Faktor Penyebab Pencemaran Pencemaran Lingkungan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

22

2.2.4 Analisis Beban Pencemar

Beban pencemar merupakan istilah yang dikaitkan dengan jumlah total bahan pencemar yang masuk ke dalam suatu lingkungan yang dihasilkan oleh manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya pada suatu kurun waktu tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung Sutisna, 2007. Besarnya beban pencemar sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang berada di sekitar aliran air yang masuk ke daerah tersebut. Selain itu besarnya beban pencemar juga sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada saat pasang, beban limbah yang masuk akan sangat kecil dikarenakan tertahan oleh tingginya atau terjadinya peningkatan oleh massa air yang berasal dari laut. Sedangkan sebaliknya pada saat surut beban limbah yang ke muara dan pantai akan besar Rafni, 2004; Hadi, 2005 in Mezuan, 2007. Dalam suatu analisis beban pencemar, sangat diperlukan penggunaan metode yang tepat dan sesuai dengan tujuan analisis. Memilih metode yang tepat merupakan masalah utama yang biasa dihadapi dalam suatu penelitian. Pemilihan metode seharusnya didasarkan pada kondisi lingkungan, seperti proses percampuran, tingkat pembilasan, volume pengenceran, penggunaan lahan, keberadaan spesies terancam punah, dan waktu pembuangan limbah. Suatu limbah dapat dikatakan sebagai sumberdaya apabila masih bisa ditolelir oleh ekosistem, namun sebaliknya bisa dikatakan sebagai bahan pencemar apabila dapat mengganggu keberadaan dan stabilitas ekosistem. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia yang mendiami sekitar aliran perairan mulai dari hulu sungai yang mengalir kearah laut Suharsono, 2005. Seperti dikatakan diatas, bahwa pemilihan metode harus didasarkan pada tujuan dari suatu penelitian. Apabila suatu penelitian tersebut dilakukan untuk memberikan perhatian yang menarik bagi media dan masyarakat, maka metode yang pertama ini memberikan solusi analisis untuk memberikan asumsi bahwa seluruh limbah yang dihasilkan oleh manusia adalah pencemar. Metode pendekatan kedua adalah dengan mengasumsikan bahwa seluruh limbah dari masyarakat adalah pencemar, sedangkan limbah yang berasal dari proses-proses alam seperti banjir, letusan gunung berapi dan lain sebagainya sebagai rona awal. Pendekatan ketiga dalam penetapan metode analisis beban pencemar adalah dengan menggunakan metode penelitian langsung terhadap 23 seluruh objek yang dibagi dalam bagian kecil. Setiap bagian kecil tersebut kemudian dihitung beban limbah, kapasitas asimilasi dan status pencemarannya. Dari pada dua metode sebelumnya, metode ketiga ini memang lebih baik dan biasa digunakan pada penelitian skala regional, urban, dan lokal. Adapun metode pendekatan keempat adalah dengan menganalisis beban limbah dengan tujuan untuk mengetahui nilai lebih dan berkurangnya kapasitas asimilasi dari beban limbah kimia yang berbeda. Metode ini hampir sama dengan metode ketiga dengan keunggulan dan kekurangan yang hampir sama pula.

2.2.5 Kapasitas Asimilasi

Pada dasarnya limbah bisa berfungsi sebagai sumberdaya dan juga bisa menjadi bahan pencemar lingkungan. Perbedaan utama yang dapat dianalisis adalah karakteristik dari lingkungan penerima limbah, kualitas dari limbah yang dibuang dan juga waktu dari pembuangan limbah itu dilakukan UNEP, 1993 in Anna, 1999. Limbah yang dapat dinetralkan dapat dikategorikan sebagai gangguan biasa sedangkan yang merusak lingkungan dikatakan sebagai pencemar. Demikian halnya limbah yang melewati atau yang diterima ekosistem mangrove, apabila tidak mengganggu ekosistem mangrove maka hanya dikategorikan sebagai gangguan biasa, namun apabila sampai merusaknya maka dikategorikan sebagai pencemar. Kemampuan dalam menerima limbah tanpa merusak ekosistem tersebut disebut sebagai kapasitas asimilasi. Nemerow 1991 in Mezuan 2007 menambahkan bahwa kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Jadi, kapasitas asimilasi merupakan kemampuan dari suatu lingkungan ataupun ekosistem dalam menerima limbah ataupun bahan pencemar tanpa menyebabkan gangguan ataupun kerusakan bagi lingkungan ataupun ekosistem tersebut. Perhitungan kapasitas asimilasi sangat tergantung dari lingkungan studi dan bersifat sangat spesifik, sehingga antara suatu lingkungan dengan lingkungan yang lain akan berbeda penilaiannya. Salah satu metode yang digunakan dalam menghitung kapasitas asimilasi adalah dengan membandingkan antara kualitas air dengan jumlah beban pencemar limbah. Kapasitas asimilasi dapat ditentukan 24 dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya pada suatu grafik. Setelah itu hasil yang diperoleh direferensikan dengan baku mutu yang berlaku dan berkaitan dengan biota laut Rajab, 2005. Referensi yang dipakai dalam penentuan ini adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Lampiran 8. Adapun yang disebut nilai kapasitas asimilasi merupakan hasil perpotongan pada grafik dari hasil komparasi antara beban pencemar dengan baku mutu air laut bagi kehidupan biota tersebut.

2.3 Parameter Kualitas Air

Kualitas air didefinisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain dalam air Effendi, 2003. Dahuri 2005 menambahkan bahwa kondisi kualitas air suatu lingkungan dapat menggambarkan apakah suatu lingkungan itu tercemar atau tidak. Penentuan tingkat tercemar atau tidaknya suatu lingkungan dapat dilakukan dengan mengukur konsentrasi berbagai bahan pencemar. Adapun pengukuran kualitas air dilakukan dengan maksud untuk : 1 mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk, fisika, kimia dan biologi, 2 membandingkan nilai kualitas air dengan baku mutu yang berlaku sesuai dengan peruntukannya, 3 menilai kelayakan sumber daya air untuk keperluan tertentu Siregar, 2005.

2.3.1 TSS Total Suspended Solid

Total Padatan Tersuspensi Total Suspended Solid merupakan padatan dengan diameter 1 µm yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut, dan tidak dapat langsung mengendap, yang terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan lain sebagainya. Padatan tersebut tersaring pada kertas milipore dengan ukuran pori sebesar 0,45 µm Hariyadi et al. , 1992 in Rafni, 2004. Apabila nilai TSS suatu perairan tinggi maka nilai kecerahan perairan tersebut akan rendah, demikian sebaliknya semakin rendah nilai TSS maka semakin tinggi kecerahan pada perairan tersebut. Padatan tersuspensi akan berpengaruh kuat terhadap keberadaan biota melalui dua mekanisme. Pertama,