1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Gaya hidup merupakan suatu pola atau tindakan seseorang dalam melakukan kegiatan sosialnya, menunjukkan bagaimana cara hidup,
bagaimana cara melakukan aktifitas sehari-harinya, bagaimana ia menggunakan uangnya, dan lain-lain. Konsumtif merupakan perilaku dalam
mengonsumsi suatu barang atau jasa secara berlebihan, bukan karena kebutuhan melainkan hanya karena tuntutan gengsi, mengikuti tren,
menyalurkan hasrat, keinginan, dan lain-lain. Fenomena gaya hidup konsumtif dalam masyarakat era modern saat
ini sangat sering terjadi tanpa kita sadari, status sosial, tuntutan hidup yang tinggi, dan menunjukkan identitas diri seseorang menjadi salah satu faktor
penyebabnya. Hal ini sangat menarik untuk diteliti, contohnya adalah bagaimana cara masyarakat modern menggunakan uangnya terutama
dikalangan mahasiswa yang kebanyakan dari mereka belum memiliki penghasilan tetap. Yang pada idealnya, seharusnya uang itu dibelanjakan
untuk membeli berbagai keperluan pendidikan dan kuliah seperti membeli buku, membayar praktikum, membayar iuran semester, membayar kegiatan
observasi dan lain-lain. Akan tetapi pada kenyataannya sekarang hal tersebut sudah mulai bergeser, kebutuhan mereka menjadi kompleks seperti
pemenuhan kebutuhan akan hiburan semata. Contohnya menonton konser, menonton film, membeli video game, membeli foto idola, membeli poster,
membeli komik, berbelanja online, membeli pulsa, hangout bersama teman sejawat, membeli gadget, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan secara
berulang-ulang atau secara terus menerus oleh para pelaku konsumen dalam hal ini adalah kalangan mahasiswa. Lambat laun hal-hal tersebut menjadi
suatu industri budaya konsumsi yang memang lazim untuk dilakukan. Dan
jika tidak dilakukan maka pelaku konsumen akan merasa dirinya tertinggal, diasingkan, dan dianggap tidak up to date pada perkembangan zaman.
Menurut Strinatri dalam Bagong, di dalam era kapitalisme kebudayaan dapat diproduksi secara tak terbatas, terutama karena di dukung
perkembangan teknik-teknik produksi industri dan teknologi informasi yang masif atau terus-menerus, sehingga pada titik tertentu terjadilah proses
komersialisasi kebudayan.
1
Berbeda dengan definisi budaya yang biasanya mengacu kepada hukum, tata nilai, dan norma sosial, dalam masyarakat
modern yang dimaksud dengan budaya adalah budaya populer atau budaya pop yang dibentuk melalui berbagai teknik industrial produksi massa dan
dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan atau benefit kepada khalayak konsumen.
2
Menurut Strinatri dalam Bagong, budaya massa adalah budaya populer, yang diproduksi industri budaya untuk pasar massal
3
. Salah satu ciri yang menonjol dari produk budaya massa adalah tawaran kesenangan,
fantasi, dan menghibur. Industri budaya membentuk selera dan kecenderungan massa sehingga
mencetak kesadaran mereka dengan cara menanamkan keinginan mereka atas kebutuhan-kebutuhan palsu. Oleh karena itu, industri budaya berusaha
mengesampingkan kebutuhan-kebutuhan riil atau sejati.
4
Dewasa ini salah satu contoh kasus yang sukses memasarkan berbagai produk budaya dan
berhasil merangsang tumbuhnya gaya hidup konsumtif yang sinergistik, yang dimaksud konsumsi sinergistik disini adalah gabungan dari sekain
banyak aktivitas hobi, seperti menonton filmnya, membeli mainannya, membeli novelnya, memakai kostum, membeli dan bermain video game dan
menelusuri web interaktif Erni, dalam Bagong
5
salah satu contoh
1
Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Mayarakat Post- Modernisme, Jakarta: Kencana Prenada Media Group: 2013, Cet. ke-1, h. 117
2
Ibid., Bagong, h. 117
3
Ibid., Bagong, h. 117
4
Dominic Strianati, Popular Culture Pengantar Menuju Teori Budaya Populer, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media: 2010, h. 107
5
Bagong, op. cit., h. 122
konsumsi sinergistik adalah industri budaya dari Jepang.
6
Kekuatan industri budaya Jepang, tidak hanya mampu bersaing dengan berbagai produk
budaya asal Barat, dengan memproduksi berbagai produk budaya, mulai dari komik manga, game, anime, idol group, gaya berbusana Harajuku
Style dan berbagai merchandise lain, kekuatan industri di Jepang ini dalam beberapa tahun terakhir juga terbukti mampu merebut hati konsumen,
khususnya dikalangan mahasiswa untuk membeli berbagai produk industri budaya mereka yang terkait.
Di Indonesia sendiri untuk industri budaya dari Jepang sudah sangat lama ada, mulai dari lagu, film-film kartun seperti Doraemon, Ultraman,
Naruto, dan lain-lain. Lalu akhir-akhir ini mulai menyeruak menguasai pasar dengan tawaran dunia hiburan industri budaya dari Jepang, yaitu
industri budaya penggemar atau fans. Para fans akan berkontribusi antara satu sama lain dengan media fans terkait dan sang idola dengan cara
membeli merchandise mereka.
7
Contohnya dengan cara membeli berbagai merchandise khas sang idola, seperti kaos, sticker, poster, majalah,
gantungan kunci, jaket, kipas, topi, photo pack dan lain-lain. Menyeruaknya tawaran dunia hiburan yang berasal dari Jepang
tersebut menyebabkan terjadinya fenomena budaya penggemar atau fans di Indonesia, terutama pada kalangan mahasiswa, yaitu fenomena dimana
seseorang mengagumi tokoh idola yang disukainya secara berlebihan dan bahkan bisa dikatakan menyukai secara tidak wajar. Idola mempengaruhi
remaja dalam banyak aspek, idola mempertunjukkan di TV, di majalah, dan beberapa di koran. Mereka mempengaruhi fashion remaja, gaya hidup,
kebiasaan makan dan lain sebagainya. Misalnya, remaja membeli sebuah produk yang direkomendasikan oleh idola mereka pada sebuah majalah.
8
Mereka menghabiskan banyak waktu dan uang mereka untuk idola yang
6
Ibid., Bagong, h. 123
7
Jóna Björk Jónsdóttir, op. cit., h. 3
8
Fu Szu-Wei dan Chen Yi-Jiun, A Study on the Effect That Idols Have on Students http:www.shs.edu.twworksessay2008032008033114434513.pdf di akses melalui internet
pada tanggal 03-09-2016 pada pukul 15:03, h. 2
mereka sukai, termasuk performa mereka, produk, dan kegiatan dengan fans yang lainnya dan komunitas penggemar. Diduga, pengikutsertaan fans kaum
muda pada idola mereka mungkin akan menganggu akademik mereka, prestasi intelektual, identitas dan perkembangan emosional, dan hubungan
interpersonal.
9
Fenomena ini sangat gencar terjadi di Indonesia belakangan ini, berdasarkan observasi awal yang saya lakukan, saya menemukan dimana
para fans rela mengantre selama berjam-jam lamanya untuk membeli tiket konser sang idola, mengikuti kemana saja sang idola pergi, mengonsumsi
produk yang digunakan sang idola, mengonsumsi produk yang ada kaitannya dengan sang idola misalnya sang idola mengiklankan suatu
produk makanan atau minuman maka fans akan membeli produk tersebut demi mendukung sang idola, bahkan ditingkat yang ekstrim sang fans rela
menghadiahi sang idola suatu hadiah yang branded, seperti tas, parfum, sepatu, baju, dan lain-lain.
Begitu populernya industri budaya Jepang diantara muda-mudi Indonesia, diantaranya adalah komik, film animasi, cosplay berdandan,
bergaya, atau tampil seperti karakter dari komik manga, anime, video game, karakter acara di TV, film, dan grup band pop, musik, game, fashion,
dan lain sebagainya. Jepang dikenal dunia dengan industri budaya yang khas dan mengakar
hingga ke dalam kehidupan masyarakatnya. Idol merupakan tokoh media populer di Jepang dan bisnis idol telah kuat selama lebih dari 40 tahun lama
nya. Idol wanita biasanya terdiri dari usia remaja, sedangkan idol pria kelihatannya tidak memiliki batasan usia.
10
Maraknya berbagai industri budaya Jepang yang masuk ke Indonesia dan salah satunya industri musik
9
Chau-kiu Cheung dan Xiao Dong Yue, Identity Achievement and Idol Worship among Teenagers in Hong Kong, International Journal of Adolescence and Youth, 2003,
Volume 11, h. 1
10
Jóna Björk Jónsdóttir, ザ・アイドル!The Aidoru The Ardent Fans’ Perspective, B.A
Essay, 2013, h. 3
yang saat ini sedang menjadi fenomena oleh masyarakat Indonesia adalah idol group. Ada salah satu grup musik pop yang sangat populer di
Indonesia, AKB48. Di Jakarta, ada juga grup yang serupa, yaitu JKT48.
11
Secara historis JKT48 merupakan sister dari AKB48. AKB48 merupakan cikal bakal munculnya JKT48 di Indonesia. AKB48 adalah
sebuah grup idola idol group yang saat ini di Jepang dan di dunia merupakan pop grup terbesar atau terbanyak
Guinness World Records, 2010
yang dibentuk oleh produser sekaligus pencipta lagu yang sudah sangat terkenal di Jepang, yaitu Yasushi Akimoto. Selain Yasushi Akimoto
ada dua orang lagi yang menjadi founding father atau pendiri dari AKB48 yaitu Yasushi Kubota, dan Shiba Kotaro. AKB48 telah mendulang
kesuksesan di Jepang dan dikancah musik internasional. AKB48 merupakan sebuah grup idola yang penggemarnya di Jepang
sekitar diakhir usia 20-an dan 30-an mencari hubungan emosional dengan gadis dibawah umur. Untuk orang luar, yang dirasakan sifat menyimpang
dari obsesi penggemar menyimpang dari kepatutan sosial.
12
Pada awal pertama kali dibentuk, para anggota AKB48 menyebarkan brosur
mengundang orang-orang untuk menyaksiskan pertunjukan mereka di toko Don Quijote yakni sebuah teater, tempat dimana para anggota AKB48
melakukan pertunjukan. Para anggota AKB48 harus bersabar ketika brosur yang mereka berikan kepada orang-orang dibuang begitu saja dihadapan
mereka, dan mereka harus menerima kenyataan ketika hanya beberapa penonton saja yang menyaksikan pertunjukan mereka. Akan tetapi dengan
kesabaran, latihan yang keras, mental dan keahlian yang terus diasah melalui penampilan mereka di teater dari hari ke hari, kemudian
mengeluarkan single dan album. Perlahan tapi pasti mereka mulai dikenal oleh banyak orang dan total penjualan album mereka bahkan mencapai
11
Yusuke Shindo, op. cit., h. 114
12
Wendy Xie, Japanese “Idols” In Trans-Cultural Reception: The Case of AKB48, Virginia Review of Asian Studies, Vol 16, 2014, h. 80