Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani

(1)

PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

Oleh : ANDI ALFURQON

I34052087

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

Ringkasan

ANDI ALFURQON. Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani (Kasus: Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor), ENDRIATMO SOETARTO.

Sejarah menunjukkan, berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh tidak tepatnya berbagai kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber agraria.

Sebagai dampak dari permasalahan tersebut, setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun. Jumlah petani gurem baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani penyakap yang kesemuaannya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara itu, konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh pihak tetentu begitu mencuat dan konflik agraria pun merupakan kenyataan yang sering kali terjadi di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan melaksanakan program reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat dalam UUPA 1960.

Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program reforma agraria dan program-program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya adalah di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007. Bentuk program reforma agraria yang dilaksanakan di Desa Pamagersari berupa pembagian sertifikat lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga. Sertifikat ini dibagikan kepada 864 warga Pamagersari dengan berbagai ketentuan dan proses yang telah disepakati bersama.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jumlah responden dan informan sebanyak 23 orang, terdiri dari 21 orang termasuk dalam subjek program sertifikasi dan 2 orang tidak termasuk subjek program sertifikasi. Melalui pendekatan

kualitatif peneliti berusaha menggambarkan proses pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa Pamagersari,

Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Selain itu, peneliti juga akan mengidentifikasi bentuk kegiatan reforma agraria yang diberikan kepada sasaran (petani), menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi proses peningkatan kapasitas petani melalui program reforma agraria. Berdasarkan data-data yang diperoleh melalui proses pengamatan dan wawancara mendalam, Peneliti berupaya melakukan pengkajian terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya program reforma agraria terhadap kehidupan subjek yang mendapatkan program. Salah satunya adalah


(3)

bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa setelah adanya

program sertifikasi terbentuklah struktur kepemilikan lahan yang baru di Desa Pamagersari. Struktur agraria yang pada awalnya belum jelas menjadi lebih

jelas dengan adanya pemberian sertifikat yang memiliki kekuatan hukum. Program ini mampu mewujudkan terbentuknya struktur kepemilikan lahan yang lebih merata dan adil. Akan tetapi, terdapat fakta yang mengindikasikan adanya ketimpangan dalam pemilikan lahan yang disebabkan karena ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengakumulasi kepemilikan lahan eks-HGU dengan cara membelinya, selain itu ada juga sasaran yang sengaja menjual lahannya dengan alasan kebutuhan ekonomi.

Lahan eks-HGU yang diberikan kepada sasaran program di Desa Pamagersari dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda. Akan tetapi sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang ditanami bermacam-macam tanaman. Program sertifikasi ini sangat membantu para petani yang menggarap lahan eks-HGU. Seluruh sasaran program merasa senang mendapatkan sertifikat, merekapun merasa leluasa menggarap lahannya dan tidak takut akan kehilangan lahannya.

Berdasarkan hasil penelitian ini masih sulit dilihat adanya pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan masih singkatnya masa pelaksanaan program karena baru berlangsung selama dua tahun. Selain itu, ada faktor lain yang menyebabkan belum meningkatnya kesejahteraan petani setelah program Reforma Agaria, diantaranya adalah belum adanya pemberian access reform

yang memadai untuk sasaran, kurang optimalnya pemanfaatan lahan oleh sasaran (kerena latar belang SDM yang rendah), kurang tepatnya pemilihan sasaran program, serta adanya beberapa penerima manfaat yang telah menjual lahan eks-HGU.


(4)

Abstract

There are many agrarian’s problems have impeded processes of development in Indonesia. These problems are coused by unfairly agrarian structure. In this condition farmers always stood in subordinate position where they were defeated by capital power. Farmers did not get access to exploit agrarian resources easily, so they felt so hard to gain their prosperity. In other side, agrarian policy in Indonesia has been partial for private interestes only. There were two different condition, it was called as social gap.

The solution to solve these problems is by supporting farmers rights to get agrarian access (ownership and utilization). Agrarian reform program is one way to

supports farmer’s rights. The main aim of agrarian reform implementation is to create the social justice and people prosperity. One form of agrarian reform program is eks-HGU area certification, this program is implemented by giving the land certificate to the farmers who have worked on eks-HGU area before this program.

Certification program makes farmers happy, now they feel safe also to work on their land. This psychology condition is one modal to gain their prosperity in the future. Except certificate distribution, farmers need also the supporting program that called by access reform. Access reform needed to supports and helps farmers in exploting their lands. The examples of access reform are, giving production modal, technology, and training. Asset reform (certification) and access reform that gave to farmers can gain

farmer’s capacity, this capacity can help them to get their prosperity.


(5)

ROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

Oleh :

ANDI ALFURQON I34052087

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :

Nama : Andi Alfurqon

NRP : I34052087

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Program Reforma Agraria dan Peningkatan

Kesejahteraan Petani

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA 19521225 198603 1 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. NIP. 19580827 198303 1 001


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN PETANI ” ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SEMUA DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN

TELAH DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA

KEBENARANNYA.

Bogor, Agustus 2009

Andi Alfurqon I34052087


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 07 November 1984. Penulis adalah anak ke empat dari pasangan suami isteri Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Hj. Aspinah Kamsyari. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SDN 07 Kedondong (sekarang SDN 04), Lampung Selatan. Kemudian melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Kedondong, Pondok Pesantren Daar El-Qolam Tangerang, dan Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat Menes Pandeglang, Banten. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan menjadi mahasiswa pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Ketika diterima menjadi mahasiswa di Departemen SKPM pernah menjadi anggota Divisi Cinematografi HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) periode 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai tahun 2009. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan perlombaan, seperti lomba MTQ tingkat mahasiswa IPB (juara II) dan lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (lolos seleksi tingkat IPB).


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Allahumma Sholli „alaa Sayyidinaa Muhammad

Segala puji hanya bagi Allah SWT, sholawat dan salam semoga tercurah bagi Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia. Atas segala taufik dan hidayah Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan proses

penyusunan skripsi yang berjudul “Program Reforma Agraria dan Peningkatan

Kesejahteraan Petani”. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan berbagai fakta

sosial terkait dengan pelaksanaan program reforma agraria, terbentuknya struktur kepemilikan lahan, serta berupaya menganalisis pengaruh pelaksanaan program bagi peningkatan kesejahteraan petani.

Penghargaan serta ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik moral maupun materi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Ibu Hj. Aspinah. Terimakasih atas nasehat, dukungan, dan do’a nya. Perjuangan yang Abah dan Ibu berikan sangat berarti, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-Nya untuk kita semua.

2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Selaku dosen pembimbing Studi Pustaka dan Pembimbing Skripsi yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran.


(10)

3. Kaka-kaka ku tercinta, Ka’ Mumu, Teh Iha, dan Teh Leli. Terima kasih untuk

bantuan, semangat, dan do’anya. Begitu juga untuk keluarga besar di Lampung.

4. Sahabat-sahabat ku KPM 42: Oel, Avira, Reni, Aida, Rofian, Furqon, Yayan, Reza, Janu, Cuple, Tubagus, Liza, Hesti, Khoerini, dan Indah. Terimakasih dukungan, kritik, dan sarannya, semoga persahabatan kita tetap terjalin.

5. Egi Massardy, teman senasib dan seperjuangan dalam penyusunan Studi Pustaka dan skripsi, yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan masukannya.

6. Teman-teman SKPM 42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, salam kompak selalu.

7. Teman-teman kost: Akri, Wolfy, Ardy, dan Zai. Terima kasih atas bantuannya. 8. Pak H. Iwan, Pak Lurah Nur, Kang Sholeh, serta masyarakat Desa

Pamagersari. Atas bantuan dan informasi yang diberikan ketika penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih ditemukan banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2009


(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT., atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul

“Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sekripsi ini merupakan hasil

penelitian yang dilakukan di Desa Pamagersari, Kecamatan jasinga, Kabupaten Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran. Selain itu, penulis juga mengucapakan terimaksih kepada Bapak Martua Sihaloho, SP., MSi. selaku dosen penguji utama, kepada Ibu Heru Purwandari, SP., MSi. selaku dosen penguji wakil Departeman Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, dan kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.

Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan berguna dalam penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT. senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2009 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR………..iv

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani ... 7

2.1.1 Konsep Agraria (Obyek dan Subyek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria) ... 7

2.1.2 Struktur Agraria ... 9

2.1.3 Reforma Agraria ... 11

2.1.4 Objek Reforma Agraria ... 13

2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria ... 14

2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subyek Reforma Agraria ... 15

2.2 Tingkat Kesejahteraan ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

2.5 Definisi Konseptual ... 24

BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

3.3 Penentuan Subjek Penelitian ... 27


(13)

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.6 Organisasi Penulisan ... 31

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis Desa ... 32

4.2 Demografi Desa ... 34

4.2.1 Jumlah Penduduk ... 34

4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan ... 34

4.3 Mata Pencaharaian penduduk... 35

4.4 Struktur Agraria Lokal ... 37

4.5 Kelembagaan ... 38

4.6 Saran dan Prasarana ... 39

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria ... 41

5.1.1 Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga ... 41

5.1.2 Perjuangan Masyarakat Pamagersari ... 44

5.2 Pelaksanaan Reforma Agraria di Pamagersari ... 48

5.2.1 Musyawarah Pembagian Lahan ... 51

5.2.2 Access Reform ... 52

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria... 54

6.2 Struktur Kepemilikan Lahan Setelah Sertifikasi ... 56

6.2.1 Indikasi Ketimpangan dalam Kepemilkan Lahan ... 57

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN NINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi ... 62

7.2 Pemanfaatan Lahan Eks-HGU Jasinga ... 64


(14)

7.2.2 Areal Pertanian (berkebun, berladang, dan sawah) ... 65

7.2.3 Sarana Umum ... 69

7.3 Program Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 69

BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ... 76

8.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN ... 82

1. Jadwal Penelitian ... 82

Tabel 18: Jadwal Penelitian ... 82

2. Dokumentasi ... 83

Photo 1. Kantor Desa Pamagersari ... 83

Photo 2: Tugu Jasinga ... 83

Photo 3: Salah Satu Warga Penerima Sertifikat ... 83

Photo 4: Keakraban Bersama Warga ... 83

Photo 5: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Ladang ... 83

Photo 6: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Kebun Sengon... 83

Photo 7: Pemukiman dan Mushola yang Berdiri di atas Lahan Eks-HGU ... 84

Photo 8: Lahan Eks-HGU yang Dijadikan Sawah ... 84

Photo 9: Peta Desa Pamagersari ... 84


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria ... 9 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21 Gambar 3. Bagan Pergerakan Paguyuban Kepala Desa se-Kecamatan

Jasinga ... 48 Gambar 4. Sertifikat lahan... 50 Gambar 5. Pemukiman Citeureup ... 64 Gambar 6. Sawah CH (53 tahun) yang berbatasan dengan Blok Ancol .. 67 Gambar 7. Pohon Sengon yang ditanam di atas lahan eks-HGU yang


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan ... 28

Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari ... 33

Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya ... 33

Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari ... 34

Tabel 5: Angkatan Kerja ... 34

Tabel 6: Kualitas Angkatan Kerja ... 35

Tabel 7: Subsektor Pertanian Tanaman Pangan ... 35

Tabel 8: Subsektor Perkebunan/Perladangan ... 35

Tabel 9: Subsektor Peternakan ... 36

Tabel 10: Subsektor Perikanan/Nelayan ... 36

Tabel 11: Subsektor Industri Kecil/Kerajinan ... 36

Tabel 12: Sektor Jasa/Perdagangan ... 36

Tabel 13: Struktur Pemilikan Tanah ... 37

Tabel 14: Access Reform ... 52

Tabel 15 :Ketentuan-ketentuan Penentuan Subjek Reforma Agraria yang Telah Dilakukan . ………60

Tabel 16: Pemanfaat Lahan eks-HGU ... 66


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh berbagai kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber agraria.

Berbagai permasalahan yang terdapat dalam bidang agraria, baik bidang pertanahan, perkebunan, kehutanan, serta perairan berakar pada kurang tepatnya arah kebijakan politik agraria di Indonesia. Sebagai suatu upaya perbaikan dalam bidang agraria, pemerintahan Soekarno telah menerapkan kebijakan politik agraria yang didasarkan pada paradigma populis. Pada saat itu inti dari arah kebijakan agraria adalah tanah untuk rakyat yang melahirkan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun (UUPA) 1960 yang sampai saat ini dijadikan sebagai payung hukum kebijakan agraria di Indonesia. Kebijkan agraria ini juga diikuti oleh program land reform pada kisaran tahun 1963-1965, yang memberikan harapan baru bagi rakyat kecil yang sebagian besar petani.

Akan tetapi, pergolakan politik di Indonesia pada saat itu begitu hebat yang menyebabkan Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto (Orde Baru). Seiring dengan hal tersebut, berbagai program perbaikan dalam bidang


(18)

agrariapun belum dapat terimplementasi secara nyata. Pada masa pemerintahan Soeharto kebijakan politik agraria lebih mengarah pada paradigma tanah untuk negara dan swasta, dengan alasan untuk mempercepat pembangunan nasional sebagian besar aset-aset agraria dikuasai oleh negara untuk kepentingan perusahaan swasta. Masyarakat kecil sangat sulit mendapatkan akses yang layak untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber agraria untuk memenuhi kebutuhan mereka, terutama akses kepemilikan dan pemanfaatan lahan pertanian (tanah).

Setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun, jumlah petani gurem baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani penyakap yang semuanya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara itu konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh segelintir orang saja begitu mencuat, karena didukung oleh berbagai undang-undang sektoral baik pada bidang perkebunan, kehutanan, pertambangan, kelautan, dan sebagainya. Konflik agraria pun merupakan kenyataan yang kerapkali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan mencuatkan kembali pentingnya pelaksanaan reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat dalam UUPA 1960. Upaya perbaikan ini juga terlihat dengan adanya TAP MPR No. IX/2001 dan Tap MPR No. V/2003, inti dari dua ketetapan ini adalah pentingnya pelaksanaan reforma agraria demi keadilan dan kesejahteraan sosial.


(19)

Program reforma agraria dalam agenda pemerintahan SBY-JK merupakan bagian dari program Perbaikan dan Penciptaan Kesempatan Kerja dan Revitalisasi Pertanian dan Pedesaan (Setiawan, 2009). Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah menyampaikan pidato politiknya terkait dengan masalah agraria di Indonesia. Pidato politik ini disampaikan pada awal tahun 2007, salah satu penggalan pidato tersebut adalah:

“Program reforma agraria…secara bertahap…akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat…[yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan”.

Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program reforma agraria dan program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di Desa Pamagersari Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007.

Secara rasional program reforma agraria dan program penunjangnya akan memberikan pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat (petani) yang mendapatkannya. Ketika suatu masyarakat diberikan bantuan berupa aset dan akses produksi, sewajarnya bantuan tersebut mampu memberikan dorongan bagi upaya peningkatan taraf hidupnya. Akan tetapi, perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses implementasi program reforma agraria tersebut.

Begitu juga halnya dengan pelaksanaan program sertifikasi lahan eks-HGU di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga. Perlu dilakukan penelitian sebagai upaya pengkajian lebih lanjut mengenai fakta-fakta sosial yang berhubungan dengan program sertifikasi lahan tersebut. Bagiamanakah sebenarnya proses implementasi program


(20)

reforma agraria tersebut di Desa Pamagersari? Selain itu, perubahan struktur kepemilikan lahan juga merupakan hal yang perlu dikaji lebih dalam, apakah setelah dilaksanakan program reforma agraria struktur kepemilikan lahan menjadi lebih merata dan adil, atau bahkan ada fakta-fakta lain yang dapat mengindikasikan kondisi sebaliknya?

Mengingat program reforma agraria erat kaitannya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah program serifikasi lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga dapat memberikan dorongan yang berarti terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses implementasi program reforma agraria di Desa

Pamagersari setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya mengutamakan kepentingan pribadinya?

2. Bagaimanakah perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program sertifikasi?

3. Sejauhmanakah pelaksanaan reforma agraria dapat mendorong peningkatan kesejahteraan petani di Desa Pamagersari?


(21)

Berdasarkan permasalahan-permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian ini, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya mengutamakan kepentingan pribadinya.

2. Menganalisis perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program sertifikasi.

3. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan petani setelah dilaksanakannya program reforma agraria di Desa Pamagersari.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, khususnya yang berkaitan dengan reforma agraria. Selain untuk peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya:

1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi, atau literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya yang terkait dengan pelaksanaan reforma agraria.

2. Masyarakat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengaruh positif bagi masyarakat penerima manfaat program, salah satunya adalah motivasi untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.


(22)

3. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk kegiatan evaluasi program reforma agraria yang telah atau sedang dilaksanakan oleh pemerintah di Indonesia. Sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan terhadap kebijakan-kebijakan agraria yang dikeluarkan baik secara substansial maupun pelaksanaan di lapangan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani

Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan politik yang tidak memihak pada kepentingan masyarakat luas merupakan penyebab timbulnya berbagai permasalahan dalam bidang agraria. Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan sepanjang sejarah pembangunan bangsa memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

Reforma agraria merupakan agenda bangsa yang diharapakan dapat memberikan titik terang bagi terwujudnya keadilan sosial dan tercapainya kesejahteraan masyarakat. Reforma agraria dengan berbagai program pelengkapnya diharapkan dapat membantu masyarakat miskin (sebagian besar petani) untuk dapat beranjak dari keterpurukan ekonomi menuju kehidupan yang layak dan mandiri. Terdapat berbagai konsep yang menjelaskan makna dari kata agraria dan reforma agraria itu sendiri, hal ini perlu dipahami sebagi sebuah landasan teoritis dari penelitian ini.

2.1.1 Konsep Agraria (Objek dan Subjek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria)

Istilah agraria berasal dari bahasa latin “aeger” yang artinya: a) lapangan; b)

pedusunan (lawan dari perkotaan); c) wilayah: tanah negara (lihat Kamus Bahasa Latin-Indonesia karangan Prent, dkk., 1969; juga World Book Dictionary, 1982). Saudara


(24)

kembar dari istilah itu adalah “agger”, artinya: a) tanggul penahan/pelindung; b)

pematang; c) tanggul sungai; d) jalan tambak; e) reruntuhan tanah; f) bukit.1

Berdasarkan konsep-konsep di atas, tampak bahwa yang dicakup oleh istilah agraria bukanlah sekedar tanah atau pertanian saja. Kata-kata pedusunan, bukit, dan wilayah jelas menunjukkan arti yang lebih luas karena di dalamnya tercakup segala sesuatu yang terwadahi olehnya. Wilayah pedusunan memiliki berbagai macam tumbuhan, air, sungai, mungkin juga tambang, perumahan, dan masyarakat manusia.2 Menurut Sitorus (2002) konsep agraria juga merujuk pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber graria.

Subjek agraria merujuk pada orang, sekelompok orang, atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam mengakses dan atau memanfaatkan sumber-sumber agraria. Secara kategoris subjek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas (sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta (private sector) (Sitorus, 2002). Ketiga subjek agraria tersebut memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan (tenure institution). Hubungan di antara subjek agraria akan menimbulkan kepentingan yang berbeda, hal ini berkaitan dengan perbedaan dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Bentuk dari hubungan ini adalah hubungan sosial atau hubungan sosio-agraria yang berpangkal pada akses pemilikan dan pemanfaatan sumber agraria.

1

Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi ( 2001) dalam Sitorus (2002). 2


(25)

Hubungan Sosio Agraria

Hubungan atau interaksi yang terjadi di antara subjek-subjek agraria baik pemerintah, swasta, dan masyarakat telah membentuk suatu dinamika sosial. Dampak hubungan antar subjek agraria tersebut pada kenyataannya sering kali menimbulkan permasalahan sosial, hal ini dikarenakan satu pihak mendominasi dan pihak lain terdominasi yang berujung pada munculnya ketidakadilan bagi subjek yang terdominasi. Untuk memperbaiki hubungan-hubungan sosio-agraria tersebut maka dicuatkan suatu program reforma agraria sebagi sebuah agenda bangsa untuk keadilan dan kemakmuran rakyat.

2.1.2 Struktur Agraria

Struktur agraria yaitu3 suatu fakta yang menunjuk kepada fakta kehadiran minoritas golongan atau lapisan sosial yang menguasai lahan yang luas di satu pihak

3

Dikutip dari pengantar penerbit pada buku Sosiologi Agraria oleh Sediono M.P. Tjondronegoro, penyunting M.T. Felix Sitorus & Gunawan Wiradi, AKATIGA, Bandung 1999.

Komunitas

Swasta Pemerintah

Sumber agraria

Hubungan teknisAgraria

Gambar.1 Lingkup Hubungan-hubungan Agraria (Sumber : Sitorus 2002) Keterangan:


(26)

dan mayoritas golongan yang menguasai hanya sedikit atau bahkan tanpa tanah sama sekali di lain pihak.

Struktur agraria dapat mempengaruhi munculnya hubungan sosial agraris yang berbeda antara satu tipe struktur agraria dengan tipe struktur agraria lain. Ada tiga macam struktur agraria yaitu:

1. Tipe Kapitalis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh non-penggarap (swasta/perusahaan)

2. Tipe Sosialis : sumber-sumber agraria dikuasai oleh negara/kelompok pekerja 3. Tipe Populis/Neo-Populis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh keluarga/ rumah

tangga penguna. (Wiradi 1998, dalam Sitorus 2002).

Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. Semakin hari kebutuhan akan lahan semakin meningkat, sementara itu ketersediaan akan lahan tidak pernah bertambah. Hal ini mengakibatkan banyak sekali terjadi benturan kepentingan antar pihak karena setiap pihak mempunyai kepentingannya masing-masing dalam pemanfaatan lahan.

Berbagai masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan kepentingan tersebut diantaranya adalah (Utomo, dkk. 1992) :

1. Tumpang tindih dalam peruntukan lahan;

2. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali;


(27)

4. Penggunaan lahan yang tidak efisien atau tidak sesuai dengan fungsinya sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif seperti kerusakan tanah, kemerosotan produktivitas, tanah longsor, dan banjir.

2.1.3 Reforma Agraria

Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna reforma agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisikan, terdapat lima komponen mendasar di dalamnya, yaitu:

1. Restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan (equity);

2. Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare);

3. Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara optimal (efficiency);

4. Keberlanjutan (sustainability); dan 5. Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna reforma agraria di atas, maka dapat dirumuskan tujuan reforma agraria sebagai berikut:

1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah yang lebih adil;

2. Mengurangi kemiskinan; 3. Menciptakan lapangan kerja;


(28)

5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan 7. Meningkatkan ketahanan pangan.

Sementara itu Soetarto dan Shohibuddin (2006) mengemukakan bahwa inti dari reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian, perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya.

Pada tataran implementasi, istilah land reform sering dipandang sama dengan

agrarian reform, sementara itu Mocodompis (2006) mengatakan bahwa land reform

hanyalah bagian dari agrarian reform, jadi agrarian reform tidak sebatas redistribusi tanah, tetapi sesuatu yang lebih besar lagi namun tidak bisa dijalankan tanpa adanya

land reform. Hal ini serupa dengan apa yang diutarakan oleh Cohen (1987) seperti dikutip Syahyuti (2004), bahwa reforma agraria memiliki pengertian yang lebih luas yang mencakup dua tujuan pokok, yaitu bagaimana mencapai produksi yang lebih tinggi, dan bagaimana agar lebih dicapai keadilan.

Syahyuti (2004) mengutarakan bahwa dalam konteks reforma agraria, peningkatan produksi tidak akan mampu dicapai secara optimal apabila tidak didahului oleh land reform. Sementara, keadilan juga tidak mungkin dapat dicapai tanpa land reform. Jadi, land reform tetaplah menjadi langkah dasar yang menjadi basis pembangunan pertanian dan pedesaan. reforma agraria mencakup permasalahan redistribusi tanah, peningkatan produksi dan produktifitas, pengembangan kredit untuk pertanian, pajak lahan, hubungan penyakapan dan regulasi baru sistem pengupahan


(29)

buruh tani, dan konsolidasi tanah. Dengan kata lain, ada dua reforma yang harus dilakukan dalam reforma agraria, yaitu land tenure reform (hubungan pemilik dan penyakap) dan land operation reform (perubahan luas penguasaan, pola budidaya, hukum penguasaan, dan lain-lain). Adapun tujuan dari land reform menurut Michael Lipton dalam Mocodompis (2006) adalah:

1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah di antara para pemilik tanah. Ini dilakukan melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil sebagai usaha memperbaiki persamaan diantara petani secara menyeluruh.

2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan, dengan ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk pertanian tersebut. Hal ini secara langsung akan mengurangi jumlah petani penggarap yang hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan para petani.

Apabila dicermati tujuan reforma agraria di atas bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan penyelesaian berbagai permasalahan agraria.

2.1.4 Objek Reforma Agraria4

Tanah merupakan komponen dasar dalam reforma agraria, karenanya kegiatan penyediaan tanah merupakan langkah strategis bagi keberhasilan reforma agraria. Oleh karena itu tanah harus disediakan dalam luasan yang memadai dan kualitas yang baik, serta harus disesuaikan dengan sebaran masyarakat yang akan dipilih sebagai subjek program .

4


(30)

Berkenaan dengan penetapan objek reforma agraria, maka pada dasarnya tanah yang ditetapkan sebagai objek reforma agraria adalah tanah-tanah negara dari berbagai sumber yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan sebagai objek reforma agraria. Sesuai dengan tahapan perencanaan luas tanah yang dibutuhkan untuk menunjang reforma agraria, maka luas kebutuhan tanah objek reforma agraria di Indonesia dalam kurun waktu 2007-2014 adalah seluas 9,25 juta hektar.

2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria

Sesuai dengan tujuan reforma agraria yang telah ditetapkan, maka subjek reforma agraria pada dasarnya adalah penduduk miskin di pedesaan baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).5

Mekanisme penentuan subjek reforma agraria harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, hal ini untuk memastikan bahwa subjek reforma agraria memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Penentuan subjek didasarkan hasil identifikasi subjek secara teliti, partisipatif, dan dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Proses penentuan subjek reforma agraria ini perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagai berikut (BPN, 2007):

a. Berazaskan keadilan

5


(31)

b. Tidak bersifat diskriminatif baik berdasarkan gender, suku, ras, agama, golongan, dan lain-lain.

c. Penentuannya melibatkan partisipasi civil society.

d. Diselenggarakan mekanisme musyawarah/kesepakatan masyarakat. e. Diidentifikasi atau diusulkan oleh unit administrasi terkecil/terdekat.

f. Memperhatikan aspek ketepatan dan efektivitas sasaran, sebagai contoh adalah efektivitas faktor usia, jenis usaha, jenis pekerjaan, dan sebagainya.

2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subjek Reforma Agraria

Pengembangan kapasitas masyarakat (capacity building) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis kepada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumber daya alam, sumber daya ekonomi dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity (Maskun seperti dikutip oleh Aly, 2005).

Eade dalam Aly (2005) mengemukakan bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Program reforma agraria yang dicanangkan pemerintah merupakan suatu program yang terdiri dari kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas subjek reforma agraria (masyarakat miskin). Pengembangan kapasitas dapat dilakukan dalam bentuk pemberian akses terhadap sumber-sumber agraria, pembinaan kelembagaan ekonomi (produksi dan distribusi), maupun pengembangan sumber daya manusia (pelatihan dan penyuluhan).

Pengembangan kapasitas petani miskin merupakan suatu proses penguatan petani agar mereka dapat mengenali masalah-masalah yang dihadapinya dan secara


(32)

mandiri dapat meneyelesaikan masalahnya sendiri. Ismawan dalam Aly (2005) menyatakan kemandirian adalah suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan kerja sama yang saling menguntungkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan kapasitas dapat diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka, sehinga memperoleh hak yang sama tehadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Melalui pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih berdaya dan mandiri dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

2.2 Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif, tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum dapat juga dikatakan sejahtera bagi orang lain.

Suharto (2006) mengartikan kesejahteraan sebagai kondisi sejahtera ( well-being). Pengertian ini biasanya merujuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi) seperti dikutip oleh Suharto (2006) mendefinisikan kesejahteraan sosial

sebagai “…a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi


(33)

kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.

Menurut Sadiwak seperti dikutip oleh Munir (2008) kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi itu sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsipun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

Menurut Agusniar (2006) masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa setiap angota masyarakat dapat memperoleh kebahagiaan, tetapi kesejahteraan salah satu individu belum menjamin adanya kesejahteraan seluruh masyarakat. Usaha mensejahterakan masyarakat berarti usaha untuk menjadikan semua anggota masyarakat

dapat hidup bahagia (Su’ud dalam Agusniar, 2006). Menurut Su’ud seperti dikutip

Agusniar (2006) terdapat dua hal penting mengenai kesejahteraan, yaitu: (1) Kesejahteraan menuntut adanya kekayaan yang meningkat yaitu mengukur kesejahteraan dengan keluaran fisik dan (2) Kesejahteraan tercapai bila ada distribusi pendapatan yang dirasa adil oleh masyarakat.

Menetapkan kesejahteraan keluarga serta cara pengukurannya merupakan hal yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ni disebabkan permasalahan keluarga sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan perbidang saja, tetapi menyangkut berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di berbagai bidang disiplin ilmu di samping melakukan penelitian atau melalui


(34)

pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga sejahtera yang berlaku secara umum dan spesifik (Badan Pusat Statistik tahun 1995

dalam Munir, 2008).

Indikator kesejahteraan rakyat menyajikan gambaran mengenai taraf kesejahteraan rakyat Indonesia antar waktu, perkembangannya antar waktu serta perbandingannya antar populasi dan daerah tempat tinggal (perkotaan dan pedesaan). Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu.

Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan dibahas oleh BPS tahun 1995 seperti dikutip oleh Munir (2008), antara lain :

1. Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Selain itu itu, program perencanaan pembangunan sosial disegala bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.

2. Kesehatan dan gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Selain itu, aspek penting lainnya yang


(35)

turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dapat dikatakan masyarakat tersebut semakin sejahtera.

4. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk mencapai kepuasan tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan seluruh masyarakat.

5. Taraf dan pola konsumsi

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diungkapakan tentang pola konsumsi rumah tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.


(36)

Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat penampungan kotoran akhir (jamban).

7. Sosial dan budaya

Secara umum semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan, seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang mencakup menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar.

BPS tahun 1995 seperti dikutip oleh Munir (2008) kemudian memberikan gambaran tentang cara yang lebih baik untuk mengukur kesejahteraan dalam sebuah rumah tangga mengingat sulitnya memperoleh data yang akurat. Cara yang dimaksud adalah dengan mengukur pola konsumsi rumah tangga. Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga tersebut.

Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan


(37)

terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase untuk non makanan.

2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Permasalahan agraria di Indonesia merupakan hambatan yang serius bagi proses pembangunan yang sedang berlangsung. Berbagai komponen bangsa sesuai dengan status dan perannya telah berupaya melakukan perbaikan dalam bidang agraria, baik penataan konstitusi maupun upaya perbaikan dalam bentuk program nyata.

Sejak tahun 2007 pemerintahan SBY-JK telah mengimplementasikan program reforma agraria di beberapa daerah di Indonesia. Program utama dari reforma agraria ini adalah dengan mendistribusikan tanah kepada rakyat termiskin untuk dikelola guna

Implementasi Kegiatan Reforma Agraria:

Sertifikasi Lahan eks-HGU

Subjek yang Memenuhi Kriteria

Hambatan: Resistensi eks pemilik

HGU dan SDM yang rendah

Perubahan Struktur Kepemilikan Lahan

Kapasitas Subjek Meningkat (memiliki lahan)

Kapasitas Subjek Tidak Mengalami Peningkatan yang

Signifikan (penjualan lahan)

Kesejahteraan Petani Meningkat


(38)

memenuhi kebutuhan hidup. Selain pendistribusian tanah, ada juga program-program lainya yang bersifat pendukung yang disebut dengan pemberian access reform, kegiatan ini antara lain dengan pemberian kredit lunak, pelatihan kelompok tani, bantuan teknologi pertanian, pupuk, bibit tanaman, dan lain sebagainya.

Program reforma agraria diharapkan dapat membentuk struktur kepemilikan lahan yang lebih merata dan adil, sehingga ketimpangan dalam kepemilikan lahan dapan teratasi. Begitu juga dengan permasalahan-permasalahan sosial penyerta lainnya, seperti konflik ataupun sengketa lahan.

Program reforma agraria ini diperuntukan bagi masyarakat miskin, terutama petani dengan berbagai kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bantuan yang diberikan melalui program reforma agraria diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sasaran program, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses terhadap sumber agraria berupa tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, memiliki dan memahami penggunaan teknologi pertanian, dan sebagainya.

Meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan (memasarkan) hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya program reforma agraria sudah pasti memiliki hambatan baik secara internal maupun eksternal. Hambatan-hambatan internal


(39)

berasal dari dalam diri individu masyarakat yang menjadi subjek program, sedangkan hambatan eksternal berasal dari luar diri individu subjek, mislanya dari pemerintah, resistensi pihak swasta, faktor alam, dan lain sebagainya. Sehingga setelah mendapatkan bantuan-bantuan dari pemerintah kondisi perekonomian petani tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa hipotesis pengarah yang terdiri dari hipotesis umum dan beberapa hipotesis khusus sebagai berikut:

a. Hipotesis Umum

Implementasi/pelaksanaan program reforma agraria dapat mendorong peningkatan kesejahteraan subjek/sasaran (petani miskin).

b. Hipotesis Khusus

1) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka kapasitas subjek reforma agraria (petani) akan meningkat.

2) Jika kapasitas subjek reforma agraria mengalami peningkatan yang signifikan, maka mereka akan mampu meningkatkan taraf hidup/kesejahteraannya.

3) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka akan terbentuk struktur kepemilikan lahan yang merata dan adil.

4) Jika struktur kepemilikan lahan merata dan adil, maka subjek program dapat lebih meningktakan kesejahteraan hidupnya.

2.5 Definisi Konseptual


(40)

a. Implementasi kegiatan reforma agraria adalah pelakasanaan serangkaian kegiatan reforma agraria yang ditujukan kepada subjek/sasaran yang telah memenuhi kriteria guna terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

b. Subjek reforma agraria adalah penduduk miskin yang berada di daerah pedesaan baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi reforma agraria, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).

c. Pengembangan kapasitas subjek adalah upaya meningkatkan kemampuan subjek reforma agraria untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka, sehingga memperoleh hak yang sama tehadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.

d. Kesejahteraan petani adalah suatu kondisi kehidupan dimana kebutuhan moril


(41)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan kualitatif dipilih karena peneliti akan mengkaji fenomena sosial yang sedang berlangsung di lapangan melalui studi kasus. Pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali berbagai realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian.

Melalui pendekatan kualitatif, peneliti berusaha menggambarkan proses pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Selain itu, peneliti juga akan mengidentifikasi bentuk kegiatan reforma agraria yang diberikan kepada sasaran (petani), menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi proses peningkatan kapasitas petani melalui program reforma agraria. Berdasarkan data-data yang diperoleh melalui proses pengamatan dan wawancara mendalam, Peneliti berupaya melakukan pengkajian terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh program reforma agraria bagi kehidupan subjek yang mendapatkan program. Salah satunya adalah bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

Strategi penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus berarti memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan menerapkan berbagai metode (Stake, 1994 : 236 dalam Sitorus, 1998 ). Pemilihan strategi tersebut terkait dengan tujuan penelitian ini yaitu eksplanatif, penelitian ini


(42)

bertujuan menjelaskan penyebab-penyebab gejala sosial serta keterkaitan sebab akibat dengan gejala sosial lainnya (Sitorus, 1998). Penelitian ini dilakukan guna menerangkan berbagai gejala sosial yang terjadi pada masyarakat, dalam hal ini mengenai implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, yang meliputi identifikasi fakta pelaksanaan program, dampaknya terhadap perubahan struktur kepemilikan lahan, dan pengaruhnya bagi peningkatan kesejahteraan petani.

Tipe studi kasus yang digunakan adalah tipe intrinsik. Studi kasus intrinsik adalah studi yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang suatu kasus (Stake, 1994 : 236 dalam Sitorus, 1998).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi pelaksanaan program reforma agraria, yaitu di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan lokasi dalam penelitian ini, diantaranya karena latar belakang sejarah lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga, adanya gerakan sosial yang memobilisasi perjuangan masyarakat agar terwujudnya pelaksananya reforma agraria, keunikan proses pembagian lahan dari penggarap awal kepada masyarakat lain, dan sebagainya.

Penelitian ini berlangsung selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni hingga bulan Juli 2009. Penelitian yang dimaksud mencakup waktu sejak peneliti intensif di daerah penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, hingga pembuatan draft skripsi.


(43)

Subjek dalam penelitian ini ditentukan secara purposive, yaitu dengan sengaja memilih masyarakat Desa Pamagersari yang dianggap mengetahui informasi mengenai pelaksanaan program reforma agraria, terutama masyarakat sasaran program dan pihak pelaksana program (Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor dan aparat desa). Selain itu, peneliti juga mencari informasi kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan program reforma agraria.

Terdapat dua subjek penelitian yang dapat dijadikan sumber informasi, yaitu responden dan informan. Responden adalah masyarakat yang dapat memberikan informasi mengenai hidup atau gejala sosial yang terjadi pada dirinya, sedangkan informan merupakan masyarakat yang bisa memberikan informasi mengenai gejala sosial yang terjadi pada orang lain. Subjek dalam penelitian ini tidak menutup kemungkinan dapat diposisikan sebagai responden sekaligus sebagai informan.

Subjek yang terdapat dalam proses penelitian ini sebanyak 23 orang, yang terdiri dari 21 orang penerima manfaat program reforma agraria dan dua orang bukan penerima manfaat. Dari 21 subjek penelitian ini dapat diidentifikasi ciri atau karakteristik masing-masing subjek seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan.

No Nama Pekerjaan Status

kependudukan

Lamanya menggarap

lahan

Luas lahan (m2) dan pemanfaatan

1 Abah Dira Petani Asli Jasinga ± 20 thn 5000

(Rumah, ladang, dan kebun)


(44)

2 Aki Momo Petani Asli Jasinga > 5 thn 45000 Ladang dan kebun

3 Bapak Sukatmo Petani Asli Jasinga > 5 thn 15000

Ladang dan kebun

4 Ibu Ciah Petani Asli Jasinga > 5 thn 115

Rumah dan sawah

5 Ibu Upik Pedagang Asli Jasinga < 5 thn 200

-

6 Bapak Cepi Satpam Asli Jasinga < 5 thn 202

(dijual)

7 Bapak Budi Wiraswasta Asli Jasinga < 5 thn 250

(dijual)

8 Bapak Soleh Staf Desa Asli Jasinga < 5 thn 210

-

9 Bapak Suhedi Wiraswasta Asli Jasinga < 5 thn 250

- 10 Bapak Agus

Kosasih

Wiraswasta Asli Jasinga < 5 thn 1024

-

11 Bapak Afif Petani Asli Jasinga > 5 thn 83500

Ladang dan kebun

12 Bapak Sarhan Wiraswasta Pendatang < 5 thn 300

-

13 Ibu Oom Pedagang Asli Jasinga < 5 thn 150

-

14 Bapak Oscar Wiraswasta Asli Jasinga < 5 thn 220

-

15 Bapak Suhanda Wiraswasta Asli Jasinga < 5 thn 130

(dijual)

17 Bapak Jaya Pensiunan

PNS

Asli Jasinga > 5 thn 15000

Kebun

18 Bapak Sodik Serabutan Asli Jasinga < 5 thn 200

Kebun

19 Bapak Jajat PNS Asli Jasinga > 5 thn 11700

Ladang dan Kebun

20 Bapak Ujang Pembantu

Kantor Pos

Asli Jasinga < 5 thn 210

21 Bapak Ajir Petani Asli Jasinga < 5 thn 1344

Kebun

22 Bapak Zaenal BPN Bogor Bogor Bukan sasaran

23 Bapak Nur Kepala Desa Asli Jasinga Bukan sasaran

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, Pengumpulan data ini dilakukan dengan metode triangulasi data (kombinasi dari berbagai sumber


(45)

data). Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi lapang, sedangkan data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen.

Teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam dilakukan melalui interaksi dua arah dengan prinsip kesetaraan antara peneliti dengan subjek dalam suasana yang akrab dan informal. Wawancara mendalam dilakukan untuk memahami pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial yang dihadapinya yang diungkapkan menggunakan bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan dalam Sitorus ,1998). Sementara itu observasi dilakukan untuk mengamati langsung aktivitas subjek penelitian pada situasi dan kondisi yang relevan. Data primer yang diperoleh dari subjek penelitian akan dianggap cukup jika informasi yang diberikan sudah jenuh, dalam arti banyak responden dan informan yang memberikan informasi sama.

Peneliti menyusun panduan pertanyaan yang berguna untuk membantu dalam proses pengumpulan data di lapangan. Panduan pertanyaan ini berkaitan dengan informasi mengenai profil dan sejarah lokasi, latar belakang penentuan lokasi reforma agraria, persepsi masyarakat terhadap program, pengaruh yang mereka rasakan baik secara moral maupun materil, ataupun hambatan dan kendala yang mereka rasakan dalam mengikuti program reforma agraria.

Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen atau yang disebut dengan studi dokumentasi, yaitu mempelajari dan menelaah dokumen, catatan tertulis, maupun arsip yang relevan dengan masalah yang dikaji. Analisis dokumen-dokumen terkait dengan konsep reforma agraria, prosedur dan ketentuan pelaksanaan, gambaran umum lokasi pelaksanaan program reforma agraria, serta tentang masyarakat di sekitar kawasan tersebut, terutama petani peserta program reforma agraria.


(46)

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah penduduk, data kepemilikan lahan pertanian, mata pencaharian penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, data angkatan kerja dan tingkat pendidikan, batas-batas wilayah desa, serta sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pamagesari. Sumber data sekunder didapat dari laporan dinas sektoral yang relevan, dokumen-dokumen hasil penelitian dan pengkajian yang ada sebelumnya tentang program sejenis, dokumen pemerintah desa atau dokumen lainnya.

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif dilakukan melalui proses reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Sitorus 1998). Dalam penelitian ini data-data yang diperoleh akan diringkas, dibuat kode, dibuat gugus-gugus, dalam rangka memilah, memilih dan mengarahkan data yang diperlukan. Proses ini berlangsung secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.

Setelah proses reduksi, data-data tersebut selanjutnya disusun dan disajikan dalam bentuk matriks, grafik maupun bagan, sehingga tersusun, terpadu, dan mudah disimpulkan. Penyimpulan dilakukan secara terus-menerus selama proses analisis dengan mempertimbangkan data yang diperoleh selama proses penelitian.

3.6 Organisasi Penulisan

Penelitian ini membahas gambaran umum wilayah yang mencakup karakteristik wilayah, mata pencaharian penduduk, jumlah penduduk, potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, sebaran kepemilkan lahan pertanian, serta sarana dan prasarana . selain itu, pada pokok bahasan selanjutnya akan dikaji mengenai fakta-fakta mengenai


(47)

pelaksanaan program reforma agraria, perubahan struktur kepemilkan lahan yang terjadi, dan pengaruh pelaksanaan program reforma agraria terhadap tingkat kesejahteraan petani. Pada bagian akhir peneliti akan memaparkan simpulan dari hasil penelitiannya berdasarkan hubungan-hubungan antara konsep-konsep agraria dan fakta-fakta sosial yang didapat di lokasi penelitian, serta beberapa pemaparan saran untuk pihak-pihak yang terkait.


(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis Desa

Desa Pamagersari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Jasinga, yaitu berada di sebelah barat Kabupaten Bogor. Desa Pamagersari merupakan desa hasil pemekaran, sebelumnya Pamagersari termasuk dalam wilayah Desa Jasinga, pada tahun 1984 dilakukan pemekaran Desa Jasinga, sehingga menjadi dua desa, Desa Jasinga dan Desa Pamagersari. Letak Desa Pamagersari tepat di tengah Kecamatan Jasinga, jarak tempuh ke ibu kota kecamatan hanya 0,1 kilo meter, sementara jarak antara Desa dan ibu kota Kabupaten Bogor sejauh 64 kilo meter, dan jarak desa terhadap ibu kota Provinsi Jawa Barat sejauh 160 kilo meter.

Secara geografis Desa Pamagersari terletak pada ketinggian 120 meter di bawah permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 25,75 mm/tahun. Kondisi topografi atau bentang lahan Desa Pamagersari terdiri dari dataran dan perbukitan/pegunungan. Luas dataran yang terdapat di Desa Pamagersari adalah 301, 668 hektar, sedangkan luas perbukitannya adalah 13,102 hektar. Desa Pamagersari memiliki kondisi tanah yang baik, dengan luas tanah yang termasuk dalam kategori tanah sangat subur adalah seluas 80,679 hektar dan tanah subur seluas 234,090 hektar (Profil Desa Pamagersari tahun 2003).


(49)

Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari

Letak Batas Desa

Utara Setu

Selatan Jugalajaya

Barat Jasinga

Timur Sipak

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Sementara itu, berdasarkan data dasar Profil Desa Pamagersari tahun 2003 tercatat bahwa luas wilayah Desa Pamagersari menurut penggunaannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya

No Penggunaan Luas (hektar)

1 Pemukiman

a. Pemukiman Pejabat Pemerintah

b. Pemukiman umum

17 30, 732

2 Bangunan

a. Perkantoran b. Sekolah c. Pertokoan d. Pasar e. Terminal f. Masjid g. Makam h. Jalan 5 8 0,5 0,5 0,6 0,8 0,5 1

3 Pertanian Sawah

a. Sawah irigasi b. Sawah tadah hujan

80,79 5

5 Perkebunan swasta 100,240

6 Padang rumput/ stepa/ ladang/ gembala/ pangonan 78,618

7 Lapangan sepak bola 1

8 Perikanan darat/ air tawar (kolam) 0,5

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

4.2 Demografi Desa 4.2.1 Jumlah Penduduk


(50)

Rata-rata masyarakat Desa Pamagersari merupakan penduduk asli Jasinga, sedangkan masyarakat pendatang yang berada di Desa Pamagersari sebagian besar berasal dari Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Jumlah penduduk desa Pamager Sari dapat di lihat pada Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari pada Bulan Mei 2009.

Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari

No Perincian Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Penduduk bulan lalu 2. 625 2. 903 5. 528

2 Kelahiran bulan ini 4 7 11

3 Kematian bulan ini 3 2 5

4 Pendatang bulan ini - - -

5 Pindah bulan ini 8 6 14

6 Penduduk akhir bulan ini 2. 618 2. 903 5. 521

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan

1. Angkatan Kerja

Sebaran angkatan kerja di Deasa Pamagersari adalah sebagai berikut: Tabel 5: Angkatan Kerja

No Angkatan Kerja Jumlah (orang)

1 Penduduk Usia Kerja 2700

2 Penduduk Usia Kerja yang Bekerja 2110

3 Penduduk Usia Kerja yang Belum Bekerja 590

Jumlah 2727

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003


(51)

Tabel 6: Kualitas Angkatan Kerja

No Pendidikan Jumlah (orang)

1 Buta aksara dan Angka -

2 Tidak tamat SD 3

3 Tamat SD 539

4 Tamat SLTP 595

5 Tamat SLTA 342

6 Tamat Akademi (D1-D3) 75

7 Sarjana S1 S2 S3

17 - 1

Jumlah 1572

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

4.3 Mata Pencaharian Penduduk

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Pamagersari adalah bertani, hal ini disebabkan karena sebagian besar potensi sumber daya alam yang terdapat di Desa Pamagersari berupa lahan pertanian yang didukung oleh tingkat kesuburan yang sangat baik untuk bercocok tanam.

Struktur mata pencaharian penduduk dapat dirinci dari tabel-tabel di bawah ini: Tabel 7: Subsektor Pertanian Tanaman Pangan

No Status Jumlah (orang)

1 Pemilik tanah sawah 117

2 Buruh tani 223

Jumlah 340

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Tabel 8: Subsektor Perkebunan/Perladangan

No Status Jumlah (orang)

1 Buruh perkebunan 13


(52)

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Tabel 9: Subsektor Peternakan

No Status Jumlah (orang)

1 Jumlah pemilik ternak kambing 42

2 Jumlah pemilik ternak ayam 500

3 Jumlah pemilik ternak kerbau 1

4 Jumlah pemilik ternak itik 30

5 Jumlah pemilik ternak domba 12

Jumlah 592

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Tabel 10: Subsektor Perikanan/Nelayan

No Status Jumlah (orang)

1 Pemilik kolam 45

2 Pemilik keramba/sejenisnya 37

Jumlah 87

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Tabel 11. Subsektor Industri Kecil/Kerajinan

No Status Jumlah (orang)

1 Jumlah pemilik usaha kerajinan 15

2 Pemilik usaha industri rumah tangga 6

3 Pemilik usaha industrui kecil 2

4 Jumlah buruh industri kecil/kerajinan/tumah tangga 3

Jumlah 26

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Tabel 12: Sektor Jasa/Perdagangan

No Status/Jenis Jasa/Perdagangan Jumlah (orang)

1 Jasa pemerintahan/nonpemerintahan


(53)

b.Pensiunan ABRI/sipil c.Pegawai Swasta

d.Pegawai BUMN/BUMD

e.Pensiunan Swasta

86 80 18 3

2 Jasa lembaga keuangan (perkreditan rakyat) 1

3 Jasa Perdagangan (kios) 1

4 Jasa komunikasi dan angkutan 127

5 Jasa keterampilan 34

6 Jasa lainnya 38

Jumlah 635

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

4.4 Struktur Agraria Lokal

Struktur agraria lokal di Desa Pamagersari dapat diketahui melalui sebaran kepemilikan tanah berdasarkan luasnya. Struktur kepemilikan tanah di Desa Pamagersari adalah sebagai berikut:

Tabel 13: Struktur Pemilikan Tanah

No Luas Pemilikan Tanah (Ha) Jumlah (orang)

1 Kurang dari 0,1 440

2 0,1 – 0,5 262

3 0,6 – 1,0 300

4 1,1 – 1,5 250

5 1,6 – 2,0 200

6 3 – 5 12

7 6 – 8 10

8 9 – 10 2

9 Lebih dari 10 3

Jumlah 1479

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

Struktur agraria lokal juga dapat diketahui melalui indentifikasi pola hubungan yang terjadi diantara berbagai subjek agraria yang ada di Desa Pamagersari. Pola hubungan ini terjadi dalam hal pemanfaatan sumber agraria yang erat kaitannya dengan mata pencaharian penduduk setempat. Berdasarkan Data Profil Desa Tahun 2003 terdapat 223 buruh tani yang menggarap lahan pertanian di Desa Pamagersari.


(54)

Sistem pemanfaatan lahan ini dilakukan dengan sistem bagi hasil berupa sistem maro, dimana pembagian hasil panen ditentukan sesuai dengan kesepakatan antara pemilik lahan dan penggarap dengan mempertimbangkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan oleh masing-masing pihak (pemilik dan penggarap). Akan tetapi, sistem bagi hasil di Desa Pamagersari lebih dipengaruhi oleh sistem kekerabatan diantara warganya sehingga sistem bagi hasil lebih sering dilakukan secara sukarela.

Selain buruh tani, ada juga warga yang berkerja sebagai buruh perkebunan. Ketika Hak Guna Usaha PT. Perkebuan Jasinga masih berlaku terdapat 13 orang yang bekerja sebagai buruh perkebunan, yaitu sebagai penyadap karet. Para buruh perkebunan ini dibayar oleh PT. Perkebunan Jasinga sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh manajemen perkebunan.

4.5 Kelembagaan

Kelembagaan yang terdapat di Desa Pamagersari dibagi menjadi dua yaitu: 1. Kelembagaan pemerintah

Kelembagaan pemerintah yang terdapat di Desa Pamagersari antara lain: a. pemerintah desa yang terdiri dari tujuh orang pejabat desa; b. Rukun Warga (RW) yang berjumlah lima; c. Rukun Tetangga (RT) yang berjumlah 23; d. Badan Pertimbangan Desa (BPD) yang beranggotakan 15 orang; PKK dengan kader sebanyak 16 orang; dan e. Lembaga Keamanan Masyarakat Desa (LKMD) yang beranggotakan 16 orang.

2. Kelembagaan Agama

Kelembagaan agama yang terdapat di Desa Pamagersari terdiri dari Majlis Ta’lim untuk ibu-ibu maupun bapak-bapak.


(55)

Sedangkan untuk kelembagaan perekonomian terdiri dari warung sebanyak 13 buah dan lainnya sebanyak 15 buah.

4.6 Sarana dan Prasarana

Letak Desa Pamagersari yang tepat berada di ibu kota Kecamatan Jasinga sangat menguntungkan masyarakat, karena ini mempengaruhi tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. Di Desa Pamagersari terdapat berbagai macam sarana dan prasarana. Diantaranya adalah sarana transportasi, pendidikan, peribadatan, dan lainya.

Kelancaran mobilisasi warga di Desa Pamagersari sangat tergantung pada ketersediaan jasa transportasi yang terdiri dari jasa angkutan pedesaan dan angkutan perkotaan yang selalu tersedia selama 24 jam. Jasa angkutan ini melayani rute dari Jasinga-Cipanas, Jasinga-Bogor, dan Jasinga-Leuwiliang. Selain itu ada juga angkutan berupa bus yang memiliki rute Pandeglang-Rangkas-Bogor. Untuk mobilisasi warga menuju wilyah pedalaman desa, terdapat jasa angkutan ojek.

Sementara untuk sarana pendidikan, di Desa Pamagersari terdapat dua gedung Taman Kanak-kanak , empat buah gedung SD, satu gedung SMP, satu gedung SMEA, dan saran pendidikan lainnya sebanyak dua buah (Profil Desa Pamagersari Tahun 2003).

Sebagian besar penduduk Desa Pamagersari beragama Islam, oleh karena tu sarana peribadatan yang terdapat di desa ini terdiri dari Masjid dan Mushola sebanyak sembilan buah. Selain itu, untuk menunjang pelayanan kesehatan warga, di Desa Pamagersari terdapat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang dibantu oleh tiga orang dokter dan dua orang bidan. Selain itu ada juga warga yang berprofesi sebagai dukun sebanyak dua orang.


(56)

Selain sarana transportasi, pendidikan, dan peribadatan, di Desa Pamagersari juga terdapat sarana lainya untuk menunjang dan memperlancar aktivitas warga, misalnya kantor pos, bank, pasar dan pertokoan, apotik, terminal, dan lain sebagainya.


(1)

Photo 1: Kantor Desa Pamagersari Photo 2: Tugu Jasinga

Photo 7: Pemukiman dan Mushola yang Berdiri di atas

Lahan Eks-HGU

Photo 8: Lahan Eks-HGU yang Dijadikan Sawah Photo 5: Lahan eks-HGU yang Dijadikan

Ladang

Photo 6: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Kebun Sengon

Photo 4: Keakraban Bersama Warga Photo 3: Salah Satu Warga Penerima


(2)

3. Panduan Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM A.Petunjuk

Wawancara mendalam (ideph interview) dilakukan oleh peneliti untuk menggali secara langsung gambaran secara komprehensif berkaitan dengan aspek-aspek kajian. Informasi yang diperoleh disimpan dengan menggunakan alat perekam suara, dan kemudian ditulis dengan menggunakan komputer.

B.Wawancara Mendalam

Hari, tanggal :

Lokasi Wawancara : Nama & Umur :

Pekerjaan :

C.Panduan Pertanyaan (Petugas Pelaksana Program RA) a. Struktur Agraria

1. Menurut anda, bagaimanakah gambaran umum struktur agraria yang terbentuk sebelum adanya RA?

2. Siapakah pihak-pihak yang lebih dominan menguasai lahan yang sekarang dijadikan obyek RA?

3. Bagaimankah pihak-pihak tersebut memanfaatkan lahannya?

4. Bagaimanakah masyarakat memanfaatkan lahan obyek RA sebelum RA? 5. Menurut anda, bagaimanakah gambaran umum struktur agraria yang terbentuk

setelah adanya RA?

6. Masih adakah pihak-pihak yang lebih dominan menguasai lahan yang sekarang dijadikan obyek RA?

7. Bagaimankah pihak-pihak tersebut memanfaatkan lahannya?

8. Bagaimanakah masyarakat memanfaatkan lahan obyek RA setelah RA? b.Latar belakang penentuan lokasi RA

1. Mengapa memilih desa ini sebagi lokasi pelaksanaan program RA?

2. Apakah ada tuntutan dari warga atau komponen masyarakat lainnya (LSM), mengapa mereka melakukan tuntutan?


(3)

3. Bagaimana hubungannya dengan lahan PT. PJ? 4. Apa tujuan dilaksanakannnya RA?

c. Sistem pelaksanaan kegiatan RA

1. Apa saja tugas yang anda lakukan dalam kegiatan program RA di desa ini? 2. Sejak kapan anda menjadi petugas?

3. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan RA?

4. Apa saja syarat yang harus dimiliki petani agar mereka bisa mendapatkan bantuan? 5. Bagaimanakah teknis pembagian lahan?

6. Bagaimanakah teknis sertifikasi lahan yang diberikan kepada petani? 7. Lahan yang diberikan bersifat pinjaman atau menjadi hak milik?

d. Bentuk kegiatan RA

Apa saja kegiatan RA selain pemberian lahan?

e. Komponen masyarakat yang terlibat dalam kegiatan RA

Siapa saja yang dilibatkan dalam pelaksanaan program RA? f. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan RA

Bagaimana tanggapan warga terhadap program RA dan terhadap petugas? g. Jenis/bentuk bantuan

Apa saja bantuan yang diberikan kepada sasaran/subyek RA? h.Pengaruh yang dirasakan

Apakah anda sudah melihat adanya pengaruh dari RA yang dirasakan oleh sasaran/subyek baik secara moril maupun materil? Apa saja pengaruh tersebut? i. Permasalahan yang dihadapi

1. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program RA?

2. Apakah pernah terjadi konflik, baik ntar warga, antara warga dan pemerintah, atau antara warga dan pihak swasta?

3. Mengapa terjadi konflik?

4. Bagaimakah menyelesaikan konflik tersebut?

5. Kegiatan apa sajakah yang sering mendapatkan hambatan?

6. Bagaimana cara mengatasi hambatan/kendala dalam pelaksanaan RA?

D.Panduan Pertanyaan (Petani yang Menjadi Subyek Program RA) a. Struktur Agraria


(4)

1. Menurut anda, bagaimanakah gambaran umum struktur agraria yang terbentuk sebelum adanya RA?

2. Siapakah pihak-pihak yang lebih dominan menguasai lahan yang sekarang dijadikan obyek RA?

3. Bagaimankah pihak-pihak tersebut memanfaatkan lahannya?

4. Bagaimanakah masyarakat memanfaatkan lahan obyek RA sebelum RA? 5. Menurut anda, bagaimanakah gambaran umum struktur agraria yang terbentuk

setelah adanya RA?

6. Masih adakah pihak-pihak yang lebih dominan menguasai lahan yang sekarang dijadikan obyek RA setelah program RA dilaksanakan?

7. Bagaimankah pihak-pihak tersebut memanfaatkan lahannya?

8. Bagaimanakah masyarakat memanfaatkan lahan obyek RA setelah RA? b.Profil dan sejarah lokasi

1. Darimana asal nama desa ini?

2. Apakah ada ceria khusus dari desa ini?

3. Apakah desa ini terbetuk sejak awal, atau dari pemekaran desa lain? 4. Apakah mata pencaharaian sebagian besar penduduk desa ini? 5. Tradisi apa saja yang masih berlaku di desa ini?

c. Identitas diri

1. Siapakah nama anda?

2. Sejak kapan anda tingal di desa ini? 3. Apakah anda penduduk asli? 4. Jika tidak, darimanakah asal anda? 5. Apakah kesibukan anda sehari-hari? 6. Sejak kapan anda bekerja?

7. Mengapa anda melakukan pekerjaan itu?

8. Berapa lama alokasi waktu yang anda habiskan untuk melakukan kesibukan utama anda (kapan memulai dan kapan selesai)?

9. Apakah pekerjaan sampingan anda?

10.Mengapa anda mempunyai pekerjaan sampingan? 11.Dalam bekerja apakah ada yang mebantu anda? Siapa?


(5)

12.Adakah kesepakatan alokasi hasil usaha antara anda dan orang yang membantu anda bekerja?

13.Jika anda bertani, apa yang anda usahakan dari lahan anda (lahan dimanfaatkan untuk ditanam apa)?

14.Darimanakah anda mendapatakan bibit, pupuk, pestisida, dan peralatan untuk memanfaatkan lahan anda?

15.Berapa kisaran modal produksi untuk lahan anda dalam satu kali musim tanam? 16.Berapa banyak hasil produksi lahan anda?

17.Dikonsumsi sendiri atau dijual?

18.Apakah hasil panen musim ini mencukupi untuk konsumsi hingga panen musim depan?

19.Jika tidak, bagaimana anda mensiasatinya?

20.Apakah karena panen musim ini anda masih dapat melakukan produksi untuk musim depan?

21.Jika tidak, bagaimana anda mensiasatinya? d.Latar belakang penentuan lokasi RA

Apakah anda mengetahui mengapa desa ini dijadikan lokasi pelaksanaan RA? e. Persepsi/tanggapan masyarakat terhadapa RA

1. Bagaiman tanggapan anda dengan adanya RA di desa ini?

2. Bagaimanakah perasaan anda menjadi sasaran/subyek RA di desa ini? 3. Bagaimana tanggapan anda tehadap petugas?

f. Partisipasi dalam kegiatan RA

1. Kegiatan RA apasajakah yang pernah anda ikuti? 2. Apakah sekarang anda masih aktif mengikutinya? 3. Jika tidak, mengapa?

g. Pengetahuan mengenai RA

1. Apakah yang dimaksud dengan RA? 2. Darimana anda mengetahuinya? h.Bantuan yang diterima

Selain pemberian lahan, bantuan apa saja yang pernah diberikan kepada anda? i. Pengaruh yang dirasakan


(6)

1. Apakah anda merasakan manfaat dari lahan yang diberikan kepada anda? – tolong ceritkan!

2. Ceritakan apa perubahan yang terjadi pada kehidupan anda dan keluarga dengan adanya bantuan program RA ini!

3. Apakah anda meraskan manfaat dari kegiatan-kegiatan penunjang program RA yang anda ikuti? Tolong ceritakan!

j. Hambatan yang dihadapi dalam mengikuti program RA? 1. Apakah kendala yang anda alami dalam mengikuti program RA? 2. Bagaimanakah anda mengatasinya?

3. Adakah yang membantu anda dalam mengatasi kendala tersebut? k. Kepemilikan lahan

1. Berapkah luas lahan yang anda miliki dari RA?

2. Berapakah luas lahan yang anda miliki selain dari RA?

3. Menurut anda apakah lahan yang anda miliki sudah mencukupi untuk menopang kehidupan anda? Jika belum, mengapa?

l. Pertanyaan lain

1. Jika anda memiliki anak, berapakah jumlah anak yang anda miliki? 2. Apakah anak anda ada yang bersekolah?

3. Jika ada, berapa yang bersekolah dan pada jenjang apa? 4. Jika tidak, mengapa tidak bersekolah?

5. apakah hasil panen cukup membiayai sekolah anak anda? 6. Jika tidak, bagaimana anda mensiasatinya?