsepsi kerja keras harus juga “hasanah” kelak di akhirat. Kemendiknas menjelaskan bahwa kerja keras sekedar perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

F. Kreatif

Kreatif dapat disandangkan dengan inovasi dan mau merubah diri sendiri untuk dapat lebih maju. Dalam al-Quran kata sejenis ada 3 ayat 9;105 13;11 16;78. Pesan ini mengandung motivasi untuk inovatif dengan merubah managemen dan sistem agar tidak tertinggal ketika yang lain maju. Bahkan dengan selalu berinovasi maka kita bisa jadi yang terdepan. Setiap manusia dituntut untuk melakukan aktifitas yang berguna dan bermanfaat bagi untuk orang banyak, begitu juga al-Quran memerintah kan untuk melakukan tindakan yang nyata tidak berpangku tangan sambil menunggu rezeki yang datang, seperti dalam firman Allah swt dalam surat at-Taubah 105 : “Dan katakanlah Nabi Muhammad Saw” Bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin lainnya akan melihat amal kamu, dan kelak kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. ” Shihab, 2013: 203. Jika dilihat ayat ini mengandung 3 unsur pokok pikiran; 1 Perintah untuk bekerja beramal dan berkarya; 2 Pekerjaan yang dilakukan apapun bentuknya akan dievaluasi oleh Allah, Rasul dan orang-orang Mukmin; 3 Hasil pekerjaan akan dinampakkan diakhirat nanti. Dengan demikian manusia dituntut untuk berekspresi berkreatif berinovasi dengan penuh tanggung jawab dengan tujuan mencerdaskan anak bangsa. Dalam surat an-nahl ayat 78 yang artinya; “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran penglihatan dan aneka hati Lajnah Pentashihan al-Quran Kemenag, 2007: 229 , sebagai bekal meraih pengetahuan supaya kamu bersyukur. Ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indera pendengaran berfungsi mendahului indera penglihatan. Adapun kemampuan akal dan Matahati yang berfungsi membedakan mana yang baik dan buruk, berfungsi jauh sesudah kedua indera tersebut Shihab, 2013: 275 . Penulis ingin membahas kreatif dalam perspektif surat al- Ra‟ad ayat 11:                                        “Masing-masing ada baginya para pengikut para malaikat atau makhluk yang selalu mengikuti secara bergiliran, di hadapannya dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan sekali-kali tidak ada satu pelindungpun bagi mereka selain Dia. ” Penjelasan dalam Tafsir al-Mishbah, “sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum. ” Menurut Quraish Shihab, setidaknya ada dua ayat yang berkaitan, yaitu surat al-Anfal ayat 58. Kedua ayat ini berbicara tentang perubahan, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi tentang kedua ayat ini. Yang pertama adalah ayat-ayat tersebut berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja, tapi harus bersama-sama. Mungkin ide awal dari seorang saja lalu ditularkan dan bermanfaat di masyarakat luar sedikir demi sedikit dengan adanya perubahan. Kedua, adalah penggunaan kata “qaum” menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras dan agama tertentu, tetapi berlaku umum, kapan dan dimanapun berada Shihab6, 2000: 232. Ketiga, kedua ayat tersebut juga berbicara tentang dua pelaku perubahan. Pelaku pertama adalah Allah Swt, yang mengubah nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada suatu masyarakat. Sedang pelaku kedua adalah manusia, dalam hal ini masyarakat yang melakukan perubahan pada sisi dalam mereka. Perubahan yang terjadi akibat campur tangan Allah menyangkut banyak hal, sepert kekayaan dan kemiskinan, kesehatan dan penyakit, kemuliaan dan kehinaan, persatuan dan pepercahan, dan lainnya yang menyangkut masyarakat secara umum, bukan secara individu. Sehingga, bisa saja di antara anggota yang kaya, tetapi jiaka mayoritasnya miskin, masyarakat tersebut dinamai masyarakat miskin, demikian seterusnya Shihab6, 2000: 233. Keempat, kedua ayat ini juga menekankan bahwa perubahana yang dilakukan oleh Allah haruslah didahlui oleh perubahan yang dilakukan masyarakat menyangkut sisi dalam mereka. Tanpa perubahan ini mustahil terjadi perubahan sosial. Karena itu, boleh saja terjadi perubahan penguasa atau sistem, tetapi jika sisi dalam masyarakat tidak berubah keadaan akan bertahan sepeti sedia kala. Dalam pandangan al-Quran yang paling pokok dalam keberhasilan perubahan sosial adalah perubahan sisi dalam manusia karena sisi dalam manusia lah yang melahirkan kreativitas, baik positif maupun negatif, sifat, bentuk serta corak aktivitas yang mewarnai keadaan masyarakat positif atau negatif Shihab6, 2000: 232. Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi menyangkut kedua hal tersebut Shihab6, 2000: 232: 1. Ayat-ayat tersebut berbicara tentang perubahan sosial, bukan perubahan individu. Ini difaham dari kata qoum Arabmasyarakat. Dapat disimpulakan bahwa bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang saja, memang boleh bermula dari satu orang yang mengelontorkan ide dan disebar luaskan, diterima dan diterapkan dimasyarakat. ini yang disebut dengan manusia kreatif pola pikirnya dapat ditularkan sedikit demi sedikit dan menyebar luas ke masyarakat sehingga terjadi perubahan menuju lebih baik. 2. Penggunaan kata qoum juga menunjukkan bahwa suatu hukum tidak hanya berlaku bagi kaum Muslimin saja atau satu suku atau satu agama saja, tetapi berlaku bagi umum, kapan dan di manapun berada Shihab6, 2000: 232. 3. Berbicara tentang pelaku perubahan. Pelaku perubahan yang pertama adalah Allah swt, dan yang kedua adalah manusia. Allah yang mengubah nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada suatu masyarakat sisi luarlahiriyah. Sedang manusia adalah dalam hal ini masyarakat adalah yang melakukan perubahan pada sisi dalam atau maa bi anfusihimapa yang terdapat didiri mereka. Perubahan yang terjadi karena campur tangan Allah menyangkut banyak hal seperti kekayaan dan kemiskinana, kesehatan dan penyakit, kemuliaan dan kehinaan, persatuan dan perpecahan dan lain sebagainya yang menyangkut dengan masyarakat umum, bukan secara individu. Dapat dikatakan diantara anggota masyarakat ada yang kaya tapi mayoritas miskin, maka tetap dikatakan masyarakat miskin Shihab6, 2000: 232. 4. Ayat-ayat ini menekankan bahwa perubahan yang dilakukan Allah swt haruslah didahului oleh masyarakat menyangkut sisi dalam mereka. Maksudnya tanpa perubahan ini mustahil terjadi perubahan sosial, bisa jadi perubahanpergantian penguasa atau sistem tapi jika dalam masyarakatnya tidak berubah maka akan tetap bertahan seperti sediakala, yang dimasud dengan sisi dalam adalah kemauan, kreativitas, bentuk corak dalam mewarnai kehidupan masyarakat Shihab6, 2000: 232. Mencermati kreatifitas, survey yang dilakukan oleh Kay 2000: 52-63 tentang expectation from industry, melaporkan bahwa skill yang dibutuhkan sebagai kekuatan untuk menunjang kesuksesan dunia kerja pada lima tahun ke depan adalah: critical thingking 78, IT 77 , collaboration 74, inovation 74, health and weallness 76, personal financial responsibility 72, diversity 67, entrepreneurial skill 61, understanding U.S. economic issues in global economy 61. Data tersebut menunjukkan pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kritis, serta soft skill lainnya bagi anak sebagai bekal hidup. Hasil survey tersebut juga menunjukkan skill-skill dominan yang menjadi basic competence bagi kebutuhan kerja dalam dunia industria di abad ke-21 ini. Di dalam kurikulum pendidikan nasional, sebuah kompetensi dapat dicapai melalui tiga indikator, yakni pengetahuan, keterampilan dan sikap. Artinya, bahwa anak belajar dengan subject, supaya menjadi tahu, dapat melakukan dan menjadi perilaku yang tercermin dalam keseharian hidup. Belajar berarti melakukan proses berpikir. Belajar tidak cukup hanya sekedar tahu, menguasai ilmu dan menghafal semua teori yang dihasilkan orang lain. Dengan demikian, pembelajaran hendaknya melatih anak mengembangkan kemampuan berpikir thinking skills. Anak harus dilatih untuk berpikir kritis terhadap setiap fakta yang ditemukan. Cermat dalam menemukan masalah dan kreatif dalam menggagas solusi penyelesaiannya Mahmuddin, 2011: 3-5. Struktur kognitif yang menjadi prinsip dalam educational objectives dibangun melalui enam tingkatan berpikir yang dikembangkan oleh Lorin Anderson sebagai revisi atas taksonomi Bloom. Keenam tingkatan berpikir yang dimaksud adalah mengingat remembering, kemampuan memahami understanding, mengaplikasikan applying,menganalisa analysing,mengevaluasi evaluating, dan mencipta creating. Anderson dan Krathwohl, 2001. Pembelajaran seringkali terlena dalam tiga tingkatan pertama low order of thinking sehingga berdampak pada pengerdilan potensi anak, pada hal setiap anak lahir dengan membawa potensi yang luar biasa. Tantangan masa depan menuntut pembelajaran harus lebih mengembangkan tiga tingkatan akhir berpikir yang disebut dengan keterampilan berpikir kreatif dan kritis high order of thinking. Menurut Lorin Anderson dan Krathwohl, 2001: 115, Mengevaluasi ditempatkan sebagai kategori utama dalam pengembangan berpikir kritis. Seseorang dapat menjadi kritis tanpa harus kreatif, tetapi produk kreatif seringkali membutuhkan pemikiran kritis. Oleh karena itu, Creating diletakkan sebagai tingkatan akhir yang harus dicapai dalam proses belajar dan berpikir anak. Belajar bukan sekedar menemukan fakta, dan mengkonstruksinya menjadi sebuah pengetahuan. Menurut Pebruanto, dalam Mahmudin, concept based curriculum mengisyaratkan ada 3 konsep belajar yaitu, belajar melebihi fakta learning beyond the facts, belajar bagaimana berpikir learning how to think, dan belajar bagaimana menemukan dan mengkonstruksi fakta baru learning how to find and construct new facts. Suatu pengetahuan dianggap benar hanya bila dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai Mahmuddin, 2011: 3-5. Untuk dapat membentuk karakter kreatif pada diri anak, maka pembelajaran perlu melatih menemukan masalah. Di dalam proses penemuan masalah anak dapat melakukan eksplorasi fakta, mengidentifikasi pola- pola atau hubungan antara situasi yang tidak terkait secara jelas, serta dapat menggunakan pertimbangan yang kreatif, konseptual atau induktif. Selanjutnya anak hendaknya dilatih mencari solusi kreatif dan mewujudkannya dalam sebuah karya produktif. Jadi belajar membuat anak berlatih menjadi produsen. Otak merupakan pengenal luar biasa dan penyimpan pola. Otak lebih mengingat hal-hal yang dapat kita lakukan, bukan yang kita tidak dapat lakukan, dan penggunaan yang biasa, bukan yang tidak biasa. Dengan pola-pola biasa dengan cara biasa dilakukan, dibuat, dioperasikan atau dikenalinya sesuatu, otak membuat hidup kita jadi lebih mudah. Kita dapat menggunakan, membuat dan mengenali banyak hal tanpa harus berpikir. Berpikir kreatif menuntut kita untuk melepaskan diri dari pola biasa atau dominan yang telah disimpan otak. Untuk dapat membantu anak melepaskan diri dari pola-pola dominan, diperlukan sikap positif berupa pemikiran bebasberfantasi dan pengambilan resiko. Sebenarnya sikap ini telah dimiliki anak ketika bermain di rumah, tetapi kebebasan ini mengalami penekanan oleh pembelajaran sekolah yang menekankan pada pemikiran dengan jawaban yang benar. Langrehr 2001 mengemukakan lima aspek sikap yang baik untuk berpikir kreatif dengan menggunakan akronim FIRST fantasy, incubate, risk take, sensitivity, titillate. Seorang pemikir kreatif kerap memimpikan sesuatu yang tampaknya tidak mungkin terjadi atau solusi yang terkadang konyol terhadap suatu masalah. Ia biasanya membiarkan ide dan solusi untuk beberapa waktu dan tidak tergesa-gesa mengambil keputusan karena solusi kreatif kedua dan ketiga biasanya lebih kreatif dari yang pertama. Pemikir kreatif berani mengambil resiko demi mengharapkan sesuatu yang unik dan berguna, sensitif pada desain kreatif baik yang diciptakan manusia atau yang tercipta secara alamiah. Pemikir kreatif senantiasa bergairah dan menikmati kesenangan, di mana pada kondisi ini otak kaya akan gelombang theta dan zat endorfin molekul bahagia sehingga tercipta rasa rileks dalam pikiran. Oleh karena itu, sangat penting menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan sistem pembelajaran yang memungkinkan anak untuk berpikir kreatif Langrehr, 2001: 21-22. Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru saat ini yakni bagaimana membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir thinking skills. Melangkah dari pengalaman konkret ke berpikir abstrak yang dapat menghasilkan “loncatan intuitif” melalui sebuah desain pembelajaran aktif. Piagetian-based education mengakui pentingnya menyiapkan lingkungan di mana anak dapat melangkah dari pengalaman konkret menuju ke menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep. Mengetahui sebuah objek atau peristiwa, tidak sesederhana melihatnya dan menggambarkannya. Mengetahui objek berarti berbuat terhadapnya, memodifikasinya, mentransformasi dan memahami proses transformasinya, dan sebagai konsekuensi dari pemahaman terhadap objek adalah mengkontruksinya DeVries, 2011. Pembelajaran meliputi tiga hal utama yaitu fakta, konsep dan nilai. Fakta-fakta yang dieksplorasi harus dapat dikonseptualisasi untuk melahirkan nilai-nilai yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Dengan demikian, ketika anak belajar maka sesungguhnya diharapkan dapat melatih dan mengembangkan skill belajar soft skill yang meliputi self management skills, thinking skills, research skills, communication skills, social skills, dan problem solving skills. Dengan semakin meningkatnya tantangan kehidupan di masa depan, menuntut pengembangan teori dan siklus belajar secara berkesinambungan. Siklus belajar yang dikembangkan dalam sebuah sistem pembelajaran menentukan terbentuknya karakter yang diharapkan pada diri anak. Karakter berpikir yang kreatif dan membebaskan dapat menjadi modal utama bagi anak untuk menjadi manusia mandiri dalam kehidupan masa depan yang kompetitif. Proses pembelajaran yang inovatif, membiasakan anak belajar dan bekerja terpola dan sistematis, baik secara individual maupun kelompok dengan lingkungan yang menyediakan ruang bagi anak untuk berkreasi dan mencipta DeVries, 2011. Untuk membentuk karakter kreatif menuju terciptanya kemandirian bagi anak, Rusman 2011 mengembangkan siklus belajar yang meliputi lima aspek pengalaman belajar sebagai berikut: 1. Exploring: merespon informasi baru, mengeksplorasi fakta-fakta dengan petunjuk sederhana, melakukan sharing pengetahuan dengan orang lain, atau menggali informasi dari guru, ahlipakar atau sumber-sumber yang lain. 2. Planning: menyusun rencana kerja, mengidentifikasi alat dan bahan yang diperlukan, menentukan langkah-langkah, desain karya dan rencana lainnya. 3. Doingacting: melakukan percobaan, pengamatan, menemukan, membuat karya dan melaporkan hasilnya, menyelesaikan masalah. 4. Communicating: mengkomunikasikanmempresentasikan hasil percobaan, pengamatan, penemuan, atau hasil karyanya, sharing dan diskusi. 5. Reflecting: mengevaluasi proses dan hasil yang telah dicapai, mencari kelemahan-kekurangan guna meningkatkan efektivitas perencanaan. Aspek pengalaman belajar di atas merupakan tahapan-tahapan belajar yang memberikan kesempatan bagi anak untuk mengembangkan potensi belajar, berpikir dan berkreasi dalam karya. Siklus pembelajaran tersebut menjadi wahana melatih anak membangun kemandirian dan memupuk jiwa entrepreneurial dengan kreativitas dan produktivitas sebagai karakternya. Dalam implementasinya, siklus belajar ini konsisten dengan pendekatan keterampilan proses, inquiri, konstruktivistik, dan sains teknologi masyarakat menggunaka strategi pembelajaran strategi metakognitif Rusman, 2011. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan terhadap masalah kreatifitas dalam subbab ini, maka dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan karakter bangsa kemendiknas bertujuan sebagai berikut: pertama, kreativitas merupakan produk dari berpikir kritis yang merupakan skill yang dibutuhkan sebagai kekuatan untuk menunjang kesuksesan dunia kerja. Kedua, model siklus belajar yang melatih kreativitas terdiri atas 5 tahapan, yaitu Exploring, Planning, ActingDoing, Communicating dan Reflecting. Ketiga, implementasi siklus belajar dalam pembelajaran terintegrasi dalam rencana pelakasanaan pembelajaran yang dikembangkan dengan berorientasi pada pengembangan kemampuan kreasi atau daya cipta anak. Konsepsi pendidikan karakter bangsa dala al- Qur‟an, selain hal- hal di atas, kreatifitas juga harus mengandung 2 unsur pokok, yaitu kreativitas yang dilakukan apapun bentuknya akan dievaluasi oleh Allah, Rasul dan orang-orang