Kandungan bahan organik Hasil penelitian laboratorium .1 Oksigen terlarut DO

Atlas 1984 menjelaskan bahwa, mikroorganisme memiliki pola pertumbuhan logaritmik di awal fase pertumbuhan selnya. Pembelahan sel yang sangat besar ini membutuhkan oksigen yang besar pula sebagai sumber energi dalam proses metabolismenya. Pada Gambar 4, terlihat adanya kesamaan kebutuhan oksigen harian yang diperlihatkan oleh kedua stasiun. Hasil analisis statistik dengan menggunakan Nested design menunjukkan tidak adanya perbedaan nilai kebutuhan oksigen harian yang cukup signifikan antara kedua stasiun, pada nilai P 0,1. Akan tetapi untuk perlakuan di masing-masing stasiun, analisis BNT memperlihatkan adanya perbedaan nilai kebutuhan oksigen harian yang signifikan antara perlakuan 1 dengan perlakuan lainnya pada nilai P 0,1. Perbedaan yang tidak nyata hanya diperlihatkan oleh perlakuan 2 dan 3 dengan nilai P 0,1 Lampiran 17. Novotny dan Olem 1994 menyatakan bahwa keseimbangan oksigen di perairan, selain dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan besaran kebutuhan oksigen, juga dipengaruhi oleh kondisi fisik estuari seperti arus dan pasang surut. Faktor ini merupakan dua hal yang dapat mepengaruhi terjadi proses mixing atau pencampuran di estuari. Proses mixing secara langsung akan membuat partikel dan zat terlarut di perairan menjadi homogen. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan oksigen di badan air dan di sedimen.

4.1.2 Kandungan bahan organik

Kandungan bahan organik di perairan dapat diestimasi dengan mengukur jumlah oksigen yang terpakai pada dekomposisi mikroba perairan dalam botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 20 o C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya Boyd, 1988. Nilai BOD yang terukur menunjukkan jumlah bahan organik yang terdapat di perairan tersebut. Meski bukan jumlah bahan organik secara keseluruhan Wetzel, 1983. Nilai BOD yang terukur selama masa pengamatan memperlihatkan adanya perbedaan nilai bahan organik yang terdapat di kolom air pada saat awal pengamatan dan pada akhir pengamatan. Nilai BOD yang terukur pada awal pengamatan lebih besar dibandingkan dengan saat akhir pengamatan Gambar 5. Hal ini dikarenakan sebagian bahan organik telah terdekomposisi selama masa pengamatan inkubasi. Pada stasiun 1, nilai BOD pada awal pengamatan hampir merata di semua perlakuan, dimana nilai BOD tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan 3 yaitu 4,23 mgl dan yang terendah 3,89 mgl pada perlakuan 2. Sedangkan pada akhir pengamatan nilai BOD berkisar antara 0,21 mgl dan 0,87 mgl. Pada stasiun 2, nilai BOD pada awal pengamatan terlihat lebih bervariasi pada setiap pengamatan. Nilai BOD tertinggi diperlihatkan oleh perlakuan 3 yaitu 4,95 mgl dan yang terendah yaitu 2,62 mgl pada perlakuan 2. Sedangkan pada akhir pengamatan nilai BOD yang diperoleh berada pada kisaran 0,19 mgl dan 0,87 mgl. Tingginya nilai BOD pada perlakuan 3 di kedua stasiun diduga karena tingginya kandungan bahan organik akibat proses pengadukan yang diberikan terhadap perlakuan 3. Proses pengadukan ini menyebabkan bercampurnya kandungan bahan organik yang terdapat di sedimen dan bahan organik yang terlarut di air. Secara umum, nilai kandungan bahan organik yang diperlihatkan oleh nilai BOD di stasiun 1 lebih besar dibandingkan dengan stasiun 2. Analisis stastistik dengan menggunakan uji-t, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap kandungan bahan organik antara kedua stasiun tersebut pada nilai P 0,1 Lampiran 4. Hasil analisis statistik dengan uji-t di kedua stasiun menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan yang diperlihatkan oleh perlakuan 2 dan 3, baik pada saat awal pengamatan maupun pada akhir pengamatan pada nilai P 0,1. Ini menunjukkan bahwa jumlah bahan organik yang digunakan oleh mikroorganisme selama proses dekomposisi berlangsung juga hampir sama. Perbedaan nilai BOD yang nyata diperlihatkan oleh perlakuan 1 dengan perlakuan 2 dan 3. Dimana nilai BOD yang tersisa untuk perlakuan 1 di akhir pengamatan masih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya Lampiran 18 dan 19. Hal ini menunjukkan bahwa peran sedimen dalam proses dekomposisi di dasar perairan sangat kuat. B OD m g l 1 2 3 4 5 6 Awal Akhir Awal Awal Akhir Akhir Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Stasiun 1 B O D m g l 1 2 3 4 5 6 Awal Awal Awal Akhir Akhir Akhir Perlakuan 1 Perlakuan 3 Perlakuan 2 Stasiun 2 Keterangan : 1 = Akuarium berisi air sampel saja 2 = Akuarium berisi air sampel dan sedimen tanpa diaduk 3 = Akuarium berisi air sampel dan sedimen yang diaduk Gambar 5 . Kandungan bahan organik melalui analisis BOD 5 pada pengamatan yang berbeda terhadap waktu pengamatan Bervariasinya nilai kandungan bahan organik di satasiun 2, dan perbedaan jumlah bahan organik di kedua stasiun, diduga disebabkan oleh jenis bahan organik yang terdapat di stasiun 2 lebih bervariasi dibanding dengan stasiun 1. Nilai BOD menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat didekomposisi oleh mikroorganisme. Hal ini diduga karena pada stasiun 2 juga terdapat jenis bahan organik yang sulit didekomposisi oleh mikroorganisme. Stasiun 1 merupakan tempat pembuangan langsung limbah sisa hasil kegiatan peternakan sapi. Hal ini memungkinkan jenis bahan organik yang dominan terdapat di stasiun 1 adalah jenis bahan organik yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Berbeda dengan satasiun 2 yang terletak lebih dekat dengan muara, dimana akumulasi bahan organik dari berbagai kegiatan di sepanjang bantaran sungai lebih besar terjadi di tempat ini. Penumpukan bahan organik di sedimen sungai disebabkan oleh rendahnya kecepatan arus di sungai tersebut. Sungai yang memiliki arus yang rendah akan mempercepat proses penumpukan bahan organik dan partikel lainnya di dasar sungai Novotny dan Olem, 1994.

4.1.3 Tekstur sedimen