11 d. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan yang berasosiasi dengan mangrove dalam melangsungkan proses fotosintesis dan
respirasi Aksornkoae, 1993. Tanah mangrove umumnya berupa lumpur yang selalu jenuh air, sehingga hampir tidak memiliki rongga udara untuk menyerap
oksigen. Jumlah oksigen terlarut dalam perairan mangrove umumnya lebih rendah dari pada laut terbuka Bengen dan Dutton, 2004. Kandungan ini semakin rendah
pada tempat yang memiliki bahan organik berlebih, mengingat oksigen diserap untuk peruraian bahan organik, sehingga terbentuk zona anoksik. Oksigen pada
permukaan sedimen digunakan bakteri untuk mengurai bahan organik dan respirasi Aksornkoae, 1993. Oksigen ini diperoleh dari sirkulasi pasang-surut
dan pengaruh atmosfer. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tumbuhan mangrove beradaptasi
melaui sistem perakaran yang khas. Sebagai contoh adalah Aegialites dan Sonneratia
spp. menyiasatinya dengan adanya pneumatofora. Kekurangan oksigen juga dipenuhi oleh adanya lubang-lubang dalam tanah yang dibuat oleh
hewan, misalnya kepiting. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan tanah, keanekaragaman tumbuhan dan organisme akuatik.
Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi terjadi pada siang hari dan terendah pada malam hari.
e. Pasang-surut air laut Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas area
mangrove Aksornkoae 1993. Salinitas air meningkat pada saat pasang naik, dan menurun pada saat pasang surut. Hal ini dapat membatasi zonasi dan distribusi
spesies mangrove, terutama distribusi horizontal Kusmana et al., 2008. Indonesia pada umumnya memiliki tipe pasang surut mixed semi diurnal tides
yaitu dengan 2 kali pasang tertinggi dan 2 kali surut terendah dalam sehari dengan posisi ketinggian yang tidak sama Bengen dan Dutton, 2004.
Area pantai diantara pasang tertinggi highest high water spring tide HHWST dan surut terendah low water spring tide LLWST atau yang disebut
daerah intertidal. Adapun daerah yang ada di tengah tengahnya mid tide level
12 MTL sampai dengan HHWST merupakan daerah pertumbuhan mangrove
Bengen dan Dutton, 2004. Pada area yang selalu tergenang hanya R. mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera dan Xylocarpus jarang mendominasi area
ini. Pasang surut juga berpengaruh terhadap perpindahan massa air tawar dan laut, sehingga mempengaruhi distribusi vertikal spesies mangrove. Ekosistem
mangrove yang tumbuh di daerah pasang harian memiliki struktur dan kesuburan yang berbeda dari daerah semi-diurnal atau pasang campuran Aksornkoae, 1993.
Rentang pasang surut dapat mempengaruhi sistem perakaran mangrove. Di daerah dengan rentang pasang yang lebar, pneumatofora Rhizophora, Sonneratia, dan
Aegialites tumbuh lebih tinggi daripada di daerah yang rentangnya sempit.
Tomlinson 1986 dan UNEP 1994 in Bengen dan Dutton 2004 menyatakan bahwa mangrove sejati terbatas pada daerah intertidal diantara muka
laut saat neap tide dan spring tide. Apabila mangrove hidup dalam kondisi yang optimal misalnya didaerah delta sungai, estuaria dan laguna, maka pohon
mangrove bisa tumbuh mencapai 45 m sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi.
Hutchings dan Saenger 1987 menambahkan hubungan antara faktor- faktor kimia fisika dan proses kehidupan penting bagi mangrove pada Gambar 2.
Sumber : Hutchings dan Saenger 1987 Gambar 2 Skema keterkaitan antara faktor fisik-kimiawi dengan tumbuhan
mangrove
13
2.1.4 Karakteristik Biotik Mangrove
Menurut Soerinaga dan Indrawan 1984 in Bengen dan Dutton 2004, kunci karakteristik hutan mangrove yang ada di Indonesia adalah :
1. Terpengaruh oleh kondisi pasang surut 2. Tidak terpengaruh oleh perubahan musim
3. Tumbuh di tanah khususnya tanah liat berlumpur dan berpasir yang tergenang oleh air laut
4. Berada pada pantai landai 5. Tidak terstruktur pada lapisan tegakan hutan
6. Tinggi pohon mencapai 30 m 7. Terdiri dari pohon asosiasi yang tumbuh mulai dari laut menuju bagian
dalam, yaitu : Avicennia, Sonneratia, Rhizophora Bruguiera, Bruguiera, Xylocarpus, Lumnitzera
dan Nypa fruticans 8. Ditumbuhi spesies ikutan : Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, A.
ebracteatus Vegetasi hutan mangrove di Indonesia sangat beragam, dengan beberapa
faktor yang mempengaruhi zonasi dan keanekaragamannya Bengen, 2002; Bengen dan Dutton, 2004. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi
zonasi beberapa vegetasi mangrove disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi zonasi beberapa vegetasi
mangrove
No Nama tumbuhan
Salinitas ppt
Toleransi terhadap
gelombang dan angin
Toleransi terhadap
lumpur Frekuensi
penggenangan
1 Rhizopora mucronata
10 - 30 Tinggi
Tinggi 29 hari bulan
2 Rhizopora apiculata
10 - 30 Sedang
Tinggi Beberapa
hari bulan
3 Bruguiera gymnorrhiza
10 - 30 Rendah
Tinggi Beberapa
hari bulan
4 Lumnitzera littoralis
10 - 30 Sangat rendah
Sedang Beberapa
hari bulan
5 Bruguiera parviflora
10 - 30 Rendah
Tinggi 9 hari bulan
6 Rhizopora stylosa
10 - 30 Sedang
Tinggi 9 hari bulan
7 Sonneratia alba
10 - 30 Sedang
Tinggi 10-19
hari bulan
8 Sonneratia caseolaris
10 - 30 Sedang
Tinggi 10-19
hari bulan
9 Avicennia
spp. 10 - 30
Sedang Tinggi
10-19 hari
bulan 10
Xylocarpus granatum 10 - 30
Rendah Sedang
9 hari bulan
Sumber : Bengen 2002; Bengen dan Dutton 2004
14
2.1.5 Fungsi dan Manfaat Mangrove
Terdapat banyak fungsi ekosistem mangrove yang dapat dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bengen dan Dutton 2004
mengelompokkan fungsi terpenting ekosistem mangrove menjadi 6 bagian, yaitu : 1 sebagai pelindung dari erosi yang disebabkan oleh gelombang dan angin; 2
produsen bahan organik sehingga bisa menjadikannya sebagai rantai makanan bagi ikan, kepiting dan udang; 3 daerah pelindung bagi fauna muda seperti
burung, kelelawar dan sebagai feeding ground dan spawning ground bagi ikan dan udang tertentu; 4 sebagai penghasil bahan baku industri; 5 sebagai
pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya; dan 6 sebagai tempat wisata dan rekreasi.
Selain manfaat diatas, mangrove memiliki manfaat yang diklasifikasikan menjadi 3, yaitu manfaat fisik, manfaat ekonomi dan manfaat biologi. Dari segi
fisik mangrove mumpunyai fungsi sebagai ekosistem yang menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut
Furukawa et al., 1997 in Perry dan Berkley, 2009; menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru;
sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke danau, atau sebagai filter air asin menjadi air tawar; sebagai pengurai bahan organik Anwar
dan Subiandono, 1997 in Bengen dan Dutton, 2004. Adapun fungsi mangrove dari segi biologi adalah sebagai kawasan untuk
berlindung, bersarang serta berkembang biak bagi ikan, udang, burung dan satwa lain Bengen dan Dutton, 2004; sebagai sumber plasma nutfah dan sumber
genetika; sebagai habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut Kon et al., 2009; sebagai kawasan pemijahan spawning ground oleh bermacam-macam
ikan, krustasea kepiting dan udang, bivalvia, dan gastropoda Bengen dan Dutton, 2004; Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber
makanan penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan detritus yang kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
Zamroni dan Rohyani 2008 menambahkan bahwa produksi serasah di Pantai Teluk Sepi dengan luas 128,74 ha dapat mencapai 9,9 tonhatahun, selain itu
mangrove juga berperan sebagai daerah asuhan nursery ground bagi udang Macia et al., 2003; sebagai daerah mencari makanan feeding ground bagi
15 plankton juga sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan dan biota lainnya
Bengen dan Dutton, 2004. Mangrove juga membantu dalam memberi perlindungan terhadap lamun dan ekosistem terumbu karang dari dampak negatif
pengkayaan nutrien dan sedimentasi Adame et al., 2010. Fungsi lain yang dimiliki ekosistem mangrove adalah fungsi ekonomi,
misalnya sebagai penghasil bahan baku industri, misalnya pulp, tekstil, makanan ringan; penghasil bibit ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu;
penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga Bengen dan Dutton, 2004. Selain itu ekosistem mangrove memiliki fungsi
wisata yang bermanfaat untuk dinikmati secara langsung yang sekaligus berfungsi untuk melestarikan keberadaan mangrove di lokasi wisata, konservasi dan
penelitian Bengen, 2002. Beberapa penelitian telah menyatakan hubungan antara mangrove dan
pencemaran terhadap lingkungan. Misalnya yang dilakukan oleh Chiu dan Chou 1991 dan 1995 in Sadooni dan El-Kassas 1999 yang mempelajari tentang
pengaruh distribusi logam berat pada hutan mangrove di daerah estuaria Thamsui, Taiwan. Hasil dari studi menyebutkan bahwa konsentrasi logam berat secara
berurutan menurun mulai dari akar ke batang, daun dan bibit serta terdapat korelasi positif antara jumlah logam berat yang terdapat dalam jaringan tubuh
dengan di substrat. Pada penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa logam berat yang terdapat bibit mangrove Kandelia candel lebih banyak ditemukan dari
pada dalam padi sehingga dapat disimpulkan bahwa mangrove jenis ini dapat beradaptasi dengan logam berat dalam jumlah yang lebih besar.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Boeer 1993 in Sadooni dan El- Kassas 1999 menyatakan bahwa respon pneumatofora Avicennia marina
memiliki lebih banyak cabang pada lingkungan yang tercemar oleh minyak dibandingkan pada lingkungan yang tidak terjadi pencemaran. Demikian pula
yang dilakukan oleh Dasiva et al., 1997 in Sadooni dan El-Kassas 1999 yang meneliti dampak pencemaran petroleum pada ekosistem mangrove di Brazil. Hasil
penelitian menyatakan bahwa polusi minyak berkorelasi positif dengan peningkatan jumlah pneumatofora, kerusakan bentuk daun, buah dan penurunan
litter production . Selanjutnya Zhang et al., 2010 menyatakan bahwa mangrove