BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai bulan Desember 2008. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, Laboratorium
Peningkatan Mutu Kayu, dan Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bambu tali Gigantochloa apus J.A. J.H Schultes Kurz yang berumur 28 bulan yang
diperoleh dari Desa Pabangbon, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dan perekat MDI Methane-Diphenyl-Isocyanate yang terdiri dari resin dan hardener,
serta 5 gulung perekat kertas lakban. Alat-alat yang digunakan adalah mesin kempa, oven, desikator, circular saw,
caliper, mikrometer, penggaris, neraca digital, universal testing machine merk Instron
serta alat-alat pendukung seperti alat tulis, kalkulator dan gunting.
3.3 Rancangan Penelitian
Hingga saat ini, anyaman bambu belum diaplikasikan dalam pembuatan bambu lapis berskala industri. Hal ini berkaitan dengan kendala yang dihadapi
antara lain a diperlukannya anyaman bambu berukuran besar untuk memenuhi permintaan skala industri, b pembuatan anyaman bambu berukuran besar
mengakibatkan rendahnya efisiensi bahan baku karena bahan baku berukuran kecil tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu penjajakan
untuk melihat kemungkinan dibuatnya bambu lapis berukuran besar dengan cara menyambung panil-panil bambu lapis berukuran kecil. Pemilihan lakban sebagai
perekat awal antar sambungan dilatarbelakangi antara lain karena a mudah diperoleh, b murah, c berbahan dasar kertas dan berpori sehingga memudahkan
penetrasi perekat cair pada pengerjaan perekatan tahap kedua. Adanya sambungan tentu akan mempengaruhi sifat kekuatan bambu lapis.
Hipotesis yang berkembang adalah, adanya sambungan mengakibatkan
menurunnya sifat mekanis bambu lapis. Untuk itu diperlukan suatu model penyusunan letak sambungan yang optimal, yaitu suatu model yang dapat
meminimalkan penurunan sifat mekanis bambu lapis, atau dengan kata lain, kekuatannya paling mendekati kekuatan bambu lapis tanpa sambungan.
Berdasarkan konsep tersebut, maka dibuatlah beberapa model penyusunan letak sambungan. Terdapat 6 model penyusunan letak sambungan 1 diantaranya
adalah bambu lapis tanpa sambungan yang berlaku sebagai kontrol yang diuji sifat fisis mekanisnya untuk kemudian dianalisis secara deskriptif dengan nilai
rataan dari 3 ulangan. Dengan demikian contoh uji yang digunakan berjumlah 18. Berikut adalah 6 buah model penyusunan letak sambungan yang dibuat dalam
penelitian gambar tampak samping : a.
Kontrol tanpa sambungan
Perlakuan : tanpa sambungan, berlaku sebagai kontrol.
Asumsi : dengan tidak adanya sambungan maka kekuatan sifat
mekanisnya paling baik b.
Model A 5 sambungan berurutan
Perlakuan : sambungan disusun berurutan pada seluruh lapisan.
Asumsi : model penyusunan sambungan seperti ini diduga
merupakan komposisi yang paling lemah sifat mekanisnya. c.
Model B 2 sambungan berurutan
Perlakuan : sambungan disusun secara berurutan pada dua lapisan
teratas.
Asumsi : bekerja gaya tekan pada 2 lapisan teratas dan gaya tarik
pada 3 lapisan terbawah. Dengan komposisi tersebut diharapkan bambu lapis dapat mencapai kekuatan optimum.
d. Model C 3 sambungan berurutan
Perlakuan : sambungan disusun secara berurutan pada tiga lapisan
teratas. Asumsi
: bekerja gaya tekan pada 3 lapisan teratas dan gaya tarik pada dua lapisan terbawah. Komposisi ini dibuat untuk
dibandingkan dengan Model B. Diduga bahwa kekuatan komposisi ini lebih rendah daripada kekuatan Model B.
e. Model D 3 sambungan selang-seling
Perlakuan : sambungan disusun pada lapisan 1, 3, dan 5.
Asumsi : selama ini, teknik penyusunan batu bata yang berselang-
seling pada bangunan terbukti dapat mengatasi bekerjanya gaya—tekan dan benturan—pada bangunan yang
bersangkutan. Diharapkan teknik penyusunan sambungan serupa yang dilakukan pada bambu lapis dapat memberikan
hasil yang sama memuaskannya dengan teknik yang diadaptasi.
f. Model E 2 sambungan selang-seling
Perlakuan : sambungan disusun pada lapisan 2 dan 4.
Asumsi : komposisi ini masih mengadaptasi teknik penyusunan
batu-bata yang berselang-seling. Selain untuk dibandingkan
dengan seluruh model sambungan, komposisi ini juga secara khusus untuk dibandingkan dengan Model D.
3.4 Analisis Data