Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengkajian mengenai pendidikan, terutama yang terkait dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan dari persoalan kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pendidikan. Setiap lembaga pendidikan baik yang dikelola oleh pemerintah, swasta ataupun masyarakat, membutuhkan kurikulum untuk dapat merumuskan nilai-nilai yang akan ditanamkan pada peserta didik. Kurikulum menjadi ukuran tersendiri dari keberhasilan proses pengajaran. Kurikulum juga merupakan acuan yang digunakan oleh sebuah lembaga pendidikan dalam menjalankan proses pembelajaran. Dalam dokumen kurikulum 2013, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2012: 2 pembahasan umum mengenai pengertian dan substansi kurikulum secara konseptual, menyebutkan bahwa: “Kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.” Kurikulum menurut Sukmadinata 2012: 4, yaitu semua aspek yang terkait dengan pendidikan seperti metode belajar dan sasaran-sasaran pembelajaran. Sementara itu, Hidayat 2013: 20 menelusuri lebih jauh pengertian kurikulum, menurutnya kurikulum memiliki beberapa arti, yaitu: 1 sebagai rencana pembelajaran, 2 sebagai rencana belajar murid, 3 sebagai pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah atau madrasah. Secara lebih luas lagi menurut Arifin 2013: 5 kurikulum adalah semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan hidden curriculum kurikulum tersembunyi, misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang aman, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut mendukung keberhasilan pendidikan. Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins 2009: 10 bependapat bahwa: “curriculum is all the experiences children have under the guidance of teachers”. Kurikulum sangat dibutuhkan oleh semua lembaga pendidikan termasuk pesantren. Sudah seharusnya pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki kurikulum agar pelaksanaan pembelajaran lebih terarah. Berbagai laporan penelitian oleh para sarjana Islam mengenai pesantren, menandai bahwa pesantren merupakan hal yang masih cukup menarik untuk diperbicangkan. Menurut hasil laporan penelitian yang dilakukan oleh Anwar 2008: 101 pembaharuan pendidikan Pesantren Lirboyo Kediri ditandai dengan dibuatnya Yayasan Pendidikan Islam HM. Tribakti al-Mahrusiyah dan Pesantren Salafi Terpadu ar-Risalah sebagai unit cabang yang meyelenggarakan lembaga pendidikan di luar unit pondok induk, selain pempertahankan sistem pendidikan tradisional atau 1 pesantren salafiyah dengan melaksanakan pendidikan diniyah juga membuka sistem pendidikan umum di bawah pengawasan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional, dengan membuka jenis pendidikan Taman Kanak-kanak, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan perguruan tinggi dibawah naungan Yayasan Pendidikan Islam HM. Tribakti YPIT dan jenis Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dibawah naungan Pesantren Salafi Terpadu ar-Risalah. Sama halnya, dengan laporan Damopoli 2011: 311 fungsi pesantren dan implikasi pembaruan pendidikan Pesantren Modern IMMIM terhadap masyarakat salah satunya adalah menyelenggarakan pendidikan formal kesekolahan SLTPSMU sebagai pembaruan pendidikan pesantren, juga tetap mempertahankan pendidikan kepesantrenan dengan menjalankan kurikulum pendidikannya 100 umum dan 100 agama. Lain halnya, dengan Pesantren Darul Fallah sebagaimana berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Malik MTT 2008: 49 ia meyebutkan dalam tulisannya bahwa Pesantren Darul Fallah menerapkan suatu sistem pendidikan terpadu dari berbagai sisi, seperti keterpaduan antara; 1 pendidikan agama dengan teknologiketerampilan agrobisnis, 2 pendidikan formal dengan non formal pesantren serta informal komunitas pesantren, 3 pendidikan intelektual teori dengan praktek penerapan usaha dan kewirausahaan, 4 pendidikan pencapaian prestasi individual dengan semangat pelayanan pada masyarakat d u‟afa wal masâkin. Model pendidikan yang ditawarkan oleh masing-masing pesantren di atas merupakan upaya pengelola pesantren agar memiliki daya minat masyarakat yang kian berpikiran modern dan membutuhkan suatu lembaga pendidikan modern yang memberikan pendidikan-pendidikan yang dapat menjadi bekal bagi kehidupan dunia dan akhiratnya. Laporan tersebut di atas menandakan bahwa pesantren terus berinovasi dengan mengembangkan kurikulum pendidikannya menyesuaikan diri dengan perkembangan kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah dan mencoba terus mengikuti dan memenuhi perkembagan kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dalam memilih lembaga pendidikan. Oleh karena itu pesantren masih dijadikan arternatif pilihan masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan Islam. Untuk itu pesantren dituntut agar lebih kreatif dan dapat berinovasi mengembangkan kurikulum pendidikannya yang memiliki daya tarik yang cukup baik dan dapat bersaing dengan jenis pendidikan lain. Menurut Nata 2012: 297 masyarakat saat ini membutuhkan sebuah lembaga pendidikan yang menyediakan berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan dalam menggunakan teknologi yang canggih dan bahasa asing yang dibutuhkan untuk dapat memasuki lapangan pekerjaan dan merebut berbagai peluang yang tersedia. Hal ini pula yang dijadikan pertimbangan pesantren dalam mengembangkan kurikulumnya, yaitu selain memberikan materi-materi keagamaan, pesantren juga berupaya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut dengan memberikan materi tambahan berupa berbagai keterampilan, pemanfaatan perkembangan teknologi dan memperdalam bahasa asing. Berbagai bentuk dan model yang ditawarkan pada suatu lembaga pendidikan termasuk jenis pesantren, sudah semestinya menempatkan kurikulum sebagai landasan penting bagi keberlangsungan proses belajar mengajar walaupun dalam aplikasi di tingkat institusi berbeda-beda karena disesuaikan dengan kondisi riil suatu lembaga. Meskipun pesantren selama ini dikenal konservatif dan identik dengan wilayah Islam tradisional, pada dasarnya pesantren tetap membuka diri bagi perubahan. Dari segi historis menurut pandangan Madjid 1997: 3 pesantren bukan hanya sebagai lembaga pendidikan keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia indigenous. Sebab, lembaga yang serupa dengan model pendidikan pesantren sudah ada sejak pada masa kekuasaan Hindu-Buddha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada. Tentunya ini tidak berarti mengecilkan peranan Islam sebagai pelopor pendidikan di Indonesia. Pesantren sebagai produk asli masyarakat Indonesia sudah selayaknya pesantren hingga kini masih diminati oleh masyarakat Indonesia. Namun, pesantren perlu menyesuaikan diri dengan kemajuan kebutuhan masyarakat dengan melakukan langkah- langkah yang tepat seperti mengembangkan kurikulum keagamaannya yang sesuai dengan perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, agar kurikulum keagamaan yang berada pada pendidikan kepesantren dapat berjalan lebih maju dan profesional sebagaimana perkembangan kurikulum pendidikan pada sekolahmadrasah di Indonesia. Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Namun, kenyataan ini belum disadari oleh mayoritas masyarakat muslim khususnya yang berkecimpung di dunia pesantren. Karena kelahiran Undang-undang ini masih sangat belia dan belum sebanding dengan usia keberadaan pesantren di Indonesia. Keistimewaan pesantren dalam sistem pendidikan nasional dapat dilihat dari ketentuan dan penjelasan pasal-pasal dalam Undang-undang Sisdiknas sebagai berikut; dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Ketentuan ini tentu saja sudah berlaku dan diimplementasikan di pesantren. Bahkan pesantren sudah sejak lama menjadi lembaga yang berperan membentuk watak dan peradaban bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbasis pada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Pesantren telah sejak lama melaksanakan objek kajian berorientasi keagamaan namun tetap dalam kerangka kurikulum nasional. Dengan kata lain, secara tidak langsung fungsi kurikulum sudah diterapkan oleh kalangan pesantren secara konsisten sebagai syarat tercapainya tujuan pendidikan nasional, meskipun dalam konteks yang lebih sederhana. Sebagai lembaga pendidikan pesantren terkenal dengan kemandirian dalam mengelola sistem pembelajaran, inilah yang terkadang diartikan sebagai eksklusif, anti sosial, dan semacamnya. Dalam kesederhanaannya, kenyataan menunjukkan bahwa penyelenggaraan pendidikan sepanjang hayat life long integrated education di sebagian besar pesantren telah berjalan dengan sangat baik dan konsisten. Selain itu, peran pesantren dalam berbagai hal sangat dirasakan oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah selain sebagai sarana pembentukan karakter dan pencetak kader-kader calon ulama, pesantren merupakan bagian dari khazanah pendidikan Islam Indonesia yang setia berada dalam barisan “apa adanya”. Menurut Madjid 1997 : 7 sebagai lembaga pendidikan dengan kurikulum yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan agama Islam, pesantren dianggap kurang memberikan arah yang prospektif bagi masa depan dibandingkan dengan lembaga-lembaga formal sekolah dan perguruan tinggi. Di sisi lain, juga dianggap kurang dapat mengimbangi tuntutan zaman. Karena kurangnya dalam mengimbangi tuntutan zaman, beserta faktor- faktor lain yang beragam, pesantren dianggap kurang siap untuk “lebur” dalam mewarnai kehidupan modern. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Qomar 2005: 113, yakni isi kurikulum keagamaan pesantren dianggap kurang melakukan pengembangan- pengembangan yang di sesuaikan dengan tuntutan zaman seperti pada kajian bahasa Arab yang sangat populer diajarkan di setiap pesantren. Bahasa Arab adalah sebagai alat dalam memahami ajaran Islam terutama yang terurai dalam al- Qur‟an, Hadits, dan kitab-kitab Islam klasik, dianggap terlalu berlebihan pada aspek kognitif, sedangkan pada aspek afektif dan psikomotorik kurang terjelajahi secara proposional. Pesantren harus memperhatikan dan menghadapi situasi yang berkembang sekarang. Oleh karena itu, perlu trobosan-trobosan yang tepat dan sesuai, seperti kemampuan multibahasa sebagai alat utama pengembangan pemikiran. Maka para santri selain memiliki akar tradisi kitab kuning dan pemikiran klasik, juga terlibat aktif dan kritis dalam wacana modernitas Kitab putih. Guna membenahi kekurangan-kekurangan tersebut banyak para tokoh dari kalangan pesantren mulai mengembangkan visi-misi dan kurikulumnya. Pesantren mulai melakukan akomodasi dan penyesuaian seperti adanya sistem penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas dan sistem klasikal. Bahkan pesantren juga mulai melakukan pengembangan kurikulum dengan memasukkan pelajaran umum seperti pelajaran bahasa Inggris, sains teknologi, keterampilan, dan ilmu-ilmu lain serta pelajaran ekstra seperti olah raga, seni dan lain-lain. Langkah lain yang ditempuh pesantren berdasarkan gagasan kemandirian adalah memperkenalkan beberapa pelatihan keterampilan vocational dalam sistem pendidikannya. Sebagai contoh, Pesantren Tebu Ireng dan Rejoso sejak dekade 1950-an dan awal 1960-an telah mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan keterampilan bidang pertanian dan perdagangan. Begitu juga pesantren Gontor, Denanyar, Tambak Beras dan Tegalrejo telah mengembangkan koperasi Madjid, 1997 : xviii. Perjumpaan pesantren dengan kurikulum merupakan sebuah keharusan karena kedudukannya yang cukup sentral dalam dunia keilmuan. Menurut Azra 1998: 87 karena kedudukannya sebagai lembaga pendidikan indigenous, pesantren memiliki akar sosio- historis yang cukup kuat. Dengan bekal tersebut pesantren mampu bertahan di tengah gelombang perubahan berbagai sisi kehidupan menyangkut ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam konteks keilmuan, Azra 1998: 89 berpendapat paling tidak pesantren memiliki tiga fungsi pokok. Pertama, transmisi ilmu pengetahuan Islam transmission of Islamic knowledge; kedua, pemeliharaan tradisi Islam maintenance of Islamic tradition; ketiga, pembinaan calon-calon ulama reproduction of ulama. Dilihat dari tanggungjawab pesantren yang cukup besar terhadap tiga hal di atas maka agaknya pembaharuan terhadap kurikulum khususnya aspek pembelajaran merupakan kebutuhan mendesak. Namun, sejauh ini masih jarang dari kalangan pesantren yang memperhatikan secara serius dalam kurikulumnya mengenai langkah pengenalan keluar secara lebih luas terhadap keilmuan yang diajarkan. Padahal segala potensi yang ada khususnya di bidang transmisi keilmuan klasik, jika tidak dikembangkan dan didukung dengan improvisasi metodologi hanyalah akan menghadirkan penumpukan keilmuan sebagaimana yang diungkapkan Malik Fajar seperti dikutip Madjid 1997 : 114, sehingga akhirnya karena kurangnya improvisasi metodologi tersebut materi keilmuan, ketrampilan yang didapatkan dari pesantren baik pesantren klasik maupun modern hanya menjadi teori-teori yang tidak dapat diaplikasikan secara praktis di dalam kehidupan sosial masyarakat, karena tidak responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Kurikulum harus senantiasa berkembang disesuaikan dengan kemajuan dan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Masyarakat merupakan input dari institusi pendidikan memerlukan proses dan output yang baik. Menurut Wahyudin 2014: 62 Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensip yang meliputi perencanaan, penerapan, dan evaluasi karena pengembangan kurikulum menunjukkan perubahan- perubahan dan kemajuan-kemajuan. Pembahasan mengenai perubahan untuk pencapaian kemajuan dalam kaitannya dengan pendidikan Qomar 2010: 214 berpendapat bahwa, perubahan merupakan salah satu dari arah pembaruan. Perubahan dapat mengarah kepada kemajuan atau kemunduran. Oleh karena itu, dibutuhkan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola perubahan agar mengarah pada upaya dan orientasi penyempurnaan yang terkendali. Perubahan dan perkembangan yang dirumuskan dalam ajaran Islam secara umum, memiliki landasan teologis normatif, yaitu yang terkandung dalam al- Qur‟an Surah al-Ra‟d 13: 11 dan al- Qur‟an Surah al-Anfâl 8: 53, kedua ayat tersebut mengandung pengertian bahwa suatu kaum harus merubah dirinya sendiri, jika menginginkan suatu perubahan pada keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Ayat ini juga menjelaskan bahwa Allah Maha berkehendak atas segala sesuatu, maka sebagai makhluk ciptaan-Nya hendaklah kita selalu memohon perlindungan hanya kepada-Nya. Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sudah semestinya melakukan perubahan dan pengembangan pada kurikulum keagamaannya dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah sejak lama diakui sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam memodernisasikan masyarakat dalam ruang lingkup yang sederhana. Keberadaan pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini merupakan salah satu alternatif lembaga pendidikan Islam yang dipilih masyarakat Muslim. Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami ajaran-ajaran Islam. Pesantren sejak awal keberadaannya, hingga kini telah menunjukkan perkembangannya terutama pada kurikulum yang diterapkan, baik pada pesantren yang menerapkan sistem tradisional salafiyah, modern dan pesantren kombinasi yang memadukan sistem pendidikan tradisional dan modern tersebut. Fenomena hadirnya pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan dan minat masyarakat yakni masyarakat yang tidak hanya memiliki bekal pada kesalehan akhirat saja namun, juga dapat memenuhi kebutuhan duniawi. Fenomena keberadaan pesantren dengan sistem pendidikan kombinasi tersebut merupakan suatu bentuk perkembangan pesantren yang ditunjang dengan pengakuan yang diberikan pemerintah, yakni berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, yakni terdapat pada Pasal 14 ayat 3 “Pesantren dapat menyelenggarakan 1 satu atau berbagai satuan danatau program pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal” dan Pasal 26 ayat 2 “Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah, danatau pendidikan tinggi”. Upaya pengembangan kurikulum, terutama pada pendidikan keagamaan dapat dilakukan dengan terus mempertahankan ciri khas utama pesantren yakni pendalaman pada kajian yang bersumber pada al- Qur‟an, Hadits dan kajian-kajian keislaman karya-karya ulama klasik kitab kuning dengan mengembangkan komponen-komponen kurikulum, seperti tujuan, materi dan metode kurikulum dan ditambah dengan keterampilan yang menunjang nilai-nilai keagamaan, seperti konsep yang ditawarkan Qomar 2014: 42-43, yaitu: 1 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan mendakwahkan Islam sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman baik dalam sekala lokal, nasional, maupun internasional; 2 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki kemampuan meneliti menggali, menemukan, dan mengembangkan khazanah keislaman; 3 Memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki keterampilan kewirausahaan, seperti usaha memasarkan hasil karya keterampilan kaligrafi Islam; 4 memberikan bimbingan dan pelatihan agar santri memiliki konsentrasi keahlian. Pesantren al-Hamidiyah adalah salah satu lembaga pendidikan swasta yang beralamat di Jl. Raya Depok Sawangan KM. 2 No. 12 Kec. Rangkapan Jaya Kel. Pancoran Mas Kota Depok. Pesantren al-Hamidiyah termasuk pesantren yang terus mengembangkan kurikulumnya. Pesantren yang didirikan oleh seorang ulama kharismatik yakni KH. Achmad Sjaichu pada 17 Juli 1988, lembaga ini pada awal berdirinya adalah pesantren dengan jenis pendidikan formal berbentuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah, dan kini telah memiliki unit satuan pendidikan yang berkembang dengan pesat antara lain; Kelompok Bermain KB, Taman Kanak-kanak Islam TK, Taman Pendidikan al- Qur‟an TPQ, Sekolah Dasar Islam Terpadu SDIT, Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu SMPIT berwawasan Internasional, dan Sekolah Tinggi Agama Islam STAI. Keberadaan unit-unit tersebut tetap mengedepankan ajaran dan nilai-nilai yang bercirikhas keagamaan. Profil Pesantren al-Hamidiyah Pesantren al-Hamidiyah mengembangkan kurikulum pesantren salafiyah dengan memadukan kurikulum pesantren salafiyah dan pendidikan modern yang lazim dikenal dengan sistem salafiyah asriyah. Kurikulum yang digunakan oleh unit-unit pendidikan Pesantren al-Hamidiyah menggunakan kurikulum Kementrian Agama RI, Kementrian Pendidikan Nasional, dan kurikulum kepesantrenankeagamaan yang biasa disebut Kajian Islam, adapun kitab kuning yang digunakan, seperti Bulugh al- Maram, Ta‟lim Muta‟alim, Fath al-Qarib, Imritî dan Amtsilah al-Tasrifiyah. Profil Pesantren al-Hamidiyah Secara geografis keberadaan Pesantren al-Hamidiyah berada di tengah perkotaan, disana terdapat beberapa lembaga pendidikan lain yang memiliki kualitas yang cukup baik dan diminati oleh masyarakat sekitar. Namun, hal tersebut tidak menjadikan keberadaannya tersingkir dari minat masyarakat. Pesantren al-Hamidiyah terus melakukan pengembagan kurikulum yang disesuaikan dengan minat masyarakat, yakni masyarakat yang membutuhkan pendidikan yang dapat dijadikan bekal untuk memenuhi tuntutan kehidupan duniawi dan akhiratnya kelak. Sebagai pesantren yang menerapkan pola pendidikan pesantren kombinasi, Pesantren al-Hamidiyah memberikan keilmuan agama dan non agama melalui sekolahmadrasah dan memberikan ilmu keagamaan tambahan melalui pendidikan kepesantren yang dilaksanakan di luar jam sekolah. Nampaknya, hal tersebutlah yang menjadikan Pesantren al-Hamidiyah tetap menjadi alternatif pendidikan yang diminati oleh masyarakat, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah kota Depok. Pengembangan kurikulum keagamaan yang dilakukan oleh Pesantren al- Hamidiyah adalah sebagai upaya peningkatan mutu pendidikannya terbukti dengan berbagai prestasi yang diperoleh para santrinya baik dalam bidang akademik dan non akademik, selain itu Pesantren al-Hamidiyah memiliki alumni yang tersebar di beberapa Perguruan Tinggi Negeri PTN di Indonesia dan Universitas al-Azhar Kairo yang berada di luar Negeri. Dengan berdasarkan latar belakang tersebut penulis mencoba mengangkat tesis yang berjudul “Pengembangan Kurikulum Keagamaan di Pesantren Studi Kualitatif Kurikulum Keagamaan Pesantren al-Hamidiyah Sawangan Depok ”.

B. Identifikasi Masalah