20
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui
”.QS. An-Nur 24:32
Tentang hukum melakukan perkawinan, ibnu rusyd menjelaskan: segolongan fuqoha, yakni jumhur berpendapat bahwa nikah itu hukumnya
sunnat. Golongan zahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama malikiyah mutaakhirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian
orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan lain.
27
Hukum nikah sangat erat hubungannya dengan mukallaf pelakunya.
28
Dilihat dari segi kondisi orang yang yang melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunat, haram, makruh ataupun
mubah.
29
.Berikut adalah definisinya:
1. Wajib
Apabila seseorang sudah mampu manikah, kebutuhan biolgisnya sudah mendesak dan dia takut atau khawatir akan menuju hal diharamkan
oleh agama berzinah maka di wajibkanlah untuk orang yang seperti itu menikah, karena untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang haram adalah
sesuatu hal yang wajib dan tidak ada jalan yang lain kecuali menikah.
30
27
Abdul Rahman Gozaly, Fikih Munakahat, Jakarta: PT. kencana, 2003, cet.1, h., 16.
28
Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmad, Fikih Islam Lengkap, h., 224.
29
Abdul Rahman Gozaly, Fikih Munakahat, Jakarta: PT. kencana, 2003, cet.1, h., 18.
30
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1992 Jilid 2, juz 6, h., 13.
21
2. Sunnah
Seseorang yang telah di sunnatkan untuk menikah adalah sesorang yang sudah mempunyai kesanggupan untuk menikah dan sudah mampu
untuk memelihara diri sendiri dari segala perbuatan yang terlarang karena sudah jelas perkawinan adalah suatu hal yang bagus dan baik bagi dirinya,
dan juga Rasulullah SAW melarang sesorang hidup sendirian tanpa menikah.
31
3. Makruh
Seseorang yang di anggap makruh untuk melakukan perkawinan adalah seseorang yang belum pantas untuk menikah, belum mempunyai
keinginan untuk menikah, serta belum mempunyai bekal untuk melangsungkan perkawinan.Namun ada juga orang yang telah mempunyai
bekal untuk menikah. Namun fisiknya mengalami cacat, seperti impoten, usia lanjut berpenyakit tetap, dan kekurangan fisik.
4. Haram
Seseorang di haramkan untuk menikah, alasannya adalah orang tersebut sebenarnya mempunyai kesanggupan untuk menikah akan tetapi
apabila ia melakukan perkawinan ia akan menimbulkan atau memberikan kemudharatan kepada pasangannya, seperti contoh, orang gila, orang yang
suka membunuh atau yang mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan pasangannya ataupun orang-orang di sekitarnya atau orang
yang memiliki penyakit HIV atau AIDS yang mana akan menyebabkan
31
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993, h., 16
22
menularnya penyakit
yang akan
merugikan pasangannya
dan keturunannya. Atau juga orang yang tidak mampu memnuhi nafkah lahir
bathin pasangannya, serta kebutuhan biologisnya tidak mendesak maka orang tersebut haram untuk menikah.
Dari beberapa definisi yang telah di uraikan di atas dapat di simpulkan bahwa suatu hukum perkawinan dapat berubah sewaktu-waktu
sesuai dengan penjelasan sebelumnya. Apabila ia sudah memenuhi kriteria dengan beberapa hukum di atas maka dia harus melaksanakannya, dalam
islam, perkawinan merupakan suatu yang sakral dan juga merupakan suatu untuk pengalaman ibadah kita kepada Allah SWT.
C. Rukun dan Syarat Perkawinan