sesudah dilaksanakannya program. Meskipun demikian, tidak sedikit responden yang mengaku bahwa kepemilikan aset mereka bertambah bukan dari hasil
mengolah tanah redistribusi mereka, tetapi dari hasil pekerjaan lainnya, seperti berdagang, supir, buruh bangunan dan proyek, dan lainnya. Mereka yang
mengaku demikian mengatakan bahwa kebun mereka yang berasal dari pemerintah belum menghasilkan apa-apa. Ini karena jenis tanaman yang ditanam
merupakan tanaman kayu yang hanya bisa dipanen jika sudah berumur 5 tahun atau lebih. Program reforma agraria ini berlangsung tahun 2007 dan pada saat
penelitian berlangsung tahun 2012 banyak tanaman yang belum dipanen atau baru satu kali memanen. Jenis tanaman lain seperti pisang dan singkong hanya sebagai
sampingan saja, jika dijual pun tidak memberikan pengaruh yang berarti.
2. Kemampuan Menyekolahkan Anak
Kemampuan menyekolahkan anak yaitu yaitu lama jenjang pendidikan yang mampu ditempuh oleh anak-anak petani dengan biaya dari sebelum program
reforma agraria dan sesudah program reforma agraria. Kemampuan menyekolahkan anak dikategorikan menjadi rendah apabila SDsederajat sampai
SMP dan tinggi apabila SMAsederajat sampai perguruan tinggi. Tabel 23 menunjukkan jumlah dan perentase responden berdasarkan tingkat kemampuan
menyekolahkan anak. Tabel 23
Jumlah dan
persentase responden
berdasarkan kemampuan
menyekolahkan anak di Desa Sipak tahun 2012 Kemampuan
menyekolahkan anak
Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria
Jumlah n Persentase
Jumlah n Persentase
Rendah Tinggi
24 8
75 25
13 19
40.6 59.4
Total 32
100 32
100.0 Sama halnya dengan tingkat kepemilikan aset, tingkat kemampuan
menyekolahkan anak juga mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah pelaksanaan reforma agraria. Tabel 23 memperlihatkan sebanyak 75 responden
yang memiliki kemampuan menyekolahkan anak kategori rendah sebelum reforma agraria berkurang menjadi 40.6 sesudah reforma agraria. Beberapa
responden mengaku kehidupan mereka dulu bisa dikatakan sangat sulit. Pendidikan menjadi salah satu yang terpaksa harus dikorbankan demi memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Sekitar 50 responden mengatakan bahwa mereka tidak mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke sekolah menengah.
“Sudah lulus SD saja itu sudah Alhamdulillah,” begitu kata salah satu responden. Lebih miris lagi mereka lebih rela mengorbankan anak perempuan mereka untuk
berhenti sekolah daripada anak laki-lakinya. Oleh sebab itu, banyak perempuan di Desa Sipak yang sudah menikah meskipun usianya masih tergolong sangat muda.
Peningkatan kemampuan menyekolahkan anak bukan karena seluruh biaya untuk menyekolahkan anak yang berhasil ditutupi dari hasil mengolah tanah
redistribusi, tetapi dari hasil pekerjaan lain yang dilakukan responden. Selain itu
juga karena kesadaran mereka akan pentingnya pendidikan sudah mulai meningkat dibandingkan sebelumnya. Seorang responden bernama UJ 42 tahun
bercita-cita menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi, bagaimanapun kondisi keuangannya nanti Bapak UJ akan selalu berusaha demi
menyekolahkan anak-anaknya. 3. Peningkatan Kesejahteraan
Peningkatan kesejahteraan dalam penelitian ini diukur dari jumlah skor tingkat kepemilikan aset dan tingkat kemampuan menyekolahkan anak sebelum
dan sesudah reforma agraria. Hasil perhitungan tersebut dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan
kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria ditunjukkan pada Tabel 24.
Tabel 24 Jumlah dan
persentase responden
berdasarkan peningkatan
kesejahteraan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012
Peningkatan kesejahteraan
Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria
Jumlah n Persentase
Jumlah n Persentase
Rendah Tinggi
28 4
87.5 12.5
20 12
62.5 37.5
Total 32
100 32
100.0 Tabel 24 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kesejahteraan
responden sebelum dan sesudah reforma agraria meskipun tidak terlalu signifikan. Jumlah responden yang meningkat kesejahteraannya hanya sebesar 37.5,
meningkat dari sebelumnya yang hanya 12.5. Data tersebut didukung oleh pernyataan kepala Desa Sipak yang mengatakan hal sebagai berikut.
“Alhamdulillah, terjadi peningkatan kesejahteraan warga di sini karena sekarang untuk bertanam di situ
tanah redistribusi jadi ngga setengah-setengah karena udah mutlak punya dia.
” Peningkatan kesejahteraan yang terjadi bisa dikatakan tidak terlalu
signifikan. Hal ini karena kebun mereka belum menghasilkan apa-apa, paling hanya singkong, pisang, petani, dan jengkol, yang tidak terlalu berpengaruh
terhadap perekonomian
mereka. Peningkatan
aset dan
kemampuan menyekolahkan anak diperoleh dari hasil lain, seperti berdagang dan menjadi
buruh proyek dan bangunan. Mereka mengatakan uang yang diperoleh dari hasil menjadi buruh lebih besar daripada bertanam, tetapi pekerjaannya juga lebih berat
dan mereka harus tinggal jauh dari keluarga dan baru pulang satu minggu sekali setiap hari jumat setelah bekerja setengah hari.
Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Peningkatan Kesejahteraan Petani
Reforma agraria pada hakikatnya bertujuan untuk menyejahterakan petani kecil. Bachriadi 2007 mengungkapkan bahwa penataan ulang struktur
penguasaan tanah land reform bukan saja akan memberikan kesempatan kepada sebagian besar penduduk yang masih menggantungkan hidupnya pada kegiatan
pertanian untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Lebih dari itu, land reform bukan hanya akan menjadi suatu dasar yang kokoh dan stabil bagi pembangunan
ekonomi dan sosial, melainkan juga menjadi dasar bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang demokratis. Program ini akan membuka kesempatan untuk
terjadinya proses pembentukan modal capital formation di perdesaan yang akan menjadi dasar bagi proses industrialisasi yang kokoh. Selain itu, ia juga akan
memberikan sejumput kekuasaan pada kelompok-kelompok petani miskin di pedesaan di dalam ikatan-ikatan sosial pada masyarakatnya.
Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari tahu hubungan atara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kesejahteraan
petani. Dengan menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan
kesejahteraan petani. 1. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kepemilikan Aset
Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset disajikan dalam Tabel 25.
Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset di Desa
Sipak tahun 2012
Tingkat kepemilikan aset
Pelaksanaan reforma agraria Rendah
Tinggi Jumlah n
Persen Jumlah n
Persen Rendah
10 66.7
9 52.9
Tinggi 5
33.3 8
47.1 Total
15 100.0
17 100.0
Tabel 25 memperlihatkan jumlah petani yang mendapatkan reforma agraria tinggi sebesar 47.1 mengalami peningkatan aset, sedangkan jumlah petani yang
mendapatkan reforma agraria tinggi tetapi tidak mengalami peningkatan aset sebesar 52.9. Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, didapatkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.139 lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r 0.3494 dan nilai signifikansi sebesar 0.447 lebih besar dari nilai kritis 0.05.
Angka-angka mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kepemilikan aset.
Tidak adanya hubungan yang signifikan tersebut karena aset yang dimiliki oleh warga tidak sepenuhnya berasal dari hasil pengolahan tanahnya. Ini karena
waktu tanam yang baru 5 tahun sehingga belum ada pencapaian yang signifikan, sedangkan tanaman hortikultura semacam singkong tidak memberikan arti pada
peningkatan kesejahteraan warga.
2. Hubungan Pelaksanaan