Disiplin ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

menghasilkan seni, mencari kebaikan akan menghasilkan etika Shihab15, 2000: 592. Saling berwasiat menyangkut haqq kebenaran yang diperintahkan ini mengandung makna bahwa seseorang berkewajiban untuk mendengarkan kebenaran dari orang lain serta mengajarkannya kepada orang lain. Seseorang belum lagi terbebaskan dari kerugian bila sekedar beriman, beramal saleh dan kebenaran itu untuk dirinya, tetapi ia berkewajiban juga untuk mengajarkannya kepada orang lain. Sekaligus syarat yang dapat membebaskan manusia dari kerugian total adalah saling mewasiati menyangkut kesabaran Shihab15, 2000: 593. Sabar adalah menahan kehendak nafsu demi mencapai sesuatu yang baik atau lebih baik. Secara umum kesabaran dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu sabar jasmani dan sabar rohani. Yang pertama adalah sabar dalam menerima dan melaksanakan perintah-perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan luar biasa atau sabar dalam peperangan membela kebenaran, termasuk pula dalam bagian ini sabar dalam menerima cobaan-cobaan yang menimpa jasmani, seperti penyakit, penganiayaan dan semacamnya. Sedangkan sabar ruhani menyangkut kemampuan menahan amarah atau menahan nafsu seksual yang bukan pada tempatnya Shihab15, 2000: 593. Surah ini secara keseluruhan berpesan agar seseorang tidak hanya mengandalkan imannya saja tetapi juga amal salehnya, bahkan amal salehpun bersama iman belum cukup Shihab15, 2000: 594. Iman dan amal saleh tanpa ilmu belumlah cukup. Murthada Muthahhari, dalam Tafsir al-Mishbah, memberikan gambaran Shihab15, 2000: 595: “Ilmu memberikan kekuatan yang menerangi jalan kita dan iman menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan alat-alat produksi dan akselerasi, sedang iman menetapkan haluan yang dituju serta memelihara kehendak yang suci. Ilmu adalah revolusi eksternal, sedang iman adalah revolusi internal. Ilmu dan iman keduanya merupakan kekuatan, kekuatan ilmu terpisah sedang kekuatan iman menyatu , keduanya adalah keindahan dan hiasan , ilmu adalah keindahan akal, sedang iman keindahan jiwa. Ilmu hiasan pikiran sedang iman adalah hiasan perasaan. Keduanya menghasilkan ketenangan, ketenangan lahir oleh ilmu dan ketenangan batin karena iman. Ilmu memelihara manusia dari penyakit-penyakit jasmani dan malapetaka duniawi, sedang iman memeliharanya dari penyakit-penyakit ruhani dan komplek- komplek kejiwaan serta malapetaka ukhrawi. Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman menyesuaikannya dengan jati dirinya. ” Demikian surah al-Ashr memberi petunjuk bagi manusia untuk berdisiplin. Iman Syafi‟i berpendapat: “Kalaulah manusia memikirkan kandungan surah ini, sesungguhnya cukuplah ia menjadi petunjuk bagi kehidupannya. ” Shihab15, 2000: 595. Kaitannya dengan pendidikan karakter bangsa, segenap sivitas akademika pendidikan yang bijak akan selalu menampakkan suatu disiplin dalam semua hal terhadap kegiatan siswanya, baik yang mengenai kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan formal, yaitu disiplin dalam belajar, disiplin dalam mengerjakan tugas yang berkaitan dengan sekolah maupun disiplin yang berkaitan dengan di rumah. Disiplin sekolah atau lebih khusus disiplin belajar meliputi Schaefar, 1997: 9: 1. Kedisiplinan belajar siswa terhadap tata tertib sekolah maksudnya bagaimana siswa mematuhi dan mentaati tata tertib sekolah. 2. Kedisiplinan siswa dalam memperhatikan pelajaran, maksunya siswa dalam proses belajar mengajar apakah selalu memperhatikan pelajaran yang diajarkan atau tidak. 3. Kedisiplinan waktu belajar siswa maksudnya ketaatan dalam menggunakan waktu belajar. 4. Kedisiplinan belajar siswa dalam mengerjakan tugas maksudnya bagaimana sikap dan tanggung jawab siswa dalam melaksanakan tugas. Langkah-langkah kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses belajar mengajar harus dilakukan dengan konsekuen dan penuh disiplin serta luwes dalam penyesuaiannya. Usaha guru dalam pembentukan disiplin belajar antara lain Slameto, 1991: 17: 1. Mengawasi belajar secara ketat. 2. Memantau belajar secara terus menerus. 3. Mengembalikan tugas-tugas belajar tepat pada waktunya. 4. Memberi ganjaran kepada siwa yang berprestasi tinggi. 5. Memberi hukuman kepada siswa yang salah. 6. Menyelenggrakan rapat guru untuk membahas kedisiplinan. 7. Menampilkan keteladanan. Disiplin merupakan kunci sukses. Sebab dengan disiplin orang menjadi berkeyakinan bahwa disiplin membawa manfaat. Memang seseorang yang baru memulai untuk melaksanakan disiplin akan merasakan bahwa disiplin itu pahit, namun apabila sudah diterapkan akan menjadi manis. Disiplin adalah seperangkat alat dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah hidup Ginting, 2003: 120. Dalam mencapai suatu tujuan, timbulnya masalah tentunya hal yang biasa. Akan tetapi dengan menghadapi dan memecahkan masalah, hidup menjadi berarti. Kemajuan dapat diperoleh. Orang yang selalu menghindari masalah tidak akan dapat membuat kemajuan. Hal ini berlaku baik masyarakat umum maupun bagi pelajar. Seorang pelajar, biasanya mempunyai masalah dalam belajarnya. Salah satunya adalah belajar Pendidikan Agama Islam. Siswa sekarang enggan untuk belajar PAI karena mereka menganggap pelajaran PAI identik dengan hafalan- hafalan yang membosankan. Itulah kesan yang mengapung kepermukaan selama ini. Padahal belajar merupakan nafas kehidupan bagi pelajar. Siklus waktu siang dan malam harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tidak ada istilah waktu kosong dalam kamus kehidupan para pelajar. Karena belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, sebagai tindakan belajar hanya dialami siswa sendiri. Karena berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses belajar mengajar yang dialami siswa dan pendidik, baik ketika para siswa itu disekolah maupun dilingkungan keluarganya sendiri Ginting, 2003: 135-138. Sehingga sikap kedisiplinan belajar dalam mendidik siswa sangat diperlukan agar siswa dengan mudah Ginting, 2003: 135-138: 1. Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara lain mengenai hak milik orang lain. 2. Mengerti dan segera menurut, untuk menjalankan kewajiban dan secara langsung mengerti larangan-larangan. 3. Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk. 4. Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat sesuatu tanpa merasa terancam oleh hukuman. 5. Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain. Cara pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Farhadian, 2005: 31: 1. Disiplin dengan paksaan disiplin otoriter. Yaitu pendisiplinan yang dilakukan secara paksa, siswa harus mengikuti aturan yang telah ditentukan. Apabila siswa tidak melakukan perintah itu, ia akan dihukum dengan cara pemberian hukuman fisik, mengurangi pemberian materi, membatasi pemberian penghargaan atau berupa ancaman langsung dan tidak langsung. Hukuman yang diberikan untuk menyampaikan peringatan kepada siswa terbagi menjadi dua yaitu: a. Hukuman yang bersifat badani seperti: pemukulan, penamparan, dan segala sesuatu yang berhubungan langsung dengan badan. b. Hukuman yang bersifat non badani seperti: mengomel, mencerca, dan segala sesuatu yang biasanya lebih bersentuhan dengan rohani mental anak. 2. Disiplin tanpa paksaan disiplin permisif. Disiplin ini lebih bervariatif dimana membiarkan anak mencari sendiri batasan. Disiplin tanpa paksaan ini akan menjadikan anak yang patuh walaupun tidak ada pemimpin. Anak menjadi kreatif karena berani bertanya, mempunyai tanggung jawab walaupun tidak ada pemimpin Sujiono dan Yuliani, 2005: 31. Disiplin bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Teknik dalam berdisiplin itu kadang-kadang sulit untuk diterapkan, tergantung pada kasusnya. Dalam pelaksanaan disiplin ini dapat diukur apakah siswa sangat disiplin atau lemah. Sikap seseorang sangat menentukan keberhasilannya dalam disiplin. Sikap disiplin akan terwujud apabila ditanamkan disiplin secara serentak di semua lingkungan kehidupan masyarakat termasuk dalam lingkungan pendidikan Ginting, 2003: 123. Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya kedisiplinan belajar adalah Dalyono, 1997: 235: 1. Faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang datang dari siswa sendiri, faktor ini meliputi: a. Minat. Apabila siswa memiliki daya tarik dalam belajar, maka ia akan senang dalam belajar. Sebaliknya apabila ia tidak ada daya tarik dalam belajar, maka ia akan menjadi segan dalam belajar. Setiap siswa sebenarnya dapat mengatur waktu untuk disiplin dalam belajar, akan tetapi persoalannya terletak pada kemauan mereka sendiri. b. Emosi. Emosi sangat menentukan kedisiplinan belajar. Karena kadang- kadang ada siswa yang tidak begitu stabil emosinya, sehingga dapat mengganggu belajarnya. Dalam keadaan emosi yang tidak stabil, tentu belajarnya mengalami hambatan. Siswa semacam ini membutuhkan situasi yang cukup tenang dan penuh perhatian agar belajarnya lancar. c. Semangat. Semangat dapat memupuk hasrat yang tinggi dalam melakukan suatu perbuatan. Bagi pelajar, semangat untuk disiplin dalam belajar perlu ditumbuhkan, dipupuk, dan dipertahankan. Karena apabila seseorang telah mempunyai semangat yang tinggi dalam belajar, maka otomatis ia akan dapat mengusir atau menghilangkan rintangan-rintangan seperti malas, santai, lesu, bosan, dan sebagainya. 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar diri siswa itu. Faktor eksternal ini meliputi Kartono, 1992: 261-262: a. Pendidik. Tumbuhnya sikap disiplin dalam belajar, bukan merupakan peristiwa mendadak yang terjadi seketika. Disiplin belajar pada diri siswa tidak dapat tumbuh tanpa adanya intervensi dari pendidik, dan itupun dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit. Kebiasaan disiplin dalam belajar yang ditanamkan oleh pendidik akan terbawa oleh siswa dan sekaligus akan memberikan warna terhadap perilaku kedisiplinannya kelak. b. Sanksi dan hukuman. Disiplin karena paksaan biasanya dilakukan dengan terpaksa pula. Keterpaksaan itu karena takut akan dikenakan sanksi hukuman akibat pelanggaran terhadap peraturan. Menurut Kartini Kartono, hukuman adalah perbuatan yang secara intensional diberikan sehingga menyebabkan penderitaan lahir batin diarahkan untuk membuka hati nurani penyadaran sipenderita akan kesalahannya. Sebagai alat pendidikan, hukuman hendaknya: 1 Senantiasa merupakan jawaban atas pelanggaran. 2 Sedikit banyak selalu bersifat tidak menyenangkan. 3 Selalu bertujuan kearah perbaikan, tujuannya hendaknya diberikan untuk kepentingan anak tersebut. c. Lingkungan. Dengan bertambahnya lingkungan siswa yang semula hanya lingkungan keluarga dan setelah mereka memasuki sekolah, lalu bertambah dengan lingkungan baru, yaitu lingkungan sekolah akan bertambah pula butir-butir kedisiplinan lain. Di sekolah pada umumnya peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siswa dituliskan dan diundangkan disertai sanksi dan hukuman bagi setiap pelanggarnya. Pembentukan sikap kedisiplinan yang dibawa dari lingkungan keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakatpun sangat mempengaruhi kedisiplinan dalam belajar siswa misalnya: mass- media, teman bergaul, adanya kegiatan-kegiatan dalam masyarakat, dan corak kehidupan tetangga. Berdasarkan paparan tentang pendidikan karakter disiplin di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pembentukan disiplin belajar adalah suatu proses mencari ilmu melalui latihan, pembelajaran, dan sebagainya supaya siswa taat atau patuh terhadap peraturan sekolah, melaksanakan tata tertib belajar, serta aktif dalam kegiatan belajar mengajar PAI. Cara pembentukan disiplin belajar ada dua cara, yaitu dengan paksaan dimana guru memberikan peraturan yang tetap dan konsisten serta memberikan hukuman bagi yang melanggarnya dan yang kedua, yaitu pembentukan disiplin tanpa paksaan yang membiarkan siswa mencari batasan- batasan sendiri untuk melakukan atau menjalankan peraturan tersebut. Kemendiknas menggariskan bahwa disiplin merupakan suatu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Konsepsi pendidikan karakter disiplin dalam al- Qur‟an lebih apik lagi. Al-Qur‟an membagi ajaran disiplin kepada dua sisi, yakni pengetahuan dan pengalaman tentang disiplin itu sendiri. Akidah wajib dengan disiplin diimani oleh manusia merupakan sisi pengetahuannya. sedangkan syariat untuk berdisiplin merupakan sisi pengalaman. Apabila suluruh kehidupan manusia tidak disiplin, maka ia akan merugi, bahkan apabila tetap berdisiplin tetapi dengan hal-hal negatif maka manusiapun diliput kerugian. Atas dasar ini, para ulama memahami allazina amanu orang yang beriman dalam arti orang yang memiliki pengetahuan menyangkut kebenaran. Puncak kebenaran disiplin adalah pengetahuan tentang ajaran-ajaran agama yang bersumber dari Allah swt. Kalau demikian, sifat pertama yang dapat menyelamatkan seorang dari kerugian berdidiplin adalah pengetahuan tentang kebenaran disiplin itu sendiri Shihab15, 2000: 588.

E. Kerja Keras

Kerja dalam al-Quran terdapat dalam 105 ayat. Di antara ayat-ayat al- Qur‟an yang menjelaskan tentang kerja adalah 2; 134, 140, 141, 144, 149, 233, 237; 4; 101, 102, 103, 104, 122, 127, 128, 135; 5; 8, 14, 38, 66, 67, 71, 105; 6; 43, 60, 88, 108, 113, 120, 122, 127, 132; 7; 43, 117, 118, 139, 147, 150, 180; 8; 39, 47, 72; 9; 9, 16, 17, 82, 94, 95, 105, 121; 10; 8, 12, 23, 36, 41, 46, 52; 11; 16, 36, 92, 111, 112, 123; 12; 19, 69; 15; 93; 16; 28; 22; 68; dan 23; 51. Tetapi di sini penulis hanya mengambil 2 ayat saja. Ayat yang diambil ini menggambarkan tentang makna dari kata kerja keras, yaitu:                                                               “Hai orang-orang yang beriman Apabila diseru dikumandangkan azan untuk shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah menuju dzikrullah yakni menghadiri shalat dan khutbah Jumat, dan tinggallah jual beli. Yang demikian itu adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui kebaikannya. Kemudian, apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bum ini untuk tujuan apapun yang dibenarkan Allah Swt. Dan carilah sebagian dari karunia Allah, dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. Dan apabila mereka sebagian kaum Muslimin melihat perniagaan atau permainan, maka berbondong- bondong kepadanya dan meninggalkanmu Nabi Muhammad Saw berdiri menyampaikan Khutbah. Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah Swt lebih baik daripada permainan dan perniagaan dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi Rezeki. QS. Al- Jumu‟ah: 9-11 Shihab, 2013: 554. Dalam Tafsir al-Mishbah menerangkan pada ayat ini menegaskan untuk mengajak kaum beriman untuk bersegera memenuhi panggilan Ilahi. Di sisi lain, dapat dikatakan bahwa orang-orang Yahudi mengabaikan Hari Sabt yang ditetapkan Allah untuk tidak melakukan aktivitas mengail. Sikap mereka itu dikecam. Karena itu, kaum Muslimin harus mengindahkan perintah Allah meninggalkan aneka aktivitas untuk beberapa saat pada hari jumat karena kalau tidak mereka akan mendapat kecaman dan nasib seperti orang-orang Yahudi tersebut Shihab14, 2000: 58. Ayat di atas menyatakan: Hai orang yang beriman, apabila diseru untuk shalat zuhur pada hari Jumat maka bersegeralah dengan tekad kuat dan melangkahlah, jangan bermalas-malasan apalagi mengabaikannya untuk menuju ke dzikrullah menghadiri shalat dan khutbah Jum‟at, dan tinggalkanlah jual beli, yakni segala macam interaksi dalam bentuk dan kepentingan apapun, bahkan semua yang dapat mengurangi perhatian upacara Jumat. Demikian itulah yakni menghadiri acara Jumat yang baik untuk kamu mengetahui kebaikannya pastilah kamu mengindahkan perintah ini Shihab14, 2000: 58. Menurut Quraish Shihab, untuk menghilangkan kesan bahwa perintah ini adalah perintah beribadah sehari penuh seperti orang Yahudi pahami pada hari Sabtu, ayat ini melanjutkan dengan jelas: “Apabila telah ditunaikan shalat, jika kamu mau, maka bertebaranlah di mua bumi untuk tujuan apa ang dibenarkan oleh Allah, yaitu mencari rezeki. Bertebaranlah di muka bumi untuk tujuan apapun yang dibenarkan oleh Allah dan carilah dengan sungguh-sungguh sebagian dari karunia Allah yang sangat banyak yang tidak mungkin kamu ambil seluruhnya, dan ingatlah Allah banyak-banyak jangan sampai kesungguhan kamu mencari karunia- Nya itu melengahkan kamu. Berzikirlah dari saat ke saat di setiap tempat dengan hati atau bersama lidah supaya kamu beruntung memeroleh apa yang kamu dambakan Shihab14, 2000: 59. Seruan untuk shalat yang dimaksud di atas adalah yang diharuskan semua kegiatan dihentikan ketika azan dikumandangkan saat khatib naik ke mimbar. Ini karena pada zaman nabi Saw hanya dikenal sekali azan. Pada saat masa Sayyidina Utsman, ketika semakin banyak Muslimin bertebaran di penjuru kota, beliau memerintahkan azan dikumandangkan dua kali. Azan yang pertama berfungsi mengingatkan khusus yang berada ditempat yang jauh bahwa sebentar lagi upacara shalat Jum‟at akan segera dimulai dan agar mereka bersiap-siap dan menghentikan segala aktivitas mereka Shihab14, 2000: 59. Perintah bertebaran di muka bumi sebagi mencari karunianya pada ayat di atas bukanlah perintah wajib. Dalam kaidah-kaidah ulama menyatakan: “Apabila ada perintah bersifat wajib, lalu disusul dengan perintah sesudahnya, yang kedua itu hanya mengisyaratkan bolehnya hal tersebut dilaksanakan. Ayat 9 memerintahkan orang-orang yang beriman untuk menghadiri upacara Jum‟at, perintah yang bersifat wajib, dengan demikian perintah bertebaran bukan perintah wajib Shihab14, 2000: 61. Pada ayat 11 ini Allah juga masih mengingatkan untuk memenuhi perintah dari Allah dengan tidak mening galkan khutbah Jum‟at apabila ada perniagaan. Dengan demikian itulah perintah Kami kepada kaum Muslimin, tetapi ada sebagan dari mereka yang kurang mengindahkannya. Mereka masih terus saja melakukan aktivitas lain „dan apabila mereka melihat atau mengetahui kehadiran barang- barang perniagaan atau bahkan permainan, mereka berbondong-bondong dan berpencar dengan cepat menuju kepadanya dan mereka meninggalkanmu berdiri menyampaikan khutbah.‟ Shihab14, 2000: 62. Allah memberikan pengajaran bahwa ganjaran di akhirat lebih baik daripada ganjaran yang ada di dunia. „Katakanlah kepada mereka apa yang ada di sisi Allah, berupa ganjaran dan anugerah-Nya di dunia dan akhirat bagi yang tidak tergiur dengan gemerlap dan megahnya duniawi, lebih baik daripada permainan dan perniagaan, walau sebanyak apapun, dan Allah sebaik-baiknya Pemberi Rezeki karena Allah sumber rezeki dan tidak ada perantara bagi-Nya. Allah selalu memberi kepada yang durhaka sekalipun. Shihab14, 2000: 62. Menurut Quraish Shihab, ayat di atas berbicara tentang sikap sementara Nabi Saw, ketika hadirnya kafilah dari Syam yang dibawa oleh Dhiyat ibn Khalifah al- Kalbi. Ketika itu, harga-harga di Madinah melonjak, sedang khafilah tersebut membawa bahan makanan yang sangat banyak dan sangat dibutuhkan. Tabuh kedatangan kafilah di pasarpun ditabuh sehingga terdegar oleh jamaah Jumat. Ketika itulah sebagian besar jamaah berpencar dan berlarian menuju pasar untuk membeli karena takut kehabisan. Maka terhadap mereka, ayat tersebut turun. Ada riwayat yang mengatakan bahwa hal tersebut terjadi tiga kali dan selalu terjadi pada hari Jumat. Riwayat berbeda-beda tentang jamaah yang bertahan bersama Rasul saw. Ada yang menyatakan empat puluh orang, ada lagi yang empat atau dua belas orang, bahkan ada riwayat yang menyatakan hanya delapan orang. Al-Qurthubi menjelaskan perbedaaan riwayat inilah yang menjadi sebab perbedaan ulama tentang jumlah minimal yang harus hadir guna sahnya upacara shalat Jumat Shihab14, 2000: 63. Allah tidak melarang kepada hambanya untuk melakukan perniagaan, menyebar mencari rezeki di muka bumi bahkan Allah menganjurkannya, Allah juga mengingatkan tentang pentingnya akhirat dengan mensucikan Allah dan berzikir kepada-Nya. Jika azan berkumandang maka segeralah menyembah Tuhanmu, dan mendengar pengajaran Rasul melalui khutbahnya itu juga merupakan perwujudan dari penyucian kepada Allah. Surat at-Taubah ayat 105,                   “Dan katakanlah Nabi Muhammad; “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat amal kamu, kelak kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. ” QS. Al-Taubah: 105. Kerja harus dibarengi dengan optimisme dan harapan akan bantuan Ilahi, sebagaimana ditegaskan dalam surat al-Insyiroh, Fainna ma‟al usri yusra, inna ma‟al „usri yusra. Ayat ini menegaskan bahwa kesulitan akan dibarengi dengan dua kemudahan. Karena itu, akhir surah ini menyatakan, Wa ila rabbika farghab Hanya kepada Tuhanmulah hendaknya engkau mengharap Shihab, 2010: 310. Manusia dituntut untuk melakukan usaha atau dalam bahasa al-Quran, sa‟y. Usaha tersebut harus bertolak dari Shafa, yang arti secara harfiah kesucian dan berakhir Marwah. Bila ini terpenuhi, usaha akan berakhir dengan kepuasan atau marwah. Ia akan memperoleh hasil dari sumber yang ia sendiri tidak pernah menduganya, siapa yang bertakwa kepada Allah Dia akan memberi jalan keluar bagi kesulitannya, dan memberinya rezeki dari dari arah yang tidak pernah dia duga QS. Al-Thalaq: 2-3 Shihab, 2010: 311. Menurut Andi Faisal Bakti 2010: 23-25, kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan tidak pernah menyerah dalam menyelesaikan pekerjaanyang menjadi tugasnya sampai tuntas. Kerja keras bukan berarti bekerja sampai tuntas lalu berhenti, istilah yang kami maksud adalah mengarah pada visi besar yang harus dicapai untuk kebaikankemlasahatan manusia umat dan lingkungannya. Dalam pendapat Tofiq Nugroho 2011: 10, peserta didik harus dilatih untuk mampu bekerja keras. Bukan hanya mampu bekerja keras, tetapi juga mampu bekerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. Dengan begitu kerja keras yang dilakukannya akan bernilai ibadah di mata Tuhan pemilik langit dan bumi. Orang yang senang bekerja keras pastilah akan menuai kesuksesan dari apa yang telah dikerjakannya. Orang yang bekerja keras pasti mampu mewujudkan impiannya menjadi kenyataan. Sementara itu, Agus Wuryanto 2011: 7 berpendapat bahwa kerja keras memiliki beberapa indikator, yaitu: menyelesaikan semua tugas dengan baik dan tepat waktu, tidak putus asa dalam menghadapi masalah, dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi masalah. Kegiatan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai karakter kerja keras, meliputi: a menyelesaikan tugas di dalam kelas, tugas pekerjaan rumah, tugas terstruktur, b menyelesaikan tugas sesuai batas waktu yang ditetapkan, c menyelesaikan tugas proyek, d tidak berhenti menyelesaikan masalah sebelum selesai, e melakukan tanya jawab berkaitan materi matematika dan keterkaitan dengan persoalan kontekstual dengan nilai kerja keras. Dengan demikian, kerja keras merupakan perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas belajarpekerjaan dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pendapat di atas kerja keras dalam belajar adalah siswa yang pantang menyerah, tekun, dan bersungguh-sungguh dalam kegiatan belajar mengajar. Cara terbaik untuk mengatasinya, dengan langsung membenahi pangkal masalahnya, yaitu motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja. Secara sistematis, Jansen 2011: 24 memetakan motivasi kerja dalam konsep yang ia sebut sebagai “Delapan Etos Kerja Profesional” yaitu: 1. Kerja adalah rahmat. Apa pun pekerjaan kita, entah pengusaha, pegawai kantor, guru sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Tuhan. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun. Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugerah. Dengan bekerja, setiap tanggal muda kita menerima gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Dengan bekerja kita punya banyak teman dan kenalan, punya kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan, dan masih banyak lagi. Semua itu anugerah yang patut disyukuri. Sungguh kelewatan jika kita merespons semua nikmat itu dengan bekerja ogah-ogahanan. Jansen, 2011: 24. 2. Kerja adalah amanah. Apa pun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya. Jansen, 2011: 24. 3. Kerja adalah panggilan. Apa pun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seperti darma Yudistira untuk membela kaum Pandawa. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “I‟m doing my best” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya. Jansen, 2011: 24. 4. Kerja adalah aktualisasi. Apa pun pekerjaan kita, entah dokter, akuntan, ahli hukum, semuanya bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”. Bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan. Secara alami, aktualisasi diri itu bagian dari kebutuhan psikososial manusia. Dengan bekerja, misalnya, seseorang bisa berjabat tangan dengan rasa percaya diri ketika berjumpa dengan temannya. Jansen, 2011: 25. 5. Kerja itu ibadah. Tak peduli apa pun agama atau kepercayaan kita, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata. Jansen mengutip sebuah kisah zaman Yunani kuno seperti ini: “Seorang pemahat tiang menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengukir sebuah puncak tiang yang tinggi. Saking tingginya, ukiran itu tak dapat dilihat langsung oleh orang yang berdiri di samping tiang. Orang-orang pun bertanya, buat apa bersusah payah membuat ukiran indah di tempat yang tak terlihat? Ia menjawab, “Manusia memang tak bisa menikmatmnya. Tapi Tuhan bisa melihatnya.” Motivasi kerjanya telah berubah menjadi motivasi transendental. Jansen, 2011: 25. 6. Kerja adalah seni. Apa pun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi. Jansen mencontohkan Edward V Appleton, seorang fisikawan peraih nobel. Dia mengaku, rahasia keberhasilannya meraih penghargaan sains paling begengsi itu adalah karena dia bisa menikmati pekerjaannya. “Antusiaslah yang membuat saya mampu bekerja berbulan- bulan di laboratorium yang sepi,” katanya. Jadi, sekali lagi, semua kerja adalah seni. Bahkan ilmuwan seserius Einstein pun menyebut rumus-rumus fisika yang sangat rumit itu dengan kata sifat beautiful. Jansen, 2011: 25. 7. Kerja adalah kehormatan. Serendah apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita. Jansen mengambil contoh etos kerja Pramoedya Ananta Toer. Sastrawan Indonesia kawakan ini tetap bekerja menulis, meskipun ia dikucilkan di Pulau Buru yang serba terbatas. Baginya, menulis merupakan sebuah