Landasan Filosofi, Psikologi, Sosiologi, dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Tabel di atas menunjukkan bahwa santri dalam pembelajaran bahasa Arab nilai- nilai minimal yang telah ditentukan tersebut harus dicapai, kemudian apabila nilai santri kurang dari batas nilai tersebut maka santri akan diberikan kesempatan untuk melakukan remedial dan apabila setelah dilakukan remedial nilai masih belum mencukupi maka santri tidak naik kelas dan diberikan kesempatan untuk mengulang sekali lagi di kelas yang sama. Hal ini kemungkinan terjadi pada pelaksanaan pembelajaran sistem marhalah, terlihat pada ketentuan sistem penempatan kelas yang disesuaikan dengan kemampuan santri. Namun, hal ini jarang terjadi pada sistem tingkat kelas, pada system ini santri diupayakan untuk mencapai nilai ketuntasan dengan memberikan pembelajaran tambahan dan kesempatan remedial bagi santri yang belum mencapai nilai KKM dan terlihat juga berdasarkan rekap nilai yang dimiliki guru rata-rata santri adalah mencapai nilai ketuntasan dan naik kelas.

C. Analisis Pengembangan Kurikulum KeagamaanKajian Islam Pesantren al-

Hamidiyah Kurikulum yang digunakan pada Pesantren Al-Hamidiyah adalah seluruh pengalaman belajar santri yang terdiri dari beberapa materi keagamaan yang bersumber pada al- Qur‟an dan Hadits ditambah dengan kitab-kitab salafkuning dan pengalaman- pengalaman belajar lain berupa praktek-praktek dari teori-teori yang diajarkan dan praktek kehidupan bermasyarakat, baik sesama teman di asrama ataupun terhadap para guru dan pembimbingpengawas asrama. Jadi, dapat dikatakan bahwa seluruh kegiatan santri adalah pengalaman belajaran yang seluruhnya merupakan bagian dari kurikulum itu sendiri. Kurikulum sebagai pengalaman belajar juga diungkapkan oleh beberapa ahli. Menurut Arifin, 2013: 5 kurikulum diartikan sebagai semua kegiatan dan pengalaman belajar serta “segala sesuatu” yang berpengaruh terhadap pembentukan pribadi peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung jawab sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan. Segala sesuatu yang dimaksud di sini merupakan hidden curriculum kurikulum tersembunyi, misalnya fasilitas sekolah, lingkungan yang aman, suasana keakraban, kerja sama yang harmonis dan sebagainya yang dinilai turut mendukung keberhasilan pendidikan. Pengertian kurikulum tersebut hampir sama dengan pendapat Dewey‟s sebagaimana dikutip oleh Ornstein dan Hunkins 2009: 10, yaitu “curriculum is all the experiences children have under the guidance of teachers”. Pesantren al-Hamidiyah dalam mengembangkan dan merubah kurikulum keagamaannya mempertimbangkan beberapa hal yang berkaitan dengan kurikulum, baik landasan kurikulum, prinsip kurikulum, komponen-komponen kurikulum, dan pendekatan kurikulum, model pengembangan kurikulum itu sendiri.

1. Landasan Filosofi, Psikologi, Sosiologi, dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi Dalam pengembangan kurikulum perlu memperhatikan dasar atau landasan apa kurikulum dikembangkan. Landasan-landasan yang dipertimbangkan oleh Pesantren al- Hamidiyah dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum keagamaannya, diantaranya adalah landasan filosofi, psikologi, sosiologi, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertama, pengembangan kurikulum atas dasar pertimbangan landasan filosofis. Menurut Hamalik 2014: 19 filsafat pendidikan dapat menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan, prinsip-prinsip pembelajaran, serta seperangkat pengalaman belajar yang bersifat mendidik. Hamalik, 2014: 19 Dalam hal ini Pesantren al-Hamidiyah tujuan dari kurikulum pendidikannya adalah bertujuan mendidik para santri agar menjadi calon atau kader „ulama warasah al-anbiya‟ yang akan memperjuangkan tegaknya ajaran Islam ala Ahlussunnah wal Jama‟ah. Tujuan tersebut dimaksudkan agar santri dapat meneruskan dan melestarikan ajaran-ajaran Islam. Kedua, pengembangan kurikulum atas dasar pertimbangan landasan psikologi, Pesantren al-Hamidiyah memperhatikan unsur perkembangan psikologis santri dan memberikan situasi-situasi belajar yang tepat kepada mereka agar mereka dapat mengembangkan bakat dan minatnya sebagai kader ulama warasah al-anbiya. Upaya tersebut terlihat pada pengelompokkan kelas yang disesuaikan dengan kelompok usia yang sama dan memberikan situasi-situasi belajar yang disesuaikan dengan perkembangan anak sesuai tingkat kelasnya. Hal ini selaras dengan konsep Sukmadinata 2012: 46 yang mengungkapkan bahwa sedikitnya terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan, baik dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode pembelajaran serta teknik-teknik penilaian. Ketiga, pengembangan kurikulum berlandaskan sosiologis. Menurut Arifin 2013: 75 unsur-unsur sosiologis yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu: pengembangan kurikulum harus memperhatikan unsur-unsur pendidikan informal, pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan kepentingan peserta didik untuk masa yang akan datang dan pengembangan kurikulum harus dapat membekali kemampuan yang cukup kepada peserta didik. Kaitannya dengan pendapat ahli di atas, Pesantren al-Hamidiyah telah mempertimbangkan pengembangan kurikulumnya atas pertimbangan sosiologis tersebut. Pertimbangan sosiologis tersebut dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang cukup dalam bidang keagamaan, baik secara teori maupun praktek, hal ini dimaksudkan agar santri siap ketika berhadapan secara nyata dengan masyarakat luas. Dalam hal materi yang diberikan yakni santri dibekali dengan teori-teori dan praktek dalam bidang keagamaan, teori yang diberikan melalui sumber-sumber keagamaan berupa kitab-kitab karangan ulama salaf dan praktek yang diberikan dengan memberikan santri seperti praktek ibadah harian, pelatihan pengurusan jenazah, kegiatan muhadarah baik yang diaksanakan pada kegiatan mingguan di hadapan teman-temannya yang lain, kegiatan pengabdian masyarakat KPM yang dilakukan satu tahun sekali, atau mengikuti lomba bidang keagamaan antar pesantren lain. Keempat, pengembangan kurikulum berlandaskan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Widyastono 2014: 33 isi kurikulum harus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat mengantisipasi perubahan yang mungkin terjadi. Dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan didapatkan kurikulum sesuai. Sehingga, komponen-komponen kurikulum, seperti Isi dan metode kurikulum tidak tertinggal dengan kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern. Pesantren al-Hamidiyah memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena itu dalam mengembangkan kurikulumnya memberikan pelatihan- pelatihan yang berkaitan dengan perkembangan teknologi. Hal ini dimaksudkan agar santri memiliki kemampuan tambahan, seperti pelatihan internet sebagai wahana syi‟ar digital dari santri Madrasah Aliyah dan tampil langsung didepan kamera baik sebagai MC atau sebagai penceramah di salah satu stasiun TV Indonesia. Upaya ini dilakukan agar santri dapat mempelajari praktek langsung dalam melakukan syi‟ar Islam menggunakan teknologi kelak di hadapan masyarakat.

2. Prinsip Fleksibelitas, Relevansi dan Kontinuitas