Gambaran Peranan Istri Petani di Sektor Domestik dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dikarenakan oleh penghasilan mereka kecil. Bentuk peranan para istri petani di desa Bojonggenteng yaitu, bekerja sebagai pedagang, mereka membuka warung yang menjual sayuran, gorengan ada juga yang menjadi pengasuh anak, tukang jahit, dan buruh tani. Setelah dilakukan wawancara dengan para istri petani di dapatkan data-data temuan adanya peranan istri petani di sektor publik. Berikut pemaparannya: Menurut Nena, ”saya sudah bekerja sekitar satu tahun, usaha yang biasa dilakukaan oleh saya untuk memperoleh tambahan pendapatan suami yaa dengan menjadi pengasuh anak tetangga saya.. karena tetangga saya ini punya klinik dan dia baru melahirkan jadi saya menjadi pengasuh bagi anaknya.. penghasilan saya setiap bulannya kecil neng kalo di itung-itung lagi mah, mana anak saya masih kecil-kecil banyak jajannya hehe.. sabulanna teh dapet Rp. 500.000,- neng.. nya lumayan sih buat tambahan keluara, da atuh penghasilan bapak namah cuma Rp. 45.000,- sehari, itu juga kalo lagi disuruh garap sawah. Kalo enggak mah ya gak ada pemasukan. Lumayan neng buat tambahan anak sekolah. 69 Hal lain juga dikemukakan oleh Ikah, “abdi mulai gaduh warung luamayan tos lami, hilap deui da tahun sabaraha.. pengahasilan na setiap harinya rata-rata Rp.50.000,- neng.. segini juga udah alhamdulillah bisa bantu suami.. kadang kan kalo warung sepi suka bantu-bantu suami. 70 Pendapat lain hampir sama dengan yang dikemukakakn oleh Ikah, hasil wawancara dengan Nyai dapat dipaparkan sebagai berikut: Nyai, “saya bekerja di rumah kan ngebuka warung gorengan, lotek, makanan anak-anak udaha lama sejak dari anak-anak masih kecil. Penghasilan perhari nya kurang lebih kadang Rp. 60.000,- kalo rame mah, kadang juga cuma Rp.45.000,-, ya untung-untungan lah neng.. tapi segini juga udah banyak bantu pendapatan suamilah.. 71 Menurut Imas, “udah puluhan tahun mereun neng, tergantung neng, biasanamah.. Rp.40.000,-. 72 69 Nena, Wawancara, Bojonggenteng, 20 September 2016. 70 Ikah, Wawancara, Bojonggenteng, 20 September 2016. 71 Nyai, Wawancara, Bojonggenteng, 25 September 2016. 72 Imas, Wawancara, Bojonggenteng, 8 Oktober 2016. Berdasarkan hasil wawancara di atas diketahui bahwa usaha warung yang para istri buka ternyata untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri selain untuk mencari keuntungan dan menambah pendapatan rumah tangga. Mereka memiliki keuntungan per harinya rata-rata Rp.50.000,00 sampai Rp.60.000,00 meskipun barang yang mereka jual tersebut mempunyai keuntungan Rp.500,00 sampai Rp.1.000,00 per barang sedangkan keuntungan sampingannya yang dapat mendukung kelancaran kegiatan suaminya dalam proses bertani. Kemudian hal senada juga di sampaikan oleh Anah dan Imas, Isah, Amun, Dan Eneng terkait bagaimana peranan nya dalam sektor publik: Menurut Anah, “saya menjadi buruh cuci baru neng, 4 bulanan mereun nya..penghasilanna ge alit neng, sekitar Rp.10.000 kadang ada yang suka ngasih Rp.15.000 ah eta mah teu langkung da ibu mah teu nentukeun.. sakitu teh palingan kanggo nambihan keperluan keluarga dari pendapatan suami. 73 Menurut Amun, “Mulai dari tahun 2012 Neng tibarang lahiran we budak na.. penghasilan nya sekitar Rp.300.000 neng, soalnya sehari nya juga gak full . 74 Walaupun demikin, ternyata ada juga beberapa istri petani yang tidak terlalu banyak bekerja, pekerjaan nya tidak tetap namun terkadang mereka bekerja ketika tawaran pekerjaannya datang lagi seperti yang dikemukakan oleh Isah dan Eneng, sebagai berikut: Menurut Isah, “mulai ti tahun 2005 mereun nya..itu juga karena suami saya sakit udah gak kuat lagi jalan.. saya baru jadi buruh tani.. jadi buruh tani mah gak tentu, paling ageung ge Rp.60.000 Neng.. lumayan wee kanggo sahari-hari mah. Itu juga kalo ada yang ngasih kerjaan buat ngegarap tani 75 Menurut Eneng, “saya lupa neng dari kapan.. kalo pendapatan mah itu tidak tentu kadang Rp.40.000 kadang Rp.45.000 kumaha nu nyuruh na we. Lamun nu nyuruh na tanah garapanna luas pasti gede di kasihna. 76 73 Anah, Wawancara, Bojonggenteng, 8 Oktober 2016. 74 Amun, Wawancara, Bojonggenteng, 15 Oktober 2016 75 Isah, Wawancara, Bojonggenteng, 15 Oktober 2016 76 Eneng, Wawancara, Bojonggenteng, 15 Oktober 2016

D. Analisis Data

Analisis daya yang digunakan dalam penelitian “Peranan Istri Petani Dalam Meningkatkan Pendapatan Rumah Tangga di Desa Bojonggenteng Sukabum i Jawa Barat” mengikuti konsep yang diberikan oleh Miles and Hubermen dan Spradley. Tahap pertama, sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti menganalisa data hasil studi pendahuluan data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian, peneliti mengunjungi kantor desa Bojonggenteng untuk meminta data-data dari desa berupa data demografi desa, jumlah penduduk desa, dan data lainnya. Setelah memasuki lapangan, peneliti melakukan reduksi data. Untuk mempermudah peneliti dalam mereduksi data peneliti menggunakan alat- alat elektronik dalam membantu mencari data dilapangan, peneliti menggunakan handphone untuk memotret dam merecord pada saat wawancara, maka langkah selanjutnya yang ditempuh peneliti adalah menyajikan data. Bentuk penyajian data berupa teks naratif, transkip wawancara yang terdapat pada bagian temuan hasil penelitian dan lampiran. Tahap terakhir dalam analisa kualitatif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang valid dan konsisten di lapangan.

E. Pembahasan

Dalam teori fungsional struktural yang dikembangkan oleh Robert Merton dan Talcot Parson mengemukakan bahwa perlu adanya pimilihan peran antara laki-laki dan perempuan dalam rangka terciptanya keteraturan sosial. Dengan pemeliharaan peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, pimilihan peran antara suami dan istri dalam keluarga inti akan melahirkan harmoni dan memberikan rasa tentang keduanya. Keluarga merupakan bagian penting dalam masyarakat, harmoni dan ketenangan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. Talcott Parson berpendapat bahwa sang suami mengembangkan kariernya di luar rumah, istri bekerja di dalam rumah tangganya merupakan pengaturan yang jelas yang kemungkinannya meniadakan terjadinya persaingan antara suami-istri, karena persaingan suami-istri akan merusak keserasian kehidupan perkawinan, oleh sebab itu teori ini berpendapat bahwa perempuan harus tinggal dalam kehidupan rumah tangga karena ini merupakan pengaturan yang paling baik dan berguna bagi keuntungan masyarakat secara keseluruhan. 77 Dalam teori struktural fungsional yang dikemukakan Talcott Person diatas menunjukan ketidaksesuaian antara teori dengan kondisi di lapangan pada saat peneliti melakukan penelitian. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan peneliti terhadap 8 informan yang berada di desa Bojonggenteng, Sukabumi, Jawa Barat, maka dapat diperoleh informasi bahwa para istri petani memiliki peran ganda, selain berperan di sektor domestik mereka berperan juga pada sektor publik sebagai pencari pendapatan tambahan bagi keluarganya. Para istri petani di desa Bojonggenteng, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat menjalankan peran ini dengan cara menjadi tukang jahit, jual sayur di pasar, membuka warung di rumah, buruh cuci, pengasuh anak, walaupun sebagian besar dari mereka tidak bekerja pada orang lain, mereka telah membantu para suami meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga, usaha mereka sebagian besar memanfaatkan apa yang menjadi sumber daya alam di sekitar mereka. Hanya sejumlah kecil yang memiliki pekerajaan sampingan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan suami. Alasan mereka hanya memanfaatkan dari mengelolah apa yang sudah ada sehingga tidak perlu mengeluarkan uang secara khusus untuk membeli barang produksi karena nantinya memberatkan pengeluaran keluarga. Posisi sebagai pencari nafkah tambahan menempatkan para kaum ibu sebagai anggota keluarga yang membantu suami dalam mencari nafkah sehingga motivasi mereka adalah membantu yang kemudian dipahami sebagai kewajiban di banding wanita untuk membantu suami mengelolah hasil panen. Pada akhirnya pekerjaan sampingan mereka terlihat sebagai 77 Pandu, Maria, ”Perempuan dan Pelestarian Nilai Budaya”, Tesis pada Universitas Jakarta, Jakarta: tesis Doktor Universitas Indonesia, 2006. h. 18.