vi
ف
n en
ك
w we
ق
h ha
ء
, apostrog
م
y ye
2.
Vokal
a. Vokal Tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ
a fathah
__ِ
i kasrah
____ُُ u
dammah b.
Vokal Rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ م
ai a dan i
__َ ك
au a dan u
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
Keterangan
اَى
â a dengan topi di atas
ْ ِى
î i dengan topi di atas
ُل ْك
û u dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf l, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf
qamariyyah. Contoh:
ؿاَجِرلا =
al- rijâl bukan ar-rijâl.
فاَوْػيِدلا
= al-dîwân bukan ad-dîwân.
vii
Adapun jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abu Hâmid al-Ghazâlî bukan Abu Hamid Al-Ghazâlî
viii
ABSTRAK LIA SURAEDAH, NIM: 21140110000010
, “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan
Depok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengembangan
kurikulum keagamaan di pesantren khususnya di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok.
Persamaan tesis ini dengan disertasi Ali Anwar yang berjudul “Pembaharuan Pendidikan di Pesantren: Studi Kasus Pesantren Lirboyo” adalah terletak pada pembahasan
pengembangan pendidikan di pesantren. Disertasi ini membahas seluruh unsur yang terkait dengan pengembangan dan pembaharuan pendidikan di pesantren, namun tidak secara
spesifik membahas pengembangan kurikulumnya. Berbeda dengan tesis ini yang secara mendalam dan komprehensif mengkaji pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren.
Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menggali informasi melalui sumber data primer dengan melakukan studi lapangan
dan mengolah dokumen-dokumen Pesantren al-Hamidiyah. Data sekunder penelitian ini adalah buku-buku yang sangat berhubungan dengan persoalan kurikulum pesantren.
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan antara lain: observasi, wawancara dan dokumuntasi. Analisis data dilakukan dengan mencocokkan hasil temuan dengan teori-
teori para ahli pengembangan kurikulum dan pesantren. Validasi data dilakukan dengan mencocokkan dan membandingkan data dari berbagai sumber. Hasil penelitian ini adalah
Pesantren al-Hamidiyah mengkombinasikan sistem pendidikan pesantren salafiyah dengan sistem pendidikan pesantren modern dan telah mengembangkan kurikulum keagamaannya
dengan melakukan beberapa langkah-langkah yang sesuai dengan teori pengembangan kurikulum yang diterapkan oleh para ahli kurikulum, yaitu: mengupayakan pengembangan
kurikulum keagamaan dengan mempertimbangkan landasan filosofi, psikologi, sosiologi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; prinsip fleksibelitas, relevansi dan
kontinuitas; menggunakan pendekatan subjek akademis dan humanistik, megupayakan pengembangan pada komponen-komponen kurikulum dan menentukan model
pengembangan kurikulum. Dengan demikian berimplikasi pada peningkatan kualitas kurikulum pesantren sehingga dapat terus menarik minat masyarakat dan mampu bersaing
dengan pesantren lain dan lembaga pendidikan lainnya.
Kata Kunci: pengembangan kurikulum, keagamaan, pesantren
ix
ABSTRACT
LIA SURAEDAH, NIM: 21104110000010, Religiosity Curriculum Development in Islamic Boarding School Pesantren Religiosity Curriculum Qualitative Study in Islamic
Boarding School Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok. The goal of research is to acknowledge and analyze religiosity curriculum
development in pesantren, particularly in Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok. This thesis is similar with Ali Anwar‟s dissertation entitled “Pembaruan Pendidikan di
Pesantren: Studi kasus Pesantren Lirboyo” or “Education Innovation in pesantren. That dissertation discussed all the aspect of education development and innovation in pesantren,
but not specifically discussed about curriculum development, different from this thesis that discussed deeply and comprehensively about religiosity curriculum development in
pesantren.
The method used in this research is a descriptive analysis with a qualitative approach, finding information by doing field study primery data and analyzing al-
Hamidiyah‟s documents. Secondary data of this research is the books that very related to pesantren‟s curriculum. Data collection technique used were observations, interviews, and
decomentations. Data analyses have done by matcing the findings and the theories from the experts of curriculum development and pesantren. Data validation has conducted by
matching and comparing the data from various sources. The result of this research is that Pesantren al-Hamidiyah has applying curriculum of
pesantren‟s education which combine traditional, or known as salafiyah
, and modern pesantren‟s curriculum; and developed its religiosity curriculum by doing several steps which is appropriate with curriculum
development‟s theories conducted by curriculum experts, i.e.: endorsing religiosity curriculum development by cosidering philosophy basis, psychology, sociology, and
development of science and technology; flexibelity principal, relevance, and continuity; employing academic and humanistic subject approach; and attempting development on
curriculum‟s components. Therefore, it implicated on higher pesantren‟s curriculum quality that constantly taking people‟s interest and being able to compete with other
pesantren and educatioan institutions. Key Word: religiosity, curriculum development, pesantren
x
صخلم
ةديرس :
ةبلاطلا ليجست مقر 21140110000010
: دهع ا ي ةي يدلا ةيساردلا ج ا ا ريوطت
: ةسارد
ةيعون ةيديم ا دهعم ي ةي يدلا ةيساردلا ج ا ا
ءوفيد ج عاوس .
ا اذ ثحبل
ءوفيد ج عاوس ةيديم ا دهعم ي ةصاخ دهع ا ي ةي يدلا ةيساردلا ج ا ا ريوطت ليلحتل جات ةلداعم
ا اذ ك ثحبل
فاو عب راونأ لعل ةحكرطأاب :
دهع ا ي ةيب لا ديد :
ثح ي ايبرل دهعم ي ةسارد دهع ا ي ةيب لا ريوطت
. ثحبتاك اامإ دهع ا ي ديدجتلاك ريوطتلا ثح تصخ ةحكرطأا ذ ك
ريوطت ا اذه افاخ ةصاخ ةيساردلا ج ا ا
ثحبل دهع ا ي ةي يدلا ةيساردلا ج ا ا ريوطت نبي
ايصفت اماس
. ـدختسا
ا اذ ثحبل
دهع قئاثولا ليل ك ةيناديم تاساردب ةيركرضلا تا يبلا رداصم نم ةيعو لا ةيجه م ةيساردلا ج ا اب قلعت دق بتكلا نم ةيجا ا تا يبلا رداصمك ةيديم ا
ةيدهع ا تا يبلا عم اهقيرطك
قيثوتلاك تاباق اك تاظحا ا اه مك .
نم جئات لا ةقفاوم تا يبلا ليل ك ي نصصخت ا
ك ةيساردلا ج ا ا ي نصصخت ا
رداص اب ةنراقم اهيحصتك دهع ا .
ج ا ا روط ةيديم ا دهعم فأ ثحبلا اذ لصاح ةيفلس ةيدهع ا ةيساردلا ج ا ا طم ب اهئاملع نم ةيساردلا ج ا ا ريوطت ةيرظن قفاوت لا ةي يدلا ةيساردلا
ةيناسنإك ةي داكا اهعوضومك ؛ةيرارمتسإاك ةيقفاو اك ةينكر اك ةيعامإا تارابتعإاب ا ريوطت بسكك؛ ةثيدحك ة ك رخأ دهعم محازيك عمتجا ب ح دهع اذ ةيمكلا اهمدقت اهتبقاعك ةيساردلا ج ا ا ريوطت بسكك
رخأا ةيب لا
ةملكلا حاتفم :
ةيساردلا جهانملا ريوطت –
ةينيدلا -
دهعملا
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah serta lindungan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut risalahnya hingga akhir zaman.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada seluruh dosen dan civitas akademik Magister Pendidikan Agama Islam khususnya kepada Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, Ketua
Program Magister Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Sapiudin, M.Ag, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan
segala fasilitas belajar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memberikan ilmu, inspirasi dan motivasi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.
Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada dosen pembimbing tesis, Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D, yang dengan penuh ketelitian dan
perhatian telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis dalam penulisan dan penyusunan tesis ini.
Tak terlupakan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan mertua yang senantiasa mendoakan dan membimbing serta mengajarkan
untuk selalu bertakwa kepada Allah SWT dan mentaati Rasullullah SAW. Secara khusus penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, H. Munawwir al-Qosimi yang terus
mendo‟akan dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan studi, serta untuk putra-putri tersayang; Muhammad al-Qosimi, Ahmad al-Qosimi, Ibrahim al-Qosimi dan Deana Silvi
semoga Allah SWT melindungi semua. Yang tidak terlupakan terimakasih kepada para santri Pesantren al-
Qosimiyyah Parung Bogor yang turut mendo‟akan dan membantu penulis.
Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ketua Yayasan Islam al-Hamidiyah, Dewan Pengasuh, Kepala MTs dan MA, Kepala Kajian Islam, guru, staf dan karyawan
Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok yang telah terlibat dalam penelitian ini sehingga berjalan dengan lancar dan baik tanpa ada hambatan yang berarti.
Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan di Magister Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan masukkan dan
saran dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga jasa baik semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat-lipat dari Allah
SWT dan semoga semua mendapatkan ridha dari Allah SWT. Amin. Jakarta, Januari 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
LEMBAR PENGESAHAN iv
PEDOMAN TRANSLITERASI v
ABSTRAK viii
KATA PENGANTAR xi
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I : PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Masalah
1 B.
Identifikasi Masalah 7
C. Batasan Masalah
7 D.
Rumusan Masalah 7
E. Tujuan dan Manfaat
7
BAB II :
KURIKULUM DAN
PENDIDIKAN KEAGAMAAN
DI PESANTREN
9
A. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
9 1.
Sejarah Pesantren di Indonesia 9
2. Ragam Pesantren
15 3.
Pola Pendidikan di Pesantren 17
B. Kurikulum Keagamaan
21 1.
Pendidikan Agama dan Keagamaan 21
2. Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren
25 3.
Model-model Pengembangan Kurikulum 46
C. Kerangka Berpikir
51 D.
Telaah Pustaka 52
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
54
A. Metode Penelitian
54 1.
Pendekatan Penelitian 54
2. Jenis Data
54 3.
Objek dan Sumber Data Penelitian 55
B. Teknik Pengumpulan Data
55 C.
Teknik Analisis dan Validasi Data 56
D. Kisi-kisi Pertanyaan Wawancara
56
xiii
BAB IV :
KURIKULUM DAN
PENDIDIKAN KEAGAMAAN
DI PESANTREN AL-HAMIDIYAH
58
A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Pendidikan Pesantren al-
Hamidiyah 58
B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Keagamaan di Pesantren al-
Hamidiyah 63
1. Dinamika Pengembangan Kurikulum Keagamaan Pesantren
al-Hamidiyah 63
2. Upaya-upaya
Pengembangan Komponen-komponen
Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah 69
C. Analisis Pengembangan kurikulum KeagamaanKajian Islam
Pesantren al-Hamidiyah 91
1. Landasan Filosofi, Psikologi, Sosiologi, dan Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 91
2. Prinsip Feksibelitas, Relevansi, dan Kontinuitas
93 3.
Komponen-komponen Kurikulum KeagamaanKajian Islam Pesantren al-Hamidiyah
94 4.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum KeagamaanKajian Islam Pesantren al-Hamidiyah
98 5.
Model Pengembangan Kurikulum KeagamaanKajian Islam al- Pesantren Hamidiyah
99
BAB V : PENUTUP
102
A. Kesimpulan
102 B.
Saran-saran 102
DAFTAR PUSTAKA 103
LAMPIRAN 106
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kitab Tata Bahasa Arab, Tajwid, dan Logika
40 Tabel 2.2
Kitab Fiqh dan Usul Fiqh 41
Tabel 2.3 Kitab Aqidah Usulluddin dan Tauhid
42 Tabel 2.4
Kitab Tafsir al- Qur‟an
42 Tabel 2.5
Kitab Hadits dan Ilmu Hadits 43
Tabel 2.6 Kitab Kesalehan, Perilaku Terpuji, dan Tasawuf
43 Tabel 2. 7
Kitab Sejarah Hidup Nabi Sirah dan Karya Penghormatan untuk Nabi SAW
44 Tabel 4.1
Perkembangan Kurikulum Pesantren al-Hamidiyah dari Periode ke Periode
63 Tabel 4.2
Daftar Perkembangan Santri MTsMA Putra dan Putri Pesantren al- Hamidiyah 2000-2014
66 Tabel 4.3
Daftar Perkembangan Jumlah Santri MTsMA Putra dan Putri Pesantren al-Hamidiyah Tahun Pembelajaran 2014-2016
68 Tabel 4.4
Jadwal Kegiatan Santri Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah Tahun Pembelajaran 20162017
73 Tabel 4.5
Struktur Program Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah 76
Tabel 4.6 Distribusi Jam Pelajaran Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah
Tahun Pembelajaran 20162017 77
Tabel 4.7 Rencana Pembelajaran Kitab Salaf Kajian Islam Pesantren al-
Hamidiyah Tahun Pembelajaran 20162017 79
Tabel 4.8 Target Pencapaian Pembelajaran al-
Qur‟an, Tilawah dan Tahfidz Tahun Pelajaran 20162017
80 Tabel 4.9
Target Pencapaian Bahasa Arab Tahun 20162017 81
Tabel 4.10 Silabus Kajian Islam
81 Tabel 4.11
Silabus Kajian Islam 83
Tabel 4.12 Daftar KKM Kemampuan Santri
90
xv
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
Gambar 2.1 Visualisasi Pendidikan dan Pengajaran
22 Bagan 2.1
Komponen Sistem Agama Relegi 23
Bagan 2.2 Model Pengembangan Kurikulum Pawlas dan Oliva
27 Bagan 2.3
Model Pengembangan Kurikulum Oliva 28
Bagan 2.4 Prosedur Pengembangan Kurikulum Model Taba
47 Bagan 2.5
Model Pengembangan Kurikulum Beauchamp 48
Bagan 2.6 Skema Kerangka Berpikir
52 Gambar 4.1 Dokumentasi Pelatihan Internet Pesantren al-Hamidiyah
88 Gambar 4.2
Dokumentasi Syuting Live di Stasiun TV 89
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur Organisasi Yayasan Islam al-Hamidiyah Periode 2015-
2020 107
Lampiran 2 Struktur Organisasi Yayasan dan Pesantren al-Hamidiyah Tahun
20162017 108
Lampiran 3 Daftar Guru Kajian Islam Pesantren al-Hamidiyah Tahun
20162017 109
Lampiran 4 Daftar Guru dan Karyawan MTs al-Hamidiyah Tahun 20162017
113 Lampiran 5
Daftar Guru dan Karyawan MA al-Hamidiyah Tahun 20162017 115
Lampiran 6 Daftar Prestasi Santri
117 Lampiran 7
Data Lulusan Santri MA al-Hamidiyah Tahun 2015 119
Lampiran 8 Pedoman Wawancara
121 Lampiran 9
Pedoman Observasi 122
Lampiran 10 Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran dan Kegiatan Santri
Pesantren al-Hamidiyah 123
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pengkajian mengenai pendidikan, terutama yang terkait dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan dari persoalan kurikulum. Kurikulum merupakan salah
satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pendidikan. Setiap lembaga pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat, membutuhkan kurikulum untuk
dapat merumuskan nilai-nilai yang akan ditanamkan pada peserta didik.
Kurikulum menjadi ukuran tersendiri dari keberhasilan proses pengajaran. Kurikulum juga merupakan acuan yang digunakan oleh sebuah lembaga pendidikan dalam
menjalankan proses pembelajaran. Dalam dokumen kurikulum 2013, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2012: 2 pembahasan umum mengenai pengertian dan
substansi kurikulum secara konseptual, menyebutkan bahwa:
“Kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis,
kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang
menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah
suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan
keputusan yuridis di bidang pendidikan.” Kurikulum menurut Sukmadinata 2012: 4, yaitu semua aspek yang terkait
dengan pendidikan seperti metode belajar dan sasaran-sasaran pembelajaran. Sementara itu, Hidayat 2013: 20 menelusuri lebih jauh pengertian kurikulum, menurutnya
kurikulum memiliki beberapa arti, yaitu: 1 sebagai rencana pembelajaran, 2 sebagai rencana belajar murid, 3 sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah
atau madrasah.
Secara lebih luas lagi menurut Arifin 2013: 5 kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan
pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan
hidden curriculum kurikulum tersembunyi, misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang aman, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut
mendukung keberhasilan pendidikan.
Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins 2009: 10 bependapat bahwa:
“curriculum is all the experiences children have under the guidance of teachers”.
Kurikulum sangat dibutuhkan oleh semua lembaga pendidikan termasuk pesantren. Sudah seharusnya pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki kurikulum agar
pelaksanaan pembelajaran lebih terarah. Berbagai laporan penelitian oleh para sarjana Islam mengenai pesantren, menandai bahwa pesantren merupakan hal yang masih cukup
menarik untuk diperbicangkan. Menurut hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh Anwar 2008: 101 pembaharuan pendidikan Pesantren Lirboyo Kediri ditandai dengan
dibuatnya Yayasan Pendidikan Islam HM. Tribakti al-Mahrusiyah dan Pesantren Salafi Terpadu ar-Risalah sebagai unit cabang yang meyelenggarakan lembaga pendidikan di
luar unit pondok induk, selain pempertahankan sistem pendidikan tradisional atau
1
pesantren salafiyah dengan melaksanakan pendidikan diniyah juga membuka sistem pendidikan umum di bawah pengawasan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan
Nasional, dengan membuka jenis pendidikan Taman Kanak-kanak, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam HM.
Tribakti YPIT dan jenis Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dibawah naungan Pesantren Salafi Terpadu ar-Risalah. Sama halnya,
dengan laporan Damopoli 2011: 311 fungsi pesantren dan implikasi pembaruan pendidikan Pesantren Modern IMMIM terhadap masyarakat salah satunya adalah
menyelenggarakan pendidikan formal kesekolahan SLTPSMU sebagai pembaruan pendidikan pesantren, juga tetap mempertahankan pendidikan kepesantrenan dengan
menjalankan kurikulum pendidikannya 100 umum dan 100 agama.
Lain halnya, dengan Pesantren Darul Fallah sebagaimana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malik MTT 2008: 49 ia meyebutkan dalam tulisannya
bahwa Pesantren Darul Fallah menerapkan suatu sistem pendidikan terpadu dari berbagai sisi, seperti keterpaduan antara; 1 pendidikan agama dengan teknologiketerampilan
agrobisnis, 2 pendidikan formal dengan non formal pesantren serta informal komunitas pesantren, 3 pendidikan intelektual teori dengan praktek penerapan usaha dan
kewirausahaan, 4 pendidikan pencapaian prestasi individual dengan semangat pelayanan pada masyarakat d
u‟afa wal masâkin. Model pendidikan yang ditawarkan oleh masing-masing pesantren di atas
merupakan upaya pengelola pesantren agar memiliki daya minat masyarakat yang kian berpikiran modern dan membutuhkan suatu lembaga pendidikan modern yang
memberikan pendidikan-pendidikan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupan dunia dan akhiratnya.
Laporan tersebut di atas menandakan bahwa pesantren terus berinovasi dengan mengembangkan kurikulum pendidikannya menyesuaikan diri dengan perkembangan
kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah dan mencoba terus mengikuti dan memenuhi perkembagan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dalam memilih
lembaga pendidikan. Oleh karena itu pesantren masih dijadikan arternatif pilihan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan Islam. Untuk itu pesantren dituntut agar
lebih kreatif dan dapat berinovasi mengembangkan kurikulum pendidikannya yang memiliki daya tarik yang cukup baik dan dapat bersaing dengan jenis pendidikan lain.
Menurut Nata 2012: 297 masyarakat saat ini membutuhkan sebuah lembaga pendidikan yang menyediakan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dalam
menggunakan teknologi yang canggih dan bahasa asing yang dibutuhkan untuk dapat memasuki lapangan pekerjaan dan merebut berbagai peluang yang tersedia. Hal ini pula
yang dijadikan pertimbangan pesantren dalam mengembangkan kurikulumnya, yaitu selain memberikan materi-materi keagamaan, pesantren juga berupaya untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan masyarakat tersebut dengan memberikan materi tambahan berupa berbagai keterampilan, pemanfaatan perkembangan teknologi dan memperdalam bahasa asing.
Berbagai bentuk dan model yang ditawarkan pada suatu lembaga pendidikan termasuk jenis pesantren, sudah semestinya menempatkan kurikulum sebagai landasan
penting bagi keberlangsungan proses belajar mengajar walaupun dalam aplikasi di tingkat institusi berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi riil suatu lembaga. Meskipun
pesantren selama ini dikenal konservatif dan identik dengan wilayah Islam tradisional, pada dasarnya pesantren tetap membuka diri bagi perubahan. Dari segi historis menurut
pandangan Madjid 1997: 3 pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia indigenous. Sebab,
lembaga yang serupa dengan model pendidikan pesantren sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga
pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam sebagai pelopor pendidikan di Indonesia.
Pesantren sebagai produk asli masyarakat Indonesia sudah selayaknya pesantren hingga kini masih diminati oleh masyarakat Indonesia. Namun, pesantren perlu
menyesuaikan diri dengan kemajuan kebutuhan masyarakat dengan melakukan langkah- langkah yang tepat seperti mengembangkan kurikulum keagamaannya yang sesuai dengan
perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, agar kurikulum keagamaan yang berada pada pendidikan kepesantren dapat berjalan lebih maju dan profesional
sebagaimana perkembangan kurikulum pendidikan pada sekolahmadrasah di Indonesia.
Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa.
Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim khususnya yang berkecimpung di dunia pesantren. Karena kelahiran Undang-undang ini masih sangat belia
dan belum sebanding dengan usia keberadaan pesantren di Indonesia. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat dilihat dari ketentuan dan penjelasan
pasal-pasal dalam Undang-undang Sisdiknas sebagai berikut; dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Bahkan pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang berperan membentuk
watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.
Pesantren telah sejak lama melaksanakan objek kajian berorientasi keagamaan namun tetap dalam kerangka kurikulum nasional. Dengan kata lain, secara tidak langsung
fungsi kurikulum sudah diterapkan oleh kalangan pesantren secara konsisten sebagai syarat tercapainya tujuan pendidikan nasional, meskipun dalam konteks yang lebih sederhana.
Sebagai lembaga pendidikan pesantren terkenal dengan kemandirian dalam mengelola sistem pembelajaran, inilah yang terkadang diartikan sebagai eksklusif, anti sosial, dan
semacamnya. Dalam kesederhanaannya, kenyataan menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan sepanjang hayat life long integrated education di sebagian besar pesantren
telah berjalan dengan sangat baik dan konsisten. Selain itu, peran pesantren dalam berbagai hal sangat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah selain sebagai sarana
pembentukan karakter dan pencetak kader-kader calon ulama, pesantren merupakan bagian
dari khazanah pendidikan Islam Indonesia yang setia berada dalam barisan “apa adanya”. Menurut Madjid 1997 : 7 sebagai lembaga pendidikan dengan kurikulum yang
hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan agama Islam, pesantren dianggap kurang memberikan arah yang prospektif bagi masa depan dibandingkan dengan lembaga-lembaga
formal sekolah dan perguruan tinggi. Di sisi lain, juga dianggap kurang dapat mengimbangi tuntutan zaman. Karena kurangnya dalam mengimbangi tuntutan zaman,
beserta faktor-
faktor lain yang beragam, pesantren dianggap kurang siap untuk “lebur” dalam mewarnai kehidupan modern.
Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Qomar 2005: 113, yakni isi kurikulum keagamaan pesantren dianggap kurang melakukan pengembangan-
pengembangan yang di sesuaikan dengan tuntutan zaman seperti pada kajian bahasa Arab yang sangat populer diajarkan di setiap pesantren. Bahasa Arab adalah sebagai alat dalam
memahami ajaran Islam terutama yang terurai dalam al- Qur‟an, Hadits, dan kitab-kitab
Islam klasik, dianggap terlalu berlebihan pada aspek kognitif, sedangkan pada aspek afektif dan psikomotorik kurang terjelajahi secara proposional. Pesantren harus
memperhatikan dan menghadapi situasi yang berkembang sekarang. Oleh karena itu, perlu trobosan-trobosan yang tepat dan sesuai, seperti kemampuan multibahasa sebagai alat
utama pengembangan pemikiran. Maka para santri selain memiliki akar tradisi kitab kuning dan pemikiran klasik, juga terlibat aktif dan kritis dalam wacana modernitas Kitab
putih.
Guna membenahi kekurangan-kekurangan tersebut banyak para tokoh dari kalangan pesantren mulai mengembangkan visi-misi dan kurikulumnya. Pesantren mulai
melakukan akomodasi dan penyesuaian seperti adanya sistem penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan sistem klasikal. Bahkan pesantren juga mulai melakukan
pengembangan kurikulum dengan memasukkan pelajaran umum seperti pelajaran bahasa Inggris, sains teknologi, keterampilan, dan ilmu-ilmu lain serta pelajaran ekstra seperti
olah raga, seni dan lain-lain. Langkah lain yang ditempuh pesantren berdasarkan gagasan kemandirian adalah memperkenalkan beberapa pelatihan keterampilan vocational dalam
sistem pendidikannya. Sebagai contoh, Pesantren Tebu Ireng dan Rejoso sejak dekade 1950-an dan awal 1960-an telah mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan
keterampilan bidang pertanian dan perdagangan. Begitu juga pesantren Gontor, Denanyar, Tambak Beras dan Tegalrejo telah mengembangkan koperasi Madjid, 1997 : xviii.
Perjumpaan pesantren dengan kurikulum merupakan sebuah keharusan karena kedudukannya yang cukup sentral dalam dunia keilmuan. Menurut Azra 1998: 87 karena
kedudukannya sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren memiliki akar sosio- historis yang cukup kuat. Dengan bekal tersebut pesantren mampu bertahan di tengah
gelombang perubahan berbagai sisi kehidupan menyangkut ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam konteks keilmuan, Azra 1998: 89 berpendapat paling tidak pesantren
memiliki tiga fungsi pokok. Pertama, transmisi ilmu pengetahuan Islam transmission of Islamic knowledge; kedua, pemeliharaan tradisi Islam maintenance of Islamic tradition;
ketiga, pembinaan calon-calon ulama reproduction of ulama. Dilihat dari tanggungjawab pesantren yang cukup besar terhadap tiga hal di atas maka agaknya pembaharuan terhadap
kurikulum khususnya aspek pembelajaran merupakan kebutuhan mendesak.
Namun, sejauh ini masih jarang dari kalangan pesantren yang memperhatikan secara serius dalam kurikulumnya mengenai langkah pengenalan keluar secara lebih luas
terhadap keilmuan yang diajarkan. Padahal segala potensi yang ada khususnya di bidang transmisi keilmuan klasik, jika tidak dikembangkan dan didukung dengan improvisasi
metodologi hanyalah akan menghadirkan penumpukan keilmuan sebagaimana yang diungkapkan Malik Fajar seperti dikutip Madjid 1997 : 114, sehingga akhirnya karena
kurangnya improvisasi metodologi tersebut materi keilmuan, ketrampilan yang didapatkan dari pesantren baik pesantren klasik maupun modern hanya menjadi teori-teori yang tidak
dapat diaplikasikan secara praktis di dalam kehidupan sosial masyarakat, karena tidak responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Kurikulum harus senantiasa berkembang disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat merupakan input dari institusi
pendidikan memerlukan proses dan output yang baik. Menurut Wahyudin 2014: 62 Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensip yang meliputi perencanaan,
penerapan, dan evaluasi karena pengembangan kurikulum menunjukkan perubahan- perubahan dan kemajuan-kemajuan.
Pembahasan mengenai perubahan untuk pencapaian kemajuan dalam kaitannya dengan pendidikan Qomar 2010: 214 berpendapat bahwa, perubahan merupakan salah
satu dari arah pembaruan. Perubahan dapat mengarah kepada kemajuan atau kemunduran. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola perubahan agar
mengarah pada upaya dan orientasi penyempurnaan yang terkendali.
Perubahan dan perkembangan yang dirumuskan dalam ajaran Islam secara umum, memiliki landasan teologis normatif, yaitu yang terkandung dalam al-
Qur‟an Surah al-Ra‟d 13: 11 dan al-
Qur‟an Surah al-Anfâl 8: 53, kedua ayat tersebut mengandung pengertian bahwa suatu kaum harus merubah dirinya sendiri, jika menginginkan suatu perubahan pada
keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah Maha berkehendak atas segala sesuatu, maka sebagai makhluk ciptaan-Nya hendaklah kita selalu
memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sudah semestinya melakukan perubahan dan
pengembangan pada kurikulum keagamaannya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah sejak lama diakui sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam memodernisasikan masyarakat dalam ruang
lingkup yang sederhana. Keberadaan pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif lembaga pendidikan Islam yang dipilih masyarakat
Muslim. Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran Islam.
Pesantren sejak awal keberadaannya, hingga kini telah menunjukkan perkembangannya terutama pada kurikulum yang diterapkan, baik pada pesantren yang
menerapkan sistem tradisional salafiyah, modern dan pesantren kombinasi yang memadukan sistem pendidikan tradisional dan modern tersebut. Fenomena hadirnya
pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan dan
minat masyarakat yakni masyarakat yang tidak hanya memiliki bekal pada kesalehan akhirat saja namun, juga dapat memenuhi kebutuhan duniawi. Fenomena keberadaan
pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan suatu bentuk perkembangan pesantren yang ditunjang dengan pengakuan yang diberikan pemerintah,
yakni berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yakni terdapat pada
Pasal 14 ayat 3 “Pesantren dapat menyelenggarakan 1 satu atau berbagai satuan danatau program pendidikan pada
jalur formal, nonformal, dan informal” dan Pasal 26 ayat 2 “Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, danatau pendidikan tinggi”. Upaya pengembangan kurikulum, terutama pada pendidikan keagamaan dapat
dilakukan dengan terus mempertahankan ciri khas utama pesantren yakni pendalaman pada kajian yang bersumber pada al-
Qur‟an, Hadits dan kajian-kajian keislaman karya-karya ulama klasik kitab kuning dengan mengembangkan komponen-komponen kurikulum,
seperti tujuan, materi dan metode kurikulum dan ditambah dengan keterampilan yang menunjang nilai-nilai keagamaan, seperti konsep yang ditawarkan Qomar 2014: 42-43,
yaitu: 1 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan
mendakwahkan Islam sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman baik dalam sekala lokal, nasional, maupun internasional; 2 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri
memiliki kemampuan meneliti menggali, menemukan, dan mengembangkan khazanah keislaman; 3 Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki keterampilan
kewirausahaan, seperti usaha memasarkan hasil karya keterampilan kaligrafi Islam; 4 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki konsentrasi keahlian.
Pesantren al-Hamidiyah adalah salah satu lembaga pendidikan swasta yang beralamat di Jl. Raya Depok Sawangan KM. 2 No. 12 Kec. Rangkapan Jaya Kel. Pancoran
Mas Kota Depok. Pesantren al-Hamidiyah termasuk pesantren yang terus mengembangkan kurikulumnya. Pesantren yang didirikan oleh seorang ulama kharismatik yakni KH.
Achmad Sjaichu pada 17 Juli 1988, lembaga ini pada awal berdirinya adalah pesantren dengan jenis pendidikan formal berbentuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah,
dan kini telah memiliki unit satuan pendidikan yang berkembang dengan pesat antara lain; Kelompok Bermain KB, Taman Kanak-kanak Islam TK, Taman Pendidikan al-
Qur‟an TPQ, Sekolah Dasar Islam Terpadu SDIT, Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu
SMPIT berwawasan Internasional, dan Sekolah Tinggi Agama Islam STAI. Keberadaan unit-unit tersebut tetap mengedepankan ajaran dan nilai-nilai yang bercirikhas
keagamaan. Profil Pesantren al-Hamidiyah
Pesantren al-Hamidiyah mengembangkan kurikulum pesantren salafiyah dengan memadukan kurikulum pesantren salafiyah dan pendidikan modern yang lazim dikenal
dengan sistem salafiyah asriyah. Kurikulum yang digunakan oleh unit-unit pendidikan Pesantren al-Hamidiyah menggunakan kurikulum Kementrian Agama RI, Kementrian
Pendidikan Nasional, dan kurikulum kepesantrenankeagamaan yang biasa disebut Kajian Islam, adapun kitab kuning yang digunakan, seperti Bulugh al-
Maram, Ta‟lim Muta‟alim, Fath al-Qarib, Imritî dan Amtsilah al-Tasrifiyah. Profil Pesantren al-Hamidiyah
Secara geografis keberadaan Pesantren al-Hamidiyah berada di tengah perkotaan, disana terdapat beberapa lembaga pendidikan lain yang memiliki kualitas yang cukup baik
dan diminati oleh masyarakat sekitar. Namun, hal tersebut tidak menjadikan keberadaannya tersingkir dari minat masyarakat. Pesantren al-Hamidiyah terus melakukan
pengembagan kurikulum yang disesuaikan dengan minat masyarakat, yakni masyarakat yang membutuhkan pendidikan yang dapat dijadikan bekal untuk memenuhi tuntutan
kehidupan duniawi dan akhiratnya kelak. Sebagai pesantren yang menerapkan pola pendidikan pesantren kombinasi, Pesantren al-Hamidiyah memberikan keilmuan agama
dan non agama melalui sekolahmadrasah dan memberikan ilmu keagamaan tambahan melalui pendidikan kepesantren yang dilaksanakan di luar jam sekolah. Nampaknya, hal
tersebutlah yang menjadikan Pesantren al-Hamidiyah tetap menjadi alternatif pendidikan yang diminati oleh masyarakat, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah kota
Depok.
Pengembangan kurikulum keagamaan yang dilakukan oleh Pesantren al- Hamidiyah adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikannya terbukti dengan
berbagai prestasi yang diperoleh para santrinya baik dalam bidang akademik dan non akademik, selain itu Pesantren al-Hamidiyah memiliki alumni yang tersebar di beberapa
Perguruan Tinggi Negeri PTN di Indonesia dan Universitas al-Azhar Kairo yang berada di luar Negeri. Dengan berdasarkan latar belakang tersebut penulis mencoba mengangkat
tesis yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok
”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas dalam latar belakang masalah di atas, maka beberapa masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pengembangan kurikulum keagamaan yang diterapkan di Pesantren al-
Hamidiyah dalam meningkatkan mutu pendidikannya? 2.
Bagaimana dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah? 3.
Adakah upaya pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah yang sesuai dengan konsep pengembangan kurikulum?
4. Bagaimana kualitas lulusan Pesantren al-Hamidiyah?
C. Batasan Masalah
Merujuk pada identifikasi masalah tersebut di atas, penelitian ini kiranya perlu penulis batasi, dengan demikian diharapkan menjadi jelas konteks apa saja yang akan
menjadi inti permasalahan. Secara garis besar penelitian ini penulis batasi pada: 1.
Langkah-langkah yang dilakukan Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan kurikulum keagamaannya.
2. Dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari beragam problematika yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini, khususnya pesantren, maka masalah yang akan dikupas pada penelitian ini akan
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok
?” Pertanyaan tersebut tentu tidak mewakili semua pembahasan yang disajikan.
Namun, secara garis besar penelitian ini akan diarahkan pada satu titik, yakni mengupas secara komprehensif program-program yang ditempuh Pesantren al-Hamidiyah dalam
menjaga irama sistem pendidikannya agar senantiasa dalam posisi yang tidak tertinggal. Selain beberapa hal yang telah diungkapkan di atas, tentunya dalam penelitian ini juga
akan dibahas secara spesifik kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan yang diterapkan Pesantren al-Hamidiyah.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji aspek-aspek dalam perkembangan lembaga pendidikan Islam terutama menyangkut topik yang akan dibahas yaitu:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan Pesantren al-Hamidiyah dalam
mengembangkan kurikulum keagamaannya.
2. Untuk mengetahui dinamika pengembangan kurikulum keagamaan di Pesantren al-
Hamidiyah.
Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik secara teoritif substantif maupun manfaat secara praktis empirik.
1. Manfaat secara teoritif substantif, yaitu:
a. Memberikan masukan keilmuan dalam pengembangan dunia pendidikan pesantren.
b. Menambah wacana baru seputar pengembangan kurikulum keagamaan di pesantren
dan kurikulum lembaga pendidikan Islam.
c. Memperkaya teori tentang pengembangan kurikulum keagamaan di lembaga
pendidikan Islam. 2.
Manfaat secara praktis empirik, yaitu: a.
Sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi Magister Pendidikan Agama Islam b.
Sebagai sumbangan informasi mengenai perkembangan praktis kurikulum keagamaan di pesantren dan lembaga pendidikan Islam.
c. Sebagai masukan dan pertimbangan kepada pesantren dan lembaga pendidikan
Islam terkait dengan pengembangan kurikulum.
BAB II KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN DI PESANTREN
A. Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, telah sejak lama diakui sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam memodernisasikan
masyarakat dalam ruang lingkup yang sederhana. Keberadaan pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif lembaga pendidikan Islam
yang dipilih masyarakat Muslim. Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran
Islam.
Menurut Tafsir 2013: 290 pesantren merupakan komunitas dan sebagai lembaga pendidikan yang besar dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak
memberikan saham dalam pembentukan manusia yang religious. Lembaga tersebut telah banyak melahirkan pemimpin bangsa di masa lalu, kini, dan agaknya di masa datang.
Lulusan pesantren banyak yang mengambil partisipasi aktif dalam pembagunan bangsa.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal, dan informal dengan jenjang pendidikan yang terdiri dari
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Pesantren juga termasuk pada jenis pendidikan keagamaan. Hal tersebut berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yakni terdapat pada Pasal 14 ayat 3
“Pesantren dapat menyelenggarakan 1 satu atau berbagai satuan danatau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal”
dan Pasal 26 ayat 2 “Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, menengah, danatau pendidikan tinggi”, juga diperkuat dengan ketentuan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 30 ayat
4, yang berbunyi: Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
1. Sejarah Pesantren di Indonesia
Sebelum membahas lebih lanjut sejarah perkembangan pesantren, terlebih dahulu perlu suatu penjelasan yang dapat dipahami mengenai pengertian dari pesantren. Pesantren
memiliki berbagai macam pengertian, menurut Dhofier 2011: 41 pesantren berasal dari kata “santri” yang diberi awalan pe- di depan dan akhiran -an, yang berarti tempat tinggal
para santri. Sedangkan C.C. Berg sebagaimana di kutip Dhofier, berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah “shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu
buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Dari pengertian ini, istilah shastri jika dikaitkan dengan santri dalam makna pendidikan Islam,
yakni orang yang mempelajari dan memperdalam ajaran agama Islam kemudian mengajarkannya kepada masyarakat, dari sini dapat dipahami bahwa pesantren merupakan
tempat santri dalam proses mempelajari dan mendalami ajaran agama Islam tersebut.
Istilah pesantren yang mengadopsi istilah-istilah yang digunakan oleh masyarakat Hindu di atas, terkadang menimbulkan pertanyaan, yaitu mengapa istilah yang digunakan
tidak mengadopsi istilah-istilah ajaran Islam. Penggunaan istilah pesantren tersebut bila
9
dikaitkan dengan sejarah asal mula menyebarkan ajaran Islam di Indonesia sebagaimana disebutkan oleh Yunus 1995: 220 salah satu faktor keberhasilan penyebaran Islam di
Indonesia adalah menggunakan metode yang digunakan oleh Rasullullah SAW, yaitu dengan cara mudah, tidak sempit, dan disampaikan secara beranggsur-angsur. Pernyataan
Yunus tersebut menunjukkan bahwa penggunaan istilah pesantren yang biasa digunakan oleh masyarakat Hindu, merupakan metode yang digunakan oleh para ulama yang
menyebarkan Islam di Indonesia yakni menyesuaikan dengan tradisi dan kebudayaan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebelum masuknya Islam yang sebagian besar
menganut agama Hindu.
Pada zaman Sultan Agung 1613, kebudayaan lama Indonesia asli dan Hindu disesuaikan dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti
Gerebeg Poso” dan “Gamelan Sekatan
” dalam memperingati hari raya Idul Fitri dan perayaan memperingati Maulid
Nabi Muhammad SAW. Yunus: 1995: 221
Secara lebih tegas Madjid 1997: 20 membedah asal mula kata “santri” dan juga
kiai karena kedua unsur ini senantiasa menyatu ketika berbicara mengenai pesantren. Cak Nur berpendapat bahwa kata “santri” berasal dari “sastri” bahasa Sansekerta yang berarti
melek huruf, sehingga dikonotasikan bahwa santri merupakan kelas literary, yaitu bagian dari komunitas yang memiliki pengetahuan agama yang dibaca dari kitab-kitab berbahasa
Arab dan selanjutnya diasumsikan paling tidak santri mampu membaca al- Qur‟an.
Kemudian istilah san tri juga diyakini berasal dari bahasa Jawa, “cantrik” yang berarti
orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun sang guru pergi dan menetap, dengan tujuan dapat belajar suatu keahlian.
“Cantrik” juga terkadang diartikan sebagai orang yang menumpang hidup atau ngenger. Pandangan Cak Nur tersebut, mengandung
pengertian bahwa pesantren merupakan tempat belajar santri yang didalamnya ada figur kiai sebagai seorang guru yang membimbing dan mengajarkan ilmu dan nilai-nilai
keagaman Islam.
Istilah lain yang selalu berpasangan dengan pesantren adalah pondok. Istilah “pondok pesantren” menjadi sangat dikenal masyarakat. Kata “pondok”, sebelum tahun
1960-an lebih dikenal dari pada pesantren. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama- asrama para santri atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata
bahasa Arab “funduq”, yang artinya hotel atau asrama. Dhofier, 2011: 41 Dari pengertian dua istilah tersebut, baik pesantren maupun pondok, sama-sama mengandung pengertian
sebagai tempat tinggal santri, sehingga pemakaian istilah tersebut secara bersamaan merupakan penguatan makna saja. Akan tetapi, menggunakan salah satu saja sudah
dianggap cukup memadai untuk mendeskripsikan lembaga pendidikan Islam pesantren.
Istilah Pesantren atau pondok pesantren menurut Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 pasal 1 ayat 4 “Pesantren atau Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan
keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya
”. Peraturan pemerintah tersebut dijadikan landasan bagi pesantren-pesantren saat ini, banyak pesantren yang terus berupaya bertahan
dan mengembangkan pendidikannya dengan mengkombinasikan antara pendidikan kepesantrenan dengan jenis pendidikan lain seperti sekolahmadrasah.
Menurut Dhofier 2011: 79 harus ada lima elemen sekurang-kurangnya untuk dapat disebut pesantren, yaitu pondok, masjid, pengajian kitab-kitab klasik, santri, dan kiai.
Teori Dhofier tersebut ini dapat dijadikan rujukan untuk mengidentifikasi sebuah pesantren, setidaknya pesantren harus memiliki lima elemen, jika elemen tersebut tidak
ada salah satunya, maka menjadi salah satu hambatan untuk kemajuan pesantren tersebut. Adapun elemen-elemen dasar pesantren adalah:
1 Pondok atau asrama: sebagai tempat tinggal para santri. Dengan adanya pondok para
santri menjadi tinggal teratur berada dalam satu lingkungan. 2
Masjid: sebagai tempat menjalankan aktifitas ibadah harian dan biasanya pengajaran juga dilakukan di dalam masjid. Biasanya bagi pesantren dalam periode rintisan yang
belum memiliki masjid, melakukan kegiatan ibadah di ruang-ruangan yang berada dilingkungan sekitar pesantren. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan bagi
pesantren dalam melakukan aktivitas ibadah dan pendidikannya.
3 Kiai: sebagai tokoh kunci dalam lingkungan pesantren, seorang kiai hendaklah betul-
betul menguasai keilmuannya karena seorang kiai dituntut untuk mengajar dan memimpin berbagai kegiatan ibadah keagamaan para santri, selain itu figur kiai sama
seperti figur ayah dalam keluarga yakni sebagai pendidik dalam menanamkan nilai- nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Seorang kiai dalam pesantren
menentukan keberhasilan santri dikehidupannya kelak. Kiai juga biasanya dibantu oleh guruustadz baik yang menetap didalam lingkungan pesantren atau tidak.
4 Santri: sebagai pelaku dari pembelajaran, keberadaan santri sangat dibutuhkan sekali
karena santrilah adanya pesantren.Untuk itu diperlukan manajemen rekrutmen santri, yakni untuk merekrut masyarakat agar tertarik pada pendidikan pesantren. Karena
pada beberapa kasus terdapat pesantren yang gulung tikar disebabkan tidak memiliki santri terutama yang menetap.
5 Pengajaran Kitab-kitab kuning: merupakan salah satu alat dan sarana pendidikan dan
ciri khas dari pesantren, pada beberapa pesantren seperti pesantren modern tidak memakai kitab kuning namun menggantinya dengan buku-buku karangan intelektual
Islam.
Berbagai pengertian mengenai pesantren tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai tempat yang
digunakan para penuntut ilmu yang biasa disebut sebagai santri, untuk mempelajari ilmu- ilmu keagamaan yang berasal dari al-
Qur‟an dan Hadits kemudian ditambah kitab-kitab ulama klasik kitab kuning yang merupakan ciri khas pesantren sebagai rujukan dalam
proses pembelajaran. Sistem asrama yang dipandu langsung oleh kiai beserta para guru- guru dalam waktu 24 jam di dalamnya menjadikan kelebihan tersendiri bagi pesantren,
yakni memungkinkan terbentuknya karakter santri yang mandiri dan dapat bersosialisasi langsung terhadap lingkungannya.
Sebagai institusi pendidikan Islam yang dinilai paling tua, pesantren memiliki akar tradisi sejarah yang jelas. Orang yang pertama kali mendirikannya dapat dilacak meskipun
ada sedikit perbedaan pemahaman. Di kalangan ahli sejarah terdapat perselisihan pendapat dalam menyebutkan pendiri pesantren pertama kali. Menurut beberapa sumber, sebagian
menyebutkan Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal sebagai Syaikh Maghribi, dari Gujarat, India, sebagai pendiri pencipta pondok pesantren yang pertama kali di Jawa. Muh.
Said dan Junimar Affan menyebut Sunan Ampel atau Raden Rahmat sebagai pendiri pesantren pertama di Kembang Kuning Surabaya. Bahkan Kiai Machrus Aly
menginformasikan bahwa di samping Sunan Ampel Raden Rahmat Surabaya, ada ulama yang menganggap Sunan Gunung Jati Syaikh Syarif Hidayatullah di Cirebon sebagai
pendiri pertama, sewaktu mengasingkan diri bersama pengikutnya dalam khalwat, beribadah secara istiqamah untuk bertaqarrub kepada Allah. Qomar, 2005: 8
Mengenai teka-teki siapa pendiri pesantren pertama kali di Jawa khususnya, Qomar 2005: 9 mengutip beberapa catatan ahli sejarah, bahwa Maulana Malik Ibrahim
adalah sebagai peletak dasar sendi-sendi berdirinya pesantren, sedangkan Imam
Rahmatullah Raden RahmatSunan Ampel sebagai wali pembina pertama di Jawa Timur. Adapun Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah, terdapat dua kemungkinan yang tercatat
oleh ahli sejarah, yakni pendapat pertama, mendirikan pesantren sesudah Sunan Ampel, sedangkan pendapat kedua, menyatakan kemungkinan Sunan Gunung Jati sebagai pendiri
pesantren pertama, tetapi khusus di wilayah Cirebon atau secara umum Jawa Barat.
Terlepas dari perbedaan pendapat para ahli sejarah mengenai siapa tokoh pertama sebagai pendiri pesantren di tanah nusantara ini, hal yang terpenting adalah keberadaan
pesantren di Indonesia seiring dengan awal masuknya ajaran Islam di bumi nusantara ini. Para ulama yang terkenal dengan “Wali Songo” tersebutlah merupakan perwakilan para
tokoh-tokoh terpenting dari perkembagan awal ajaran Islam dan pesantren merupakan tempat yang dijadikan pusat pendidikan dan kegiatan dakwah Islam.
Pendidikan pesantren juga dapat dikatakan sebagai pioneer dan bahkan secara geneologis
merupakan “cikal bakal” bagi perkembangan pendidikan nasional di Indonesia, menurut Dhofier 2011: 63 indikatornya adalah dari keterangan-keterangan yang terdapat
dalam Serat Cebolek dan Serat Centhini dapat disimpulkan bahwa paling tidak sejak permulaan abad ke-16 telah banyak pesantren-pesantren yang masyhur dan menjadi pusat
pendidikan Islam, Mulyadi dalam Nizar, 2013: 90 juga menambahkan bahwa saat itu juga telah banyak dijumpai pesantren yang besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam
klasik dalam bidang fiqh, teologi dan tasawuf.
Pada awal rintisannya, pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan, melainkan juga dakwah, justru misi yang kedua ini lebih menonjol. Lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia ini selalu mencari lokasi yang sekiranya dapat menyalurkan dakwah tersebut tepat sasaran sehingga terjadi benturan antara nlai-nilai yang dibawanya
dan nilai-nilai yang telah mengakar di masyarakat setempat. Lazimnya, baik pesantren yang berdiri pada awal pertumbuhannya maupun pada abad ke-19 dan ke-20 masih juga
menghadapi kerawanan-kerawanan sosial dan keagamaan pada awal perjuangannya. Qomar, 2005: 11
Selanjutnya, pesantren ikut berperan dalam melawan penjajahan kolonial Belanda dan Jepang. Kemudian pada masa kemerdekaan pesantren mengalami nuansa baru, rakyat
menyambut munculnya era pendidikan baru yang belum dirasakan sebelumnya akibat penjajahan,
sedangkan pemerintah
mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan. Perkembagannya lembaga pendidikan milik pemerintah, justru menjadi ancaman bagi
pesantren. Namun, pada perkembagan selanjutnya pesantren tetap masih bertahan hidup dan berkembang dengan baik hingga sekarang. Qomar, 2005: 12-14
Lembaga pendidikan pesantren berkembang terus dari segi jumlah, sistem, dan materi yang diajarkan. Bahkan pada tahun 1910 beberapa pesantren seperti pesantren
Denanyar Jombang, mulai membuka pondok khusus untuk santri-santri wanita. Kemudian pada tahun 1920-an pesantren-pesantren di Jawa Timur, seperti pesantren
Tebuireng Jombang, Pesantren Singosari Malang, mulai mengajarkan pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, bahasa Belanda, berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. Dhofier,
2011: 72
Sebagaimana kita ketahui bersama, pendidikan pesantren kian berkembang sesuai dengan perkembangan jiwa dan kepribadian masyarakat Indonesia, karenanya
perkembangan dan kemajuan pesantren merupakan cita-cita ideal semua elemen masyarakat Muslim. Setidaknya, konsep tentang manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi IPTEK sekaligus menerapkan keimanan dan ketakwaan IMTAK dapat muncul dari institusi pesantren.
Sejak berdirinya pada abad yang sama dengan masuknya Islam hingga sekarang, pesantren telah berperan aktif dalam masyarakat luas. Pesantren telah berpengalaman
menghadapi berbagai corak masyarakat dalam rentang waktu itu. Pesantren tumbuh atas dukungan mereka, bahkan menurut Rahim 2001: 152, pesantren berdiri didorong
permintaan demand dan kebutuhan need masyarakat. Sehingga pesantren memiliki fungsi yang jelas.
Fungsi pesantren sejak awal keberadaannya sampai sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya terhadap dunia luar telah berubah. Qomar
2005: 22 mengutip berbagai catatan peneliti dari beberapa fungsi sekaligus peran pesantren sesuai dengan perkembagannya, yaitu:
1 Pesantren sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam. Kedua fungsi ini
bergerak saling menunjang. Pendidikan agama dapat dijadikan bekal dalam menyebarkan dakwah Islam, sedangkan dakwah dapat dimanfaatkan sebagai sarana
dalam membangun sistem pendidikan. 2
Pesantren sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang militan dalam menyiarkan agama Islam.
3 Pesantren sebagai fungsi religious diniyyah, fungsi sosial ijtima‟iyyah, dan fungsi
edukasi tarbawiyyah. 4
Pesantren sebagai lembaga pembinaan moral dan kultur. 5
Pencetak kader bangsa yang benar-benar patriotik; kader yang rela mati demi memperjuangkan bangsa, sanggup mengorbankan seluruh waktu, harta, bahkan
jiwanya. 6
Pesantren sebagai pusat penyuluhan kesehatan. 7
Pesantren sebagai pusat pengembagan teknologi bagi masyarakat pedesaan. 8
Pesantren sebagai pusat usaha-usaha penyelamatan. 9
Pesantren sebagai memberdayaan ekonomi masyarakat sekitar. Berbagai fungsi dan peran pesantren di atas merupakan sebuah bukti pesantren
telah terlibat dalam menegakkan Negara dan mengisi pembangunan sebagai pusat perhatian pemerintah. Begitu besarnya fungsi dan peran pesantren bagi perkembangan
Indonesia, selain sebagai pusat pendidikan dan dakwah Islam dan pusat reproduksi ulama, pesantren dalam masalah-masalah tertentu berperan sebagai kepanjagan tangan pemerintah
dalam mengsukseskan program-program pembangunan.
Selanjutnya, tujuan dari pesantren sebagaimana terdapat pada Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2007 Pasal 26 ayat 1 adalah menanamkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantren untuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik untuk menjadi
ahli ilmu agama Islam mutafaqqih fiddin danatau menjadi muslim yang memiliki keterampilankeahlian untuk membangun kehidupan yang Islami di masyarakat.
Menurut Qomar 2005: 7 pesantren bertujuan membentuk kepribadian muslim yang menguasai ajaran-ajaran Islam dan mengamalkannya, sehingga bermanfaat bagi
agama, masyarakat, dan Negara. Dhofier, 2011: 186 mengambil contoh dari tujuan pendidikan Pesantren Tebuireng yakni dalam 30 tahun pertama adalah untuk mendidik
calon ulama. Sekarang ini, tujuannya sudah diperluas yaitu untuk mendidik para santri agar kelak dapat menge
mbangkan dirinya menjadi “ulama intelektual” ulama yang menguasai pengetahuan umum dan “intelektual Ulama” sarjana dalam bidang pengetahuan umum
yang juga menguasai pengetahuan Islam.
Istilah “ulama” sebenarnya berasal dari kata „alim dan merupakan bentuk jama‟ dari kata itu. Tetapi dalam pengertian umum sekarang, “ulama” sudah menjadi bentuk
tunggal. Seorang alim adalah orang yang berilmu, tetapi kata “ulama”menunjuk kepada orang yang memiliki pengetahuan agama, terutama dibidang fiqih atau hukum agama,
padahal ahli fiqh disebut sebagai faqih atau jamaknya fuqaha. Para ulama, menurut suatu Hadits Nabi SAW adalah pewaris para Nabi. Rahardjo, 1999:185 Sedangkan Istilah
“intelektual”, disamakan dengan golongan terpelajar, golongan intelektual digolongkan menjadi dua, yang pertama adalah golongan terpelajar yang sekolahan atau bukan
termasuk drop-outs, yang peranannya tidak harus berkaitan dengan ilmu yang dipelajari atau profesi yang dikuasai. Sedangkan golongan kedua adalah kaum terpelajar yang
kepentingan utamanya adalah menggunakan disiplin ilmunya secara profesional, dan karena itu peran yang mereka jalankan berkaitan erat dengan ilmu yang mereka pelajari
sekolah atau profesi yang mereka kuasai. Rahardjo, 1999: 68
Dengan pengertian ulama dan intelektual di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ulama adalah mereka yang menekuni keseluruhan ajaran-ajaran Islam, melakukan
interprestasi dan mensistematiskannya, kemudian menyampaikannya kepada masyarakat. Jadi, dapat dikatakan bahwa ulama adalah mereka yang benar-benar menguasi ajaran-
ajaran Islam kemudian menyampaikannya kepada orang lain, sedangkan mereka yang menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun tidak menekuni dan menguasai secara
keseluruhan ajaran-ajaran Islam tersebut, maka belum dapat dikatakan ulama dan dibutuhkan istilah lainnya. Kemudian istilah intelektual disini mengandung arti sebagai
orang yang terpelajar baik menekuni ilmu agama atau non agama. Jadi, cukup jelas bahwa tujuan pesantren untuk mereproduksi ulama yang intelektual, yang memungkinkan dapat
berperan menyesuaikan keberadaannya di era globalisasi ini.
Menurut Mastuhu sebagaimana dikutip oleh Tafsir 2013: 303, terdapat prinsip- prinsip yang berlaku pada pendidikan di pesantren. Prinsip-prinsip tersebut
menggambarkan ciri-ciri utama tujuan pendidikan pesantren, antara lain sebagai berikut: 1
Memiliki kebijaksanaan menurut ajaran Islam. 2
Memiliki kebebasan yang terpimpin. 3
Berkemampuan mengatur diri sendiri. 4
Memiliki rasa kebersamaan yang tinggi. 5
Menghormati orang tua dan guru. 6
Cinta kepada ilmu. 7
Mandiri. 8
Kesederhanaan. Inti dari tujuan pembelajaran yang merupakan keunggulan utama di pesantren
adalah menanaman keimanan. Metode menanaman keimanan terbentuk dari kondisi menyeluruh kehidupan budaya pesantren, pengaruh kiai baik dalam ritual peribadatan
maupun dalam perilaku kesehariannya. Tafsir, 2013: 305 Dari tujuan pesantren yang diuraikan oleh para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa tujuan pesantren adalah untuk mendidik dan membentuk kepribadian muslim yang menguasai ajaran Islam atau ilmu-ilmu keagamaan, dan kaderisasi ulama yang dilakukan
adalah upaya agar mereka siap mengamalkan ilmunya kepada masyarakat. Kaderisasi ulama ini sudah semestinya dilakukan oleh pesantren, agar tujuan-tujuan pembelajaran
pesantren dapat tercapai sebagaimana semestinya dan tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan dalam pemahaman ilmu keagamaan yang disebabkan karena kurangnya
pendalaman dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan tersebut. Wacana kaderisasi ulama
intelektual, merupakan trobosan yang sangat baik selain para santri menguasai ilmu-ilmu keagamaan juga menguasai ilmu-ilmu bidang lain yang dapat menjadi modal bagi
kehidupan duniawinya dan merupakan salah satu solusi dalam menghadapi perkembangan arus globalisasi. Namun, pendalaman ilmu-ilmu keagamaan dan akhlak mulia harus tetap
dilakukan karena merupakan ciri khas dari pesantren itu sendiri.
2. Ragam Pesantren