Untuk mengetahui pengaruh model letak sambungan terhadap keteguhan patah bambu lapis, dilakukan analisis sidik ragam dan hasilnya disajikan pada
Tabel 6. Tabel 6 Analisis sidik ragam keteguhan patah bambu lapis
Sumber DB
JK KT
F hit. Pr F
F tabel keragaman 0,05
0,01 Model letak
5
3297007.52 659401.50 47.43 0.0001 3.106 5.064
sambungan
Keterangan : DB : Derajat Bebas
JK : Jumlah Kuadarat KT : Kuadrat Tengah
: nyata : sangat nyata
tn : tidak nyata
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa model letak sambungan berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan patah bambu lapis. Hasil uji lanjut
Duncan Lampiran 3 menunjukkan bahwa keteguhan patah bambu lapis pada model B berbeda nyata dengan bambu lapis kontrol dimana bambu lapis kontrol
adalah yang terbaik; tidak berbeda nyata dengan model D dan E dimana meski tidak berbeda nyata namun nilai keteguhan patah model B adalah yang terbaik
bila dibandingkan dengan model D dan E; dan berbeda nyata dengan model C dan A yang nilai keteguhan patahnya menempati urutan dua terbawah. Sehingga untuk
mendapatkan bambu lapis dengan nilai keteguhan patah paling mendekati keteguhan patah bambu lapis kontrol, maka disarankan penggunaan model letak
sambungan B.
4.2.2 Keteguhan Lentur Modulus of ElasticityMOE
Keteguhan lentur atau Modulus of Elasticity merupakan suatu besaran yang menunjukkan sifat elastisitas suatu bahan atau material. Nilai keteguhan
lentur pada penelitian bambu lapis ini berkisar antara 4.670 kgcm² sampai dengan 29.911 kgcm
2
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Histogram hubungan antara keteguhan lentur dengan model letak sambungan.
Nilai keteguhan lentur terendah terdapat pada Model Letak Sambungan C, dimana peletakan sambungan disusun secara berurutan pada tiga lapisan teratas.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa bekerjanya gaya tarik pada tiga lapisan teratas dan gaya tekan pada dua lapisan terbawah merupakan komposisi letak
sambungan yang paling lemah nilai keteguhn lenturnya. Sementara itu, nilai keteguhan lentur tertinggi terdapat pada Model Letak Sambungan D, dimana
peletakan sambungan disusun secara berselang-seling pada lapisan 1, 3, dan 5 yang merupakan adaptasi dari teknik peletakan batu-bata untuk konstruksi
bangunan. Hasil pengujian sifat keteguhan lentur ini menunjukkan bahwa komposisi Model D adalah yang terbaik. Meski demikian, nilai MOE pada Model
D ini masih tertinggal jauh bila dibandingkan dengan nilai MOE bambu lapis kontrol yang besarnya 68.329 kgcm².
Untuk mengetahui pengaruh model letak sambungan terhadap keteguhan lentur bambu lapis, dilakukan analisis sidik ragam dan hasilnya disajikan pada
Tabel 7. Tabel 7 Analisis sidik ragam keteguhan lentur bambu lapis
Sumber DB
JK KT
F hit. Pr F
F tabel keragaman 0,05
0,01 Model letak
5
6711415488 1342283098
8.42 0.0013 3.106 5.064 sambungan
Keterangan : DB : Derajat Bebas
JK : Jumlah Kuadarat KT : Kuadrat Tengah
: nyata : sangat nyata
tn : tidak nyata
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa model letak sambungan berpengaruh sangat nyata terhadap keteguhan lentur bambu lapis. Hasil uji lanjut
Duncan Lampiran 4 menunjukkan bahwa keteguhan lentur yang dihasilkan model D tidak berbeda nyata dengan model B, namun berbeda nyata dengan nilai
keteguhan patah bambu lapis kontrol. Menurut standard SNI, nilai minimum MOE untuk ketebalan bahan
kurang dari 6,0 mm adalah 85.000 kgcm
2
. Dengan demikian, seluruh nilai MOE pada hasil penelitian ini tidak memenuhi standar yang ada.
4.2.3 Keteguhan Geser Tarik