Bambu Tali Gigantochloa apus J.A. J.H. Schultes Kurz

4. MOE kgcm 3 131.19 98.29 76.21 143.21 5. Tekan sejajar serat kgcm 2 605 521 455 627 6. Tekan tegak lurus serat kgcm 2 2.13 1.91 1.32 2.01 1.91 Sumber : Syafi’i 1984 tidak dapat dibuat spesimen percobaan karena dinding bambu terlalu tipis Beberapa kelebihan bambu antara lain a pertumbuhannya cepat, dapat diolah dan ditanam di berbagai tempat sehingga dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, b memiliki sifat mekanis yang baik, c hanya memerlukan alat yang sederhana, d kulit luar yang mengandung silikat dapat melindungi bambu. Sedangkan beberapa diantara kelemahannya adalah a keawetan bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan, b sangat rentan terhadap resiko api, dan c bentuknya silinder sehingga menyulitkan proses penyambungan Krisdianto dkk., 2000. Selanjutnya, Krisdianto juga menyatakan bahwa dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu terkadang menemui beberapa keterbatasan. Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuat sukar dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih sebagai bahan komponen konstruksi bangunan. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari bambu yang dikuliti, khususnya dalam keadaan basah mudah diserang oleh jamur biru dan bulukan, sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang serangga bubuk kering dan rayap kayu kering.

2.2 Bambu Tali Gigantochloa apus J.A. J.H. Schultes Kurz

Widjaya 2001 menyatakan bahwa banbu tali termasuk family Graminae yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia dan diduga berasal dari Burma, tumbuh di daerah tropis yang lembab dan daerah yang kering, berumpun simpodial, rapat dan tegak, tersebar di seluruh Jawa dan tumbuh meliar di Taman Nasional Alas Purwo dan Meru Betiri. Jenis bambu ini mmpunyai nama daerah bambu tali Indonesia, pring tali, pring apus Jawa, awi tali Sunda. Jenis bambu ini umumnya mempunyai rumpun yang rapat, buluhnya mencapai tinggi 10-20 meter, berwarna hijau terang sampai kekuning-kuningan, percabangannya tidak besar, cabang primer tumbuh dengan baik yang kemudian diikuti oleh cabang-cabang berikutnya seperti yang terlihat pada Gambar 1. Pada buku-bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan miang cokelat kehitaman yang melekat. Pelepah bulunya tidak mudah lepas dari buluhnya meskipun umur buluh sudah tua Sastrapradja et al., 1980. Gambar 1 Gigantochloa apus J.A J.H. Schultes Kurz Dransfield dan Widjaya 1995 mendeskripsikan bambu tali sebagai tanaman bambu simpodial, berdiri tegak, tinggi batang 8-30 meter dengan buluh 4-13 cm dan tebalnya bisa mencapai 1,5 cm. Berwarna hijau terang sampai kuning, panjang ruas 20-75 cm, buku sedikit membengkok pada bagian luar. Panjang serat sekitar 0,9-5,5 mm; diameter serat 56,3µm; tebal dinding 1-3µm. Kadar air rata-rata batang bambu segar adalah 54,3 dan batang bambu kering 15,1. Komponen-komponen kimia dari batang bambu tali diantaranya holoselulosa 52,1-54,7; pentosan 19,1-19,3; lignin 24,8-25,8; kadar abu 2,7- 2,9; silika 1,8-5,2. Kelarutan dalam air dingin 5,2; air panas 5,4-6,45; dan kadar patinya berfluktuasi antara 0,24-0,71, tergantung pada musim. Kegunaan bambu tali cukup banyak. Umumnya, penduduk setempat menggunakan buluhnya untuk bahan bangunan dinding, lantai, langit-langit dan atap, keranjang tradisional dan kerajinan tangan. Di Jawa Barat telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri papan serat bambu Widjaya, 2001.

2.3 Perekat