UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.6.2.2 Pasien Diabetes Mellitus Tipe II berdasarkan usia
Berdasarkan pengelompokkan usia, pasien paling banyak mengalami DM Tipe II adalah pasien dengan usia antara 50-60 tahun.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandagi 2010 dalam hasil penelitiannya menunjukkan status kualitas
hidup berhubungan dengan usia 75. Selanjutnya penelitian Isa Baiyewu 2006, juga memperlihatkan bahwa sosiodemografi salah
satunya usia mempengaruhi kualitas hidup pasien. Terkait dengan pasien DM Tipe II, perubahan fisiologis, anatomis serta biokimiawi yang muncul
seiring dengan penambahan usia, akan meningkatkan gangguan toleransi glukosa dan resistensi insulin. Dapat juga dikatakan bahwa gangguan
toleransi glukosa meningkat dengan bertambahnya umur. Salah satu faktor risiko terjadinya DM adalah usia 40 tahun,
karena pada usia ini umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat, sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin karena
gangguan pada sel beta prankreas dan resistensi Insulin Sukarmin, 2008. Menurut Smeltzer 2008 resistensi Insulin pada DM Tipe II cenderung
meningkat pada lansia 40-65 tahun, riwayat obesitas dan adanya faktor keturunan.
5.6.2.3 Pasien Diabetes Mellitus Tipe II berdasarkan IMT
Berdasarkan hasil IMT menunjukkan bahwa sebagian besar sampel memiliki nilai IMT 25-29,9 memiliki status gizi obesitas sedang. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Purnawati 1998 dari Universitas Indonesia, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara IMT dengan
terjadinya DM Tipe II. IMT tinggi mempunyai resiko 2 kali lebih besar untuk terkena DM Tipe II dibandingkan dengan IMT rendah.
Timbunan lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya up-take sel terhadap asam lemak bebas dan memacu
oksidasi lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan glukosa dalam otot Mc.Wright, 2008.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.6.2.4 Distribusi pasien Diabetes Mellitus Tipe II yang menjalani
rawat inap berdasarkan hasil diagnosis
Berdasarkan pengelompokkan hasil diagnosis, pasien yang paling banyak adalah pasien dengan diagnosis DM Tipe II dengan komplikasi.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Praditya 2006, dimana 69 pasien dengan diagnosis DM Tipe II dengan
komplikasi. Hal ini terjadi karena, pasien yang menjalani rawat inap adalah pasien dengan status penyakit DM Tipe II yang dirujuk oleh dokter
setelah menjalani rawat jalan dengan kadar glukosa yang tidak terkontrol sehingga memerlukan penanganan medis yang intensif.
Komplikasi yang biasa ditimbulkan oleh Diabetes Mellitus dapat berupa Makrovaskular merupakan penyebab utama peningkatan angka
kesakitan dan kematian pad DM Tipe II tetapi komplikasi Mikrovaskular seringkali ditemukan pada pasien yang baru didiagnosis DM. Menurut
hasil penelitian Bate 2003 komplikasi yang sering dialami pasien DM Tipe II adalah retinopati 20, neuropati 20 maupun nefropati 10
dan selebihnya penyakit Jantung Koroner. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan gambaran bahwa responden yang mengalami komplikasi
adalah sebayak 52 pasien. Pada hasil peneltian ini juga kasus DM Tipe II di RSUP Fatmawati komplikasi yang terjadi adalah neuropati dan
nefropati.
DM tipe II dengan nefropati Jumlah kasus penderita diabetik nefropati di RSUP Fatmawati
sebanyak 8 kasus. Di Amerika Serikat, proporsi pasien DM tipe II dengan gagal ginjal terminal sebasar 7 di tahun 1982 dan meningkat menjadi
36 pada tahun 1992 Ritz dan Orth, 999.
DM tipe II dengan neuropati Penderita dengan diagnosis DM Tipe II dengan neuropati di RSUP
Fatmawati sebanyak 10 kasus. Diabetik neuropati merupakan komplikasi vaskuler yang paling utama dan spesifik ada pasien diabetes mellitus baik
tipe I maupun tipe II. Prevalensi terjadinya polineuropati pada pasien DM
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tipe II meningkat setiap tahunnya dan meningkat pada pasien dengan hipoinsulinemia Partanen et al.,1995.
5.6.2.5 Data Analisis Hasil Pemeriksaan Laboratorium