Karakteristik pukat ikan fish net

2.4.2 Karakteristik pukat ikan fish net

Alat tangkap pukat ikan mirip dengan pukat udang. Perbedaan kedua alat ini adalah pukat ikan tidak memiliki BED By-catch Excluder Device, jaring lebih kasar dan memiliki mata jaring yang lebar dibandingkan dengan jaring udang. Jenis pukat ikan termasuk kedalam kelompok Otter Trawl atau disebut juga jaring tarik Lampiran 13. Otter trawl baca : commercial shrimp trawl pertama kali diperkenalkan kurang lebih pada tahun 1912 dan 1915 di pantai timur Florida. Kehadiran otter trawl tersebut secara cepat dapat diterima untuk menggantikan haul seine tradisional sebagai standard commercial gear. Di Indonesia telah diperkenalkan kurang lebih pada akhir abad 19. Pada awalnya papan trawl tersebut diikatkan langsung pada ujung sayapkaki tetapi kemudian Vigneron dan Dahl Bangsa Perancis mengadakan modifikasi yang selanjutnya dikenal dengan V-D trawl, yaitu kedua pada ujung sayapkaki diikatkan pada perentang spreader, yakni ris head rope pada ujung atas dan ris bawah foot rope pada ujung bawah perentang. Perentang bisa dibuat dari kayu maupun besi. Selanjutnya perentang tadi dengan kawat baja pendek atau panjang dihubungkan ke bagian belakang papan trawl otter board. Demikianlah Vigneron dan Dahl memasang papan trawl dengan jarak antara 50-100 Q dari ujung sayap kaki jaring. Pukat tarik dasar berbentuk kantong yang terbuat dari jaring dan terdiri dari 2 bagian sayap dan bagian square, bagian badan serta bagian kantong jaring BPPI. Semarang 1986. 1 Sayapkaki jaring wing; Bagian jaring terpanjang dan terletak di ujung depan dari pukat tarik dasar.sayap jaring terdiri dari sayap atas upper wing dan sayap bawah lower wing. 2 Medan jaring atas square; Bagian jaring yang terletak di atas mulut jaring dan menjorok ke depan. Square merupakan selisih antara panjang sayap bawah dan panjang sayap atas. 3 Badan jaring body; Bagian jaring yang terpendek dan terletak di antara bagian kantong dan bagian sayap jaring. 4 Kantong jaring cod end; Bagian jaring yang terletak di ujung belakang dari pukat tarik dasar. 5 Panjang total jaring; Hasil penjumlahan dari panjang bagian sayapkaki, bagian badan dan bagian kantong jaring. 6 Keliling mulut jaring circumference at net mouth; Bagian badan jaring yang terbesar dan terletak di ujung depan dari bagian badan jaring. 7 Palang rentang beam; Kelengkapan pukat tarik dasar yang berbentuk batang bambukayu atau besi, yang dipergunakan sebagai alat pembuka mulut jaring. 8 Papan rentang otter board; Kelengkapan pukat tarik dasar yang berbentuk papan empat persegi panjang yang dipergunakan sebagai alat pembuka mulut jaring. 9 Pemberat rantai tackle chain; Sebagai alat pengejut udang yang berada di dalam dasar perairan dan terpasang sepanjang tali ris bawah. 10 Tali ris atas head rope; Tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas, melalui bagian square jaring. 11 Tali ris bawah ground rope; Tali yang berfungsi untuk menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah, melalui mulut jaring bagian bawah. 12 Tali selambar warp rope; Tali yang berfungsi sebagai penghela dragging di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik pukat tarik dasar ke atas geladak kapa l. Konstruksi pukat tarik dasar kecil tipe 2 seam atau panel dapat dilihat pada Gambar 12. Keterangan gambar: 1 Panjang Bagian – Bagian Jaring 2 Lebar Bagian – Bagian Jaring a Panjang tali ris atas :l a Keliling mulut jaring : a b Panjang tali ris bawah : m b Setengah keliling mulut jaring : h c Keliling mulut jaring : a c Lebar ujung depan bagian sayap atas : g2 d Panjang total jaring :b d Lebar antara bagian sayap atas : g2’ e Panjang bagian sayap atas : c e Lebar ujung belakang bagian sayap atas : g1 f Panjang antara bagian sayap atas : c’ f Lebar ujung depan bagian sayap bawah : h2 g Panjang bagian sayap bawah : d g Lebar antara bagian sayap bawah : h2’ h Panjang antara bagian sayap bawah : d’ h Lebar ujung belakang bagian sayap bawah : h1 i Panjang bagian medan jaring atas square : Sqr i Jarak ujung-ujung belakang sayap atas : g” j Panjang bagian badan : e j Jarak ujung-ujung belakang sayap bawah : h” k Panjang bagian kantong : f k Lebar ujung depan bagian square : g’ l Lebar ujung belakang bagian square : g1’ m Lebar ujung depan bagian badan : i n Lebar ujung belakang bagian badan : i1 o Lebar ujung depan bagian kantong : j p Lebar ujung belakang bagian kantong : j1 Gambar 12 Desain bentuk baku konstruksi pukat tarik dasar kecil tipe 2 seam atau panel BPPI Semarang 1986. 2.5 Operasi Penangkapan Ikan Pelagis dengan Trawl dan Pukat Ikan 2.5.1 Operasi penangkapan ikan pelagis dengan trawl Pada umumnya trawl yang digunakan sampai saat sekarang masih didasarkan pada prinsip yang tidak banyak mengalami perubahan. Bentuk dasar masih merupakan jaring yang menyerupai kantong yang berbentuk “truncated cone ” dengan sayap yang terletak pada mulut jaring. Untuk membuka mulut jaring, umumnya digunakan beam yang menghubungkan ke dua wing, otterboard atau jaring tersebut ditarik oleh dua kapal. Berdasarkan operasinya, trawl dapat dibedakan atas bottom trawl dan midwater trawl pelagic trawl. Kedua jenis trawl tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sesuai dengan kondisi lapisan perairan dimana alat tersebut di operasikan. Cara pengoperasian trawl dapat dibagi atas tiga tahap yang meliputi : 1 Shooting yaitu melepaskan jaring ke laut. 2 Trawling yaitu menarik atau menghela jaring 3 Hauling yaitu mengangkat atau menaikkan jaring ke atas kapal. Tertangkapnya ikan selama trawling dapat terjadi jika gerombolan ikan berada di dalam jalur yang sama dengan jalur gerakan trawl. Dengan demikian ikan hanya akan dapat tertangkap jika berada di antara sweepline atau wing dengan kecepatan renang lebih rendah atau sama dengan kecepatan trawling kemudian ikan mengurangi kecepatannya. Ikan yang sudah berada di dalam mulut jaring dianggap sudah tertangkap dan diharapkan akan terus masuk ke codend. Didasarkan pada pertimbangan bahwa ikan hanya akan dapat tertangkap jika kecepatan trawling harus lebih tinggi atau sama dengan kecepatan renang maksimum ikan maka suatu penangkapan dengan trawl tidaklah dapat sukses jika kecepatan trawling di bawah kecepatan renang maksimum ikan. Peristiwa lolosnya ikan atau “escapement” dapat terjadi jika ikan yang sudah berada di antara wing atau di dalam mulut jaring bergerak ke luar jalur gerakan trawl. Disamping itu ikan yang sudah tertangkap dapat pula lolos melalui codend , jika mesh size codend lebih besar dari ukuran badan ikan. Pencegahan escapment melalui codend dengan memperkecil mesh size akan menyebabkan kenaikan resistensi dan penambahan berat Friedman 1973 selanjutnya Taniguchi 1969 menyatakan bahwa, dengan merubah koefisien tidak begitu berpengaruh terhadap kenaikan resistensi.

2.5.2 Operasi penangkapan ikan pelagis dengan pukat ikan

Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan lkan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda

0 8 242

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

0 12 113

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

1 13 5

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.

7 21 113

Variabilitas hasil tangkapan ikan hubungannya dengan sebaran klorofil a dan suhu pemukaan Laut Data Inderaja di Perairan Kalimantan Timur

0 3 109

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 3 128

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 4 138