rakyat keramat kuda dan sosiologi sastra dalam buku karangan Sapardi Djoko
Damono.
2.2.1 Teori Struktural
Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan suatu hasil yang optimal
dari karya sastra yang akan dianalisis. Teeuw 1984 : 135 berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk
membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang
menyeluruh”. Berdasarkan pedapat diatas, teori struktural adalah pendekatan yang
bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur
pembentuknya. Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas
unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar dan penokohan.
1. Tema
Stanton 1965 : 88, tema adalah “Makna yang dikandung sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung didalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra”.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Fananie 2000 : 84 mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya
Sudjiman 1978 : 74, “Tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama didalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.
Dari pendapat di atas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan
pengarang.
2. Alur atau Plot
Semi 1984 : 45, “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan
bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa
yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau masalah.
Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan oleh Lubis 1981 : 17, yaitu :
“1. Situation pengarang mulai melukiskan suatu keadaan
2. Generating Circumtances peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak
3. Rising Action keadaan mulai memuncak 4. Climax peristiwa mencapai puncak
5. Denowment pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua
peristiwa”
3. Latar atau Setting
Daryanto 1997 : 35 , “Latar atau setting adalah jalan aturan, adap memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, Sumarjo dan Saini 1991 : 76 , menjelaskan bahwa “Latar bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita
menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang
menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya”. Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi.
Pembaca, dengan demikian merasa dipermudah untuk mengoprasikan daya imajinasi-nya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis
sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang di ceritakan sehingga
merasa lebih akrab. Hal ini dapat terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat , warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.
Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.
4. Perwatakan atau Penokohan