Hipotesis Kerangka Pemikiran Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

Mempelajari sebaran suhu permukaan laut SPL dan kandungan klorofil-a di perairan Tapanuli Tengah. Kegiatan eksplorasi yang terkait dengan parameter- parameter lingkungan yang mempengaruhinya seperti mempelajari hubungan suhu permukaan laut SPL dan kandungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan, sebaran SPL dan kandungan klorofil-a di perairan Tapanuli Tengah masih sangat terbatas padahal manfaatnya sangat penting dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Menentukan sebaran SPL dan kandungan klorofil-a di perairan Tapanuli Tengah. 2. Menganalisis komposisi hasil tangkapan. 3. Menentukan pengaruh sebaran SPL dan kandungan klorofil-a terhadap hasil tangkapan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi dasar untuk pengelolaan perikanan tangkap di perairan Tapanuli Tengah. 2. Bagi industri penangkapan, informasi yang akan diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai salah satu petunjuk untuk merencanakan operasi penangkapan ikan. 3. Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan daerah penangkapan ikan pelagis.

1.5 Hipotesis

Sebaran suhu permukaan laut SPL dan klorofil-a tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan.

1.6 Kerangka Pemikiran

Di dalam melakukan operasi penangkapan ikan, nelayan Tapanuli Tengah dhadapkan dengan berbagai kendala dalam penentuan daerah penangkapan ikan, yaitu : 1 Daerah penangkapan tidak pasti, 2 Waktu operasi lebih lama, 3 Hasil tangkapan tidak pasti, 4 Resiko operasi penangkapan tinggi. Akibatnya, biaya operasionalnya mahal, mutu hasil tangkapan sedikit dan produktivitas hasil tangkapan juga sedikit. Dengan berbagai kendala tersebut perlu dilakukan penentuan daerah penangkapan ikan potensial, melalui analisis indikator yang mempengaruhinya. Adapun indikator-indikator daerah penangkapan ikan potensial adalah suhu permukaan laut SPL untuk melihat kejadian-kejadian thermocline dan upwelling , klorofil-a untuk melihat upwelling dan produktivitas perairan, komposisi hasil tangkapan yang diperoleh melalui kegiatan penangkapan ikan. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aplikasi Penginderaan Jauh untuk Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan

National Oceanic Atmosperic Administration NOAA merupakan program penginderaan jauh satelit untuk lingkungan kelautan yang dimulai sejak tahun 1960-an oleh negara Amerika Serikat yang pada awalnya bernama program television infrared observation satellite TIROS. Dan hingga tahun 2001 NOAA masih mengoperasikan lima satelit dengan seri NOAA-12, 14, 15, 16 dan 17. Satelit serial NOAA ini beredar pada orbit polar dengan ketinggian 833 km di atas permukaan bumi. Untuk aktivitas pemantauan lingkungan kelautan satelit serial NOAA memanfaatkan sensor advanced very high resolution radiometer AVHRR. Sementara itu pada tahun 1988, badan antariksa Cina meluncurkan satelit lingkungan kelautan Fengyun-1 FY-1 A dan programnya terus berlanjut hingga peluncuran satelit FY-1 D pada bulan Mei 2002. Satelit Fengyun tersebut memiliki spesifikasi orbitnya mirip NOAA dan memilki sensor multispectral visible and infrared scan radiometer MVISR dengan 10 kanal band. Selain perbedaan dari jenis sensor, FY-1 memiliki 3 kanal yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pendugaan sebaran klorofil-a fitoplankton dan kekeruhan di perairan. Gambar 1, Tabel 2 dan Tabel 3 berikut ini menunjukkan beberapa perbedaan dan persamaan kedua satelit beserta sensor yang dibawanya. Satelit NOAA merupakan generasi kedua dari satelit TIROS yang dilengkapi dengan sensor AVHRR. Satelit ini digunakan untuk prakiraan cuaca dan sejumlah terapan untuk ilmu lingkungan termasuk antara lain pemantauan albedo permukaan bumi, pengukuran suhu permukaan laut dan memantau front laut. Dengan menggunakan data infra red dari satelit NOAA-14AVHRR dapat dilakukan pemetaan distribusi sebaran temperatur permukaan laut. Data suhu permukaan laut ini akan sangat bermanfaat untuk perikanan, penelitian meteorologi kelautan dan analisis perubahan cuaca dan iklim. Tabel 2 Karakteristik satelit NOAA dan FY-1 Karakteristik NOAA FY-1 Jumlah satelit yang masih beroperasi 5 satelit NOAA-12, 14, 15,16,17 2 satelit FY-1 C, FY-1 D Orbit Polar sun-synchronous Polar sun-synchronous Ketinggian orbit dari permukaan bumi 833 km 863 Km Periode pengulangan 102 menit 102,3 menit Lebar sapuan data 2048 piksel pixel 2048 piksel pixel Resolusi spasial 1,1 km nadir 1,1 km nadir Resolusi radiometric 10 bitsdata 10 bitsdata Sumber: Kushardono 2003. Tabel 3 Perbandingan kanal sensor antara AVHRR dan MVISR Panjang Gelombang Sensor m Kanal AVHRR MVISR Keutamaan 1 0,58-0,68 0,58-0,68 Kecerahan awan, tutupan es dan salju, tutupan vegetasi 2 0,725-1,10 0,84-0,89 Kecerahan awan dan tutupan vegetasi 3 A. 1,57-1,64 B. 3,55-3,93 3,55-3,95 Sumber panas, kecerahan awan malam hari 4 10,5-11,5 10,3-11,3 Suhu Permukaan Laut harian malamsiang, Kecerahan awan 5 11,5-12,5 11,5-12,5 Suhu Permukaan Laut harian malamsiang, Kecerahan awan 6 - 1,58-1,64 Kepadatan tanah 7 - 0,43-0,48 Warna laut klorofil-a 8 - 0,48-0,53 Warna laut klorofil-a 9 - 0,53-0,58 Warna laut klorofil-a 10 - 0,90-0,985 Kekeruhan perairan Sumber: Kushardono 2003. Sumber: Kushardono 2003. Gambar 1 a Satelit NOAA-AVHRR dan b Satelit FY-1 MVISR. a b Satelit Penginderaan Jauh adalah proses perolehan informasi muka bumi dari instrumentasi yang ditempatkan di satelit. Satelit penginderaan jauh memberikan kemampuan pemantauan daerah yang luas secara periodik dan berkesinambungan Kartasasmita 1999. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh khususnya data satelit National Oceanic Atmosphere and Administration Advanced Very High Resolution Radimeter NOAA–AVHRR merupakan alternatif yang sangat tepat dalam penentuan daerah penangkapan ikan karena dari data ini dapat ditentukan nilai dan distribusi SPL pada perairan yang luas secara sinoptik, mempunyai frekwensi pengamatan yang tinggi dan biaya operasional yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan cara lainnya. Kemampuan ini akan sangat berguna untuk pengamatan fenomena oseanografi khususnya umbalan air dan front yang merupakan indikator daerah penangkapan potensial bagi ikan. Informasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan di laut Hasyim 1999. Penentuan posisi daerah penangkapan ikan di laut lepas secara tepat sangat sulit dilakukan karena perairan tersebut sangat dipengaruhi oleh sifat dinamis dari parameter-parameter oseanografi seperti SPL, kekeruhan, konsentrasi klorofil-a, pola dan arah angin, pasang surut dan arus. Informasi tentang zona potensial perikanan dan dinamika perubahan sudah dapat dijadikan sebagai suatu alat bantu dalam mendukung perencanaan strategis pembangunan pada sektor perikanan khususnya penangkapan ikan Kartasasmita 1999 Penggunaan citra satelit untuk pengukuran SPL telah banyak digunakan sebagai sumber data untuk melengkapi SPL hasil pengukuran langsung. Perbedaan pengukuran antara SPL dari citra satelit dengan pengukuran lapang lebih kecil dari 1 o C McClain et al. 1985; Gaol 2003. Perbedaan ini umumnya disebabkan pengaruh atmosfer seperti uap air dan awan. Pengaruh awan dapat menurunkan SPL sampai 1,5 o C dibanding suhu pengukuran in-situ Gaol 2003. Butler et al. 1988 mengatakan bahwa, deteksi ikan secara langsung tidak selalu dapat dikerjakan dengan mudah maka deteksi secara tidak langsung mungkin saja dilakukan dengan melaksanakan berbagai observasi terhadap beberapa fenomena permukaan laut yang dikaitkan dengan distribusi spesies. Menurut Widodo 1999, peta SPL telah banyak digunakan oleh armada penangkapan salmon dan tuna. Secara jelas diketahui bahwa beberapa spesies tuna mencari makan pada bagian air laut yang panas dari suatu front sedangkan salmon mencari makan pada bagian yang dingin. Dalam bidang perikanan, salah satu alternatif yang mulai dikembangkan adalah monitoring suhu permukaan laut khususnya lebih diaplikasikan pada ikan- ikan pelagis kecil yang bernilai ekonomis penting seperti ikan tongkol, kembung dan sebagainya. Fenomena suhu permukaan laut akan sangat memungkinkan dalam menduga upwelling penaikkan masa air dari bawah permukaan karena fenomena upwelling merupakan salah satu indikator utama dalam penentuan lokasi ikan. Sensor ocean color yang dibawa satelit dapat menyediakan data kuantitatif tentang global ocean bio-optical properties yang dapat memberikan data atau informasi tentang adanya variasi warna perairan ocean color sebagai implementasi dari adanya perbedaan konsentrasi klorofil-a dalam perairan. Pendeteksian klorofil-a dalam suatu perairan adalah dengan pengukuran radiansi warna perairan pada spektrum 433-520 nm dari kanal 2, 3 dan 4 dari sensor SeaWIFS. Dengan menggunakan sensor dari satelit SeaStar ini maka tingkat kandungan klorofil-a dari suatu perairan dapat diketahui. Pengukuran konsentrasi klorofil-a dengan metode remote sensing dapat dilakukan oleh beberapa satelit yang salah satunya adalah satelit TERRA dengan sensor MODIS yang dimilikinya. MODIS Moderate Imaging Spektroradiometer adalah salah satu perangkatpiranti utama yang dibawa oleh Earth Observing System EOS satelit TERRA, yang merupakan bagian dari program antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and Space Administration NASA. Program ini merupakan program jangka panjang untuk mengamati, meneliti dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi di antara faktor-faktor ini Mustafa 2004. 2.2 Parameter Oseanografi 2.2.1 Suhu permukaan laut

Dokumen yang terkait

Hubungan Kondisi Oseanografi (Suhu Permukaan Laut, Klorofil-a dan Arus) dengan Hasil Tangkapan lkan Pelagis Kecil di Perairan Selat Sunda

0 8 242

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

0 12 113

Analisis sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a dengan menggunakan data modis di perairan Nusa Tenggara Timur

1 13 5

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit aqua modis serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan lemuru di perairan selat bali.

2 56 135

Variabilitas konsentrasi klorofil-a dan suhu permukaan laut dari citra satelit MODIS serta hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di perairan Laut Jawa

4 8 197

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua-Modis Dan Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.

7 21 113

Variabilitas hasil tangkapan ikan hubungannya dengan sebaran klorofil a dan suhu pemukaan Laut Data Inderaja di Perairan Kalimantan Timur

0 3 109

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 3 128

Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a, Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Madidihang (Thunnus albacares) di Perairan Selatan Sulawesi Tenggara

0 4 138