Latar Belakang Analisis hasil tangkapan pukat ikan kaitannya dengan kandungan klorofil a dan suhu permukaan laut di Perairan Tapanuli Tengah

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perairan Tapanuli Tengah cukup strategis sebagai sentra produksi perikanan laut di Sumatera Utara. Hasil tangkapan yang dihasilkan oleh para nelayan Tapanuli Tengah terdiri atas ikan pelagis dan demersal. Hasil tangkapan ikan pelagis umumnya lebih dominan dibandingkan ikan demersal. Adapun perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis selama lima tahun terakhir dari perairan Tapanuli Tengah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Produksi ikan pelagis dari perairan Tapanuli Tengah, tahun 2000-2004 Tahun Produksi Ton 2000 2001 2002 2003 2004 42.082 41.915 42.025 30.960 31.208 Jumlah 188.190 Sumber : Harahap 2006. Jenis-jenis ikan yang tertangkap pada umumnya adalah kembung perempuan Rastrelliger brachysoma, kembung lelaki Rastrelliger kanagurta, parang-parang Chirocentrus dorab, peperekkeke Leiognathus decorus, beloso Saurida rumbii, teri Stolephorus commersonii, layang Decapterus spp, belado kuning Atule male, teteralu-alu Sphyraena genie, biji nangka Upeneus sulphurcus , bentongbuncilak Alepes djeddaba, selar Selar crumenopthalmus, baledang dan sotong. Pendapatan para nelayan Sibolga dan sekitarnya bervariasi menurut musim, karena harga ikan berbeda pada musim puncak, sedang dan paceklik. Menurut Harahap 2006, harga rata-rata ikan pelagis di Tapanuli Tengah menurut musim dan produktivitas yang diperoleh nelayan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1 Pada musim puncak jumlah ikan hasil tangkapan rata-rata 2.750 kgtrip dengan harga Rp.5.000,- per kgtrip 2 Pada musim sedang jumlah ikan hasil tangkapan rata-rata 1.500 kgtrip dengan harga Rp.1.500,- per kgtrip. 3 Pada musim paceklik jumlah ikan hasil tangkapan rata-rata 7.000 kgtrip dengan harga Rp.750,- per kgtrip. Harga ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting biasanya sudah ditentukan oleh para pengecertengkulak sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah mereka terapkan. Eksploitasi sumberdaya perikanan di perairan Tapanuli Tengah telah memicu terjadinya konflik antar nelayan setempat yang disebabkan oleh perebutan daerah penangkapan ikan DPI yang baik. Persoalan semakin bertambah dengan hadirnya nelayan-nelayan asing dari Thailand, Malaysia dan Vietnam yang melakukan illegal fishing penangkapan liar dengan menggunakan peralatan dan armadakapal modern. Nelayan-nelayan tersebut datang ke perairan Tapanuli Tengah sudah dilengkapi dengan peta daerah penangkapan ikan DPI sehingga ketika melaut mereka tidak lagi datang dengan tujuan ‘mencari’ ikan tetapi langsung ‘menangkap’ ikan karena dalam penentuan suatu daerah penangkapan ikan DPI oleh nelayan di perairan Tapanuli Tengah umumnya didasarkan pada faktor pengalaman yang dikaitkan dengan faktor musim. Sedangkan untuk mendapatkan gerombolan ikan dilakukan dengan cara-cara tradisional yaitu dengan memperhatikan tanda-tanda di laut, misalnya adanya gerombolan burung di atasdi dekat permukaan laut, ada tidaknya riak-riak ataupun buih air di permukaan laut dan juga warna air laut. Dengan cara ini tingkat keberhasilannya rendah dan mengandung keterbatasan-keterbatasan dalam skala ruang dan waktu. Keberadaan daerah penangkapan yang bersifat dinamis dan selalu berpindah mengikuti pergerakan ruaya ikan menjadi faktor utama konflik perebutan DPI pelagis. Secara alami ikan akan memilih lingkungan yang lebih sesuai baginya sedangkan lingkungan tersebut dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan. Oleh karena itu DPI pelagis haruslah dapat diduga dan ditentukan terlebih dahulu sebelum armada penangkapan ikan dioperasikan menuju lokasi penangkapan. Informasi tentang penyebaran daerah penangkapan ikan sangat perlu sekali untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya perikanan. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perikanan adalah daerah penangkapan fishing ground. Daerah penangkapan dapat berubah sesuai dengan perubahan kondisi perairan seperti perubahan suhu, arus, salinitas, produktivitas perairan dan sebagainya. Pola kehidupan ikan tidak dapat dipisahkan dari adanya berbagai kondisi lingkungan tersebut. Menurut Gunarso 1985, fluktuasi keadaan lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap periode migrasi musiman serta keberadaan ikan. Keadaan perairan serta perubahannya akan mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan biota laut termasuk ikan. Faktor musiman dan perubahan suhu tahunan serta berbagai keadaan lainnya akan mempengaruhi penyebaran serta kelimpahan suatu jenis ikan pada daerah penangkapan ikan. Informasi daerah penangkapan ikan dapat diperoleh melalui analisis parameter lingkungan seperti suhu perairan dan kandungan klorofil-a serta hasil tangkapan sehingga nelayan dapat meningkatkan efisien operasi penangkapan melalui penghematan waktu, tenaga dan biaya operasi penangkapan. Informasi tentang parameter lingkungan dapat diperoleh dengan cara memanfaatkan perkembangan teknologi inderaja sedangkan hasil tangkapan diperoleh melalui kegiatan operasi penangkapan. Namun demikian pemetaan daerah penangkapan ikan adalah pekerjaan yang sangat rumit mengingat banyak sekali faktor-faktor lingkungan perairan yang mempengaruhinya dan faktor tersebut bersifat dinamis. Adapun faktor-faktor tersebut cukup banyak yang meliputi faktor fisik, kimiawi, biologi dan ekologis. Parameter lingkungan yang menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini dibatasi pada SPL dan kandungan klorofil-a karena kedua parameter tersebut sangat berperan penting terhadap keberadaan ikan di perairan. Informasi tentang suhu perairan sangat penting karena dapat pula digunakan untuk mempelajari proses-proses fisika, kimia dan biologi di laut. Pola distribusi SPL dapat dipergunakan untuk mengidentifikasikan parameter-parameter laut seperti arus, umbalan dan front. Umumnya setiap spesies ikan mempunyai kisaran suhu optimum untuk makan, memijah, beruaya dan aktivitas lainnya Laevastu 1981. Lebih lanjut Laevastu 1981 mengatakan bahwa, batasan arus serta variasi arus permukaan mempengaruhi migrasi musiman dan tahunan dari ikan pelagis dan semi pelagis serta berperan dalam transportasi telur, larva dan ikan-ikan kecil. Dengan mengetahui distribusi SPL dan pola arus suatu wilayah perairan maka akan dapat diamati fenomena upwelling dan thermal front yang merupakan daerah potensial penangkapan ikan. Ikan pelagis yang bersifat predator menyukai perairan yang banyak ikan teri pemakan kandungan nutrien sebagai makanan utama. Kandungan nutrien tersebut dapat diestimasi melalui analisis sebaran klorofil-a. Valiela 1984 mengatakan bahwa sebaran klorofil-a di laut bervariasi secara geografis maupun berdasarkan kedalaman perairan. Variasi tersebut diakibatkan oleh perbedaan intensitas cahaya matahari, dan konsentrasi nutrien yang terdapat di dalam suatu perairan. Di laut, sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung. Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik masa air, dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Sebelum melakukan penangkapan ikan pelagis terlebih dahulu perlu mengetahui keberadaan ikan yang bersangkutan, sedangkan dalam upaya pengembangan sebagai salah satu potensi bidang kelautan adalah pemanfaatan sumberdaya hayati laut ikan secara optimal dan lestari. Oleh karena itu dibutuhkan informasi yang lengkap mengenai keadaan sumberdaya ikan dan lingkungannya di suatu perairan agar efisiensi operasi penangkapan ikan, perencanaan daerah penangkapan ikan dapat terlaksana dengan baik. Informasi ini sangat penting diketahui untuk perencanaan suatu usaha pemanfaatan sumberdaya ikan. Informasi tentang daerah penangkapan ikan mempunyai peranan penting untuk menghemat waktu, tempat dan biaya penangkapan. Dengan demikian, informasi tentang penyebaran kepadatan stok sumberdaya ikan yang sesuai dengan waktu dan tempat merupakan salah satu dasar bagi keberhasilan usaha penangkapan ikan. Penginderaan jauh inderaja kelautan saat ini telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi inderaja dalam pemanfaatan sumberdaya ikan telah dilakukan di beberapa negara maju seperti Jepang, Australia, Amerika dan beberapa negara-negara Eropa. Hal ini dapat membantu berbagai penelitian untuk memahami dinamika sumberdaya ikan. Menurut Aboet 1985, keberhasilan dari teknologi penginderaan jauh dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama adalah kecanggihan dan ketelitian sensor, dalam hal ini dipengaruhi oleh rancangan sensor yang tepat dan kalibrasi instrumen yang benar. Kedua adalah kemampuan pengguna dalam menginterpretasikan citra, karena hasil observasi alat bukanlah pengukuran secara langsung akan tetapi merupakan hasil perekaman satelit sesuai dengan karakter reflektansi objek yang berbeda-beda. Hal ini berarti seorang pengguna data satelit harus mengetahui dasar-dasar penginderaan jauh dan proses interpretasi citra untuk mendeteksi suatu fenomena alam pada suatu wilayah.

1.2 Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan lkan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda

0 8 242

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

0 12 113

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

1 13 5

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.

7 21 113

Variabilitas hasil tangkapan ikan hubungannya dengan sebaran klorofil a dan suhu pemukaan Laut Data Inderaja di Perairan Kalimantan Timur

0 3 109

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 3 128

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 4 138