Pemilihan Nama Tafsir al-Misbah

wahyu Gusmian, 2003: 222. Dalam hal ini tafsir al-Mishbah termasuk dalam kelompok pertama. Berikut ini adalah sistematika penulisan tafsir al-Mishbah, Anshari, 2006: 67, yaitu: a. Kitab tafsir ini dimulai dengan pengantar penulis yang diberi judul “sekapur sirih” yang berisiskan penjelasan penulisan mengani latar belakang penulisan tafsir ini. Dan uraian-uraian lain tentang tafsir ini. b. Pada setiap awal penulisan surah diawali dengan pengantar mengenai penjelasan surah yang akan dibahas secara detail, misalnya tentang jumlah ayat, tema-tema yang menjadi pokok kajian dalam surah, nama lain surah dan lain sebaginya. Terutama surah al-Fatihah, keterangannya tampak diuraikan secara penjang lebar. Hal ini dapat dimaklumi karena surah ini sebagai pembuka dan merupakan induk al- Qur‟an. Dalam al-Fatihah terkandung intisari al-Qur‟an secara keseluruhan. c. Quraish sangat memberi penekanan penjelasan pada munasabah keserasian antara ayat-ayat dan surah dalam al- Qur‟an. Maka dalam memulai sebuah bahasan sebuah surah, Quraish tidak lupa menyertakan keserasian antara surah yang sedang dibahas dengan surah yang sebelumnya. Pada munasabah ayat keserasian ayat ini, Quraish sangat terpengaruh oleh Ibrahim Ibn Umar al- Biqa‟iy 809-889 H dalam bukunya Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa Suwar, seorang tokoh ahli tafsir yang pernah dikajinya saat beliau menulis disertasi. d. Penulisan dalam tafsir ini, sebagaimana yang diakui oleh Quraish dalam pengantarnya, dikelompokkan dalam tema-tema tertentu sesuai urutannya. Pengelompokkan ayat-ayat berdasarkan tema tanpa ada batasan yang tertentu jumlah ayat yang ditempatkan pada kelompok yang sama. Demikian dilakukan sebagai konsekwensi logis terhadap kecenderungan terhadap metode maudhu‟i dan ketidak cocokannya terhadap metode tahliliy. Namun, pengelompokan dalam tafsir ini hanya dititikberatkan pada pengelompokan nomor ayat. e. Dan diikuti dengan terjemahannya, ke dalam bahasa Indonesia berdasarkan pemahamannya sendiri. Artinya beliau tidak berpedoman pada satu terjemahan al- Qur‟an seperti terjemahan versi Depag. Oleh karena itu, tidak jarang ditemukan terjemahan al- Qur‟an di dalam tafsirnya, berbeda dengan terjemahan yang tersebar luas di masyarakat. f. Kemudian langkah selanjutnya, Quraish menjelaskan kandungan ayat demi ayat secara berurutan. Kemudian beliau memisahkan terjemahan makna al- Qur‟an dengan sisipan atau tafsirnya dengan tulisan normal tegak. Kadang-kadang juga beliau menghadirkan penggalan teks ayat, baik berupa kata kalimat atau frase kelompok kata, kemudian menjelaskan makna kata tersebut. g. Pemulisan uraian kosa kata pada tafsir ini hanya yang di pandang perlu saja untuk menghindari bertele-telenya penjelasan kosa kata dan kaedah-kaedah yang disajikan. 41

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

DALAM TAFSIR AL-MISBAH Al- Qur‟an telah banyak memukau banyak orang dari berbagai tingkat intelektual, dari bermacam-macam sikap dan watak, yang hidup dalam berbagai era dan zaman. Al- Qur‟an juga telah menunjukkan kepada mereka tentang kecermatannya yang mendalam, keindahan tulisannya, serta sifat menakjubkannya yang tidak dapat diragukan lagi Nadwi, 1996: 15. Selain itu, ia juga merupakan kebenaran, kebajikan, kebaikan, dan moral yang tinggi. Sebagai bangsa yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tentu tidak salah jika menjadikan Kitab Suci umat, al- Qur‟an, sebagai inspirasi dan aspirasi dalam membangun karakter bangsa. Sebagai Kitab Suci, al- Qur‟an sarat dengan konsep dan nilai-nilai moral yang sangat relevan untuk dijadikan sebagai rujukan utama dalam pembinaan karakter masarakat, khususnya generasi mudanya. Hal ini sangat beralasan, sebab al- Qur‟an telah terbukti berhasil dalam merubah karakter bangsa Arab yang sebelumnya diwarnai dengan berbagai macam bentuk penyimpangan. Sejak hadirnya al- Qur‟an di tengah-tengah masyarakat Arab, terjadi suatu transformasi budaya dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat yang berperadaban. Oleh karenanya, maka pendidikan karakter bangsa yang telah di-pakem-kan oleh Pemerintahan perlu dikaji bagaimana al- Qur‟an menjelaskannya. Bab ini diperuntukkan untuk membahas pendidikan karakter bangsa di bawah naungan al- Qur‟an. Dengan demikian, diharapkan konsep pendidikan karakter bangsa Indonesia itu benar-benar Islami dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Ada 18 karakter bangsa yang akan dibahas satu persatu sesuai dengan Tafsir al- Mishbah yang meliputi pengetahuan, sikap dan perilaku.

A. Religius

Religius didefinisikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang patuh terhadapa ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Menurut indeks al- Qur‟an yang telah dikumpulkan oleh Sukmadjaja Asyarie dan Rosy Yusuf 1994: 215-216, ciri dari kereligiusan itu bisa dilihat dari ketaatan seseorang pada agamanya. Lebih lanjut, Asyarie dan Yusuf menjelaskan bahwa Kata taat dalam dalam alquran ada 52 ayat. Sedangkan perintah untuk mentaati Allah diulang sebanyak 8 kali. Perintah untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya terulang sebanyak 4 kali. Perintah untuk mentaati ulil amri hanya satu kali. Sedangkan ayat yang menjelaskan mentaati Allah sama dengan mentaati Rasul juga 1 kali. Kata taat terindeks di al- Qur‟an dalam 52 ayat, yaitu, 2;93,285; 3;17,173; 4;13,34,59,65,69,80,81; 5;7,92; 8;20,46; 9;71; 20;90; 24;52,53,54,56; 26;108,110,126,132,144,150,163,179; 29;65; 31;32; 33;31,35,66; 38;17,19,30,44; 43;63; 47;21,33; 48;17; 49;14; 51;50; 58;13;