pemerintah. Takutnya kan nanti ngga dikasih uang ganti rugi kalo beneran diambil, jadi lebih baik saya jual” AB, 35
tahun.
Alasan mengapa warga tidak mau memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk menjual hasil produksi pertanian adalah karena sudah ada pengumpul yang akan
membawanya ke pasar. Warga lebih mempercayakan kepada para pengumpul daripada menjualnya sendiri ke pasar, padahal keuntungan yang didapatkan
dengan cara seperti itu justru lebih kecil dibandingkan jika menjualnya sendiri. Dalam hal mengakses bank untuk sumber perkreditan, warga mengaku takut jika
tidak bisa mengembalikannya lagi sehingga warga memilih untuk mengolah lahan pertanian seadanya saja, tidak diberi pupuk atau pestisida untuk mengusir hama.
3. Kemampuan Mengatasi Masalah
Kemampuan mengatasi masalah yaitu tingkat kemampuan penggunaan informasi dan inovasi dalam memecahkan masalah mengenai pengolahan tanah
yang dihadapi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan mengatasi masalah disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan
mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan
mengatasi masalah Jumlah n
Persentase Rendah
10 31.2
Tinggi 22
68.8 Total
32 100.0
Tabel 11 menunjukkan jumlah responden yang berada dalam kategori rendah untuk kemampuan mengatasi masalah sebanyak 31.2 responden,
sedangkan yang berada dalam kategori tinggi sebanyak 68.8 responden. Petani sebagai pelaku usaha tani tidak pernah lepas dari permasalahan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut diperlukan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Subagio 2008, kapasitas petani dalam mengatasi masalah meliputi: 1
penggunaan informasi dan inovasi yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, 2 dapat menggunakan suatu pengalaman, baik yang berhasil
maupun yang gagal sebagai modal untuk pencapaian tujuan usaha tani, 3 mampu membuat suatu tindakan alternatif yang menguntungkan, dan 4 selalu memiliki
rencana sebagai tindakan antisipatif.
Sebanyak 68.8 responden mengaku mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada pertanian mereka karena telah bertahun-tahun menjadi petani
meskipun dulu belum memiliki lahan sendiri. Masalah mengenai hama dan penyakit tanaman telah menjadi makanan sehari-hari mereka sehingga dianggap
bukan masalah lagi. Mengenai masalah keuangan, tanah yang mereka miliki dapat dijadikan sebagai solusi, misalnya dengan cara menjual hasil tanam seadanya,
atau sewaktu-waktu menjual tanah tersebut jika benar-benar sangat mendesak.
Sebanyak 31.2 responden yang tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada usaha taninya mengaku tidak berusaha mencari tahu dan
menganalisis apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya. Warga yang tidak mampu mengatasi masalahnya mengaku bahwa mereka hanya membiarkan saja
tanamannya diserang hama dan penyakit karena tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Pada akhirnya tanamannya mati dan jumlahnya menjadi berkurang.
Peningkatan kapasitas petani diukur berdasarkan jumlah skor dari ketiga variabel di atas. Kapasitas petani meningkat apabila ketiga variabel tersebut
berada pada kategori tinggi, sedangkan kapasitas petani tidak meningkat apabila ketiga variabel menunjukkan hal yang sebaliknya. Jumlah dan persentase
responden berdasarkan peningkatan kapasitasnya disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kapasitas di Desa Sipak tahun 2012
Tingkat kapasitas Jumlah n
Persentase Rendah
14 43.8
Tinggi 18
56.2 Total
32 100.0
Tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang memiliki tingkat kapasitas tinggi sebesar 56.2. Ini berarti sebagian besar dari mereka telah mampu
mengidentifikasi potensi yang terdapat di desa mereka, kemudian mampu menjadikannya sebagai peluang, dan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi
di dalam usaha tani mereka.
Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Tingkat Kapasitas Petani
Reforma agraria pada intinya bukan hanya sekadar untuk membagi-bagikan tanah kepada para tunakisma atau petani gurem, melainkan juga untuk merombak
struktur penguasaan dan kepemilikan atas tanah agar tidak terjadi lagi ketimpangan dalam hal penguasaan dan kepemilikan tanah. Dengan
diimplementasikannya
reforma agraria
diharapkan petani
meningkat kesejahteraannya. Asumsinya adalah dengan memiliki tanah sendiri maka petani
akan lebih semangat menggarap tanahnya. Jika semangatnya bertambah maka kondisi perekonomiannya akan membaik. Akan tetapi, reforma agraria tidak serta-
merta langsung meningkatkan kondisi kesejahteraan mereka. Akses-akses terhadap dukungan atau penunjang dari program ini diharapkan dapat
meningkatkan kapasitas para penerimanya, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses
terhadap sumber agraria berupa tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, serta memiliki dan memahami penggunaan teknologi pertanian Alfurqon 2009.
Alfurqon 2009 menambahkan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan
sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun
penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan memasarkan hasil
produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya.
Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani. Dengan
menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani seperti pada
tabel-tabel berikut. 1. Hubungan
Reforma Agraria
dengan Tingkat
Kemampuan Mengidentifikasi Potensi
Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan
reforma agraria
dengan tingkat
kemampuan mengidentifikasi potensi
di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan
mengidentifikasi potensi
Pelaksanaan reforma agraria Rendah
Tinggi Jumlah n
Persen Jumlah n
Persen Rendah
Tinggi 15
100 17
100 Total
15 100
17 100
Tabel 13 menunjukkan bahwa 100 petani berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi, tidak peduli pelaksanaan reforma
agraria berada pada kategori rendah atau tinggi. Ini berarti petani sepenuhnya mengetahui bahwa di desa mereka pernah dilaksanakan reforma agraria dan
mengetahui keberadaan-keberadaan sarana penunjang yang dapat mendukung keberlanjutan usaha tani mereka, atau setidaknya petani menjadi tahu apa yang
dimaksud dengan reforma agraria, terlepas dari ada atau tidaknya sarana penunjang selain tanah dan sertifikat yang akan mendukung keberlanjutan usaha
tani mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi.
2. Hubungan Reforma