Penyediaan Peranan Reforma Agraria dalam Meningkatkan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan penyediaan access reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Reforma agraria yang dilaksanakan di Kecamatan Jasinga berlangsung pada tahun 2007. Penerima program ini merupakan 10 desa di Jasinga yang dilalui areal bekas perkebunan PT. PP. Jasinga, salah satunya adalah Desa Sipak. Sesudah diadakan pengukuran dari pihak BPN, desa ini memperoleh hak sebanyak 407 bidang tanah dengan 402 hak milik dan dua hak pakai. Berita mengenai hal ini disambut antusias oleh warga desa, khususnya warga yang telah menggarap tanah di perkebunan tersebut selama bertahun-tahun. warga mengaku senang karena akan dibagi-bagikan tanah dan sertifikat oleh pemerintah. Program reforma agraria yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu penyediaan asset reform dan access reform. Asset reform terdiri dari tersedianya lahan untuk dibagikan kepada rakyat dan adanya sertifikasi gratis terhadap lahan yang dibagikan, sedangkan access reform terdiri dari tersedianya infrastruktur dan sarana produksi, pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, tersedianya dukungan permodalan, dan tersedianya dukungan distribusi pemasaran.

1. Penyediaan

Asset Reform Penyediaan asset reform adalah penyediaan objek reforma agraria, dalam penelitian ini ada dua variabel yang termasuk asset reform, yaitu penyediaan tanah redistribusi dan sertifikat terhadap tanah tersebut. Penyediaan tanah redistribusi dalam penelitian ini yaitu berupa lahan bekas HGU perkebunan PT. PP. Jasinga yang dibagikan kepada petani. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan tanah redistribusi Jumlah n Persentase Rendah Tinggi 32 100 Total 32 100 Tabel 5 menunjukkan jumlah responden yang menerima tanah redistribusi bekas HGU sebanyak 100 responden berada pada kategori tinggi. Ini berarti masyarakat mengakui bahwa memang pernah ada pembagian tanah bekas HGU perkebunan oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Kepala Desa Sipak menerangkan bahwa awalnya jumlah penerima tanah di desa ini hanya 100 orang saja, yakni para petani yang telah menggarap lahan tersebut. Akan tetapi, kepala desa ingin agar semua rakyatnya menerima tanah meskipun tidak pernah ikut menggarap sebelumnya karena ingin agar kesejahteraan rakyatnya dapat meningkat semua, tidak setengah-setengah. Hal tersebut menuai pro dan kontra dari para penggarap. Warga yang menggarap merasa itu tidak adil karena yang tidak menggarap dapat dengan mudah memperoleh tanah, sedangkan mereka yang susah payah menggarap jatahnya harus berkurang. Akhirnya, sebanyak 406 warga Desa Sipak dipilih untuk menerima tanah bekas perkebunan tersebut, terdiri dari penggarap dan non-penggarap. Luas tanah yang diterima tergantung dari luas mereka menggarap tanah tersebut sebelum diadakan program ini. Jika terlalu besar akan dibagikan beberapa bagiannya untuk warga yang tidak menggarap. Meskipun sudah sedemikian rupa diatur oleh kepala desa agar adil, tetap saja keputusan tersebut menuai protes, baik dari warga yang tanahnya harus rela dibagi maupun dari warga yang tidak kedapatan tanah. Variabel kedua dari penyediaan asset reform yaitu sertifikasi tanah. Sertifikasi tanah dalam penelitian ini berarti sertifikat yang diberikan secara gratis untuk tanah redistribusi yang dibagikan. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan sertifikat tanah Jumlah n Persentase Rendah Tinggi 32 100 Total 32 100 Tabel 6 menunjukkan hal yang sama seperti pada Tabel 5, yakni sebanyak 100 persen responden berada pada kategori tinggi untuk penerimaan sertifikat tanah dari pemerintah. Memang benar pada tahun 2007 selain diberikan tanah, warga juga dibagikan sertifikat atas tanah tersebut. Hal ini merupakan pemenuhan harapan warga yang kuatir jika sewaktu-waktu tanah mereka akan kembali diambil karena tidak kuat secara hukum. Gambar 5 Sertifikat tanah BPN Kabupaten Bogor menegaskan bahwa pemberian sertifikat ini gratis tanpa dipungut biaya apapun dari warga. Hal yang sama juga diakui oleh Kepala Desa Sipak. Akan tetapi, temuan di lapangan berkata lain. Dari 32 responden yang ditemui peneliti, 100 mengatakan bahwa warga harus membayar uang sejumlah Rp150 000 untuk menebus sertifikat tanahnya di kantor desa. Ketika ditanya uang sebesar itu untuk apa, warga tidak ada yang tahu pasti. Meskipun harus membayar sejumlah uang, warga merasa tidak keberatan karena uang tersebut dirasa masih wajar jumlahnya. “Ngambil sertipikatnya di balai desa neng, disuruh bayar 150 ribu. Katanya mah buat nebus sertipikatnya. Ya waktu itu mah Ibu usahain jual apa aja yang bisa dijual biar bisa ne bus sertipikatnya” AS, 60 tahun. “Bapak ngga keberatan disuruh bayar 150 ribu buat nebus sertifikatnya. Segitu mah masih wajar, mungkin buat uang capek yang udah pada ngurusin ini. Coba kalo ngurus sendiri udah mah capek sendiri, bayarnya bisa lebih dari 150 ribu ” AB, 35 tahun. Saat pembagian sertifikat, terlihat ada hal yang bertolak belakang dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedurnya adalah warga yang menggarap lahan dengan jumlah yang sangat luas hingga ribuan meter persegi harus rela membagi tanahnya dengan warga yang tidak menggarap sehingga tanah seluas itu tidak hanya memiliki satu buah sertifikat atas nama satu orang. Akan tetapi, kenyataannya ada warga yang melakukan kecurangan. Memang benar tanah seluas itu tidak bersertifikat atas nama satu orang, tetapi dibuat sertifikat atas nama anak-anak si pemilik tanah tersebut padahal anak-anaknya masih di bawah umur. Ada juga yang membuat sertifikat atas nama saudara dan kerabatnya sendiri. Hal tersebut sebenarnya diketahui oleh pemerintah desa, tetapi dibiarkan begitu saja seperti sudah ada kongkalingkong sebelumnya. Ada juga salah seorang penerima bernama bapak SM 50 tahun yang mengaku telah membayar untuk dua buah sertifikat, tetapi hanya diberikan satu buah dan satu buahnya lagi masih ditahan oleh kepala desa hingga saat ini. Beliau mengaku tidak tahu alasan mengapa sertifikatnya ditahan padahal sudah membayar. Awalnya, Bapak SM berusaha menanyakan hal tersebut kepada kepala desa, tetapi tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan hingga akhirnya Bapak SM memilih untuk merelakannya. 2. Penyediaan Access Reform Penyediaan access reform yaitu adanya aktifitas yang saling terkait dan berkesinambungan, dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu 1 penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, 2 pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, 3 dukungan permodalan, dan 4 dukungan distribusi pemasaran. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform di Desa Sipak tahun 2012 Penyediaan acces reform Jumlah n Persentase 1. Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi a. Rendah b. Tinggi 15 17 46.9 53.1 2. Pembinaan dan bimbingan teknis a. Rendah b. Tinggi 29 3 90.6 9.4 3. Dukungan permodalan a. Rendah b. Tinggi 29 3 90.6 9.4 4. Dukungan distribusi pemasaran a. Rendah b. Tinggi 15 17 46.9 53.1 Tabel 7 memperlihatkan bahwa penyediaan access reform pada program reforma agraria di Desa Sipak dikategorikan masih rendah karena menurut BPN sendiri pihak pemerintah memang hanya menyediakan tanah dan sertifikat saja tanpa menyediakan acces reform. Akan tetapi, BPN memberikan dukungan untuk menunjang keberlanjutan PPAN di Kecamatan Jasinga dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perdagangan, koperasi, dan stakeholder lainnya yang dapat menjembatani penjualan hasil produksi. Salah satu bentuk kerja sama dengan Dinas Pertanian yaitu dengan memberikan bibit manggis, sengon, nangka, dan mahoni gratis kepada penerima program. Tabel 7 memperlihatkan 53.1 responden yang menyatakan mendapat infrastruktur dan sarana produksi yang tinggi. Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi dalam penelitian ini yaitu ada alat-alat produksi atau media penunjang lainnya yang disediakan pemerintah yang menjadi nilai tambah untuk keberlanjutan pengolahan tanah. Responden yang menjawab ya untuk pernyataan mengenai penyediaan infrastruktur dan sarana produksi mengaku telah mendapatkan bibit manggis gratis dari pemerintah tidak lama setelah pembagian tanah dan sertifikat berlangsung, tepatnya tahun 2008. Akan tetapi, pemberian bibit manggis gratis ini hanya ada di RW 09 saja, tidak demikian di RW lainnya. “Dukungan dari pemerintah selain tanah dan sertifikat yaitu berupa bibit manggis tahun 2008. Tapi adanya cuma di RW 09 aja. Waktu itu ada ratusan bibit manggis yang dibagikan secara gratis untuk warga RW 09. Masing-masing dapetnya beda-beda, ada yang dapet sampe 25 polybag, ada juga yang cuma dapet 11 polybag” HM, 50 tahun. Variabel penyediaan access reform lainnya yaitu pembinaan dan bimbingan teknis. Pembinaan dan bimbingan teknis adalah usaha, tindakan, atau kegiatan dari instansi tertentu untuk mengarahkan responden dalam pengolahan tanah yang berkelanjutan dan mengolah hasil produksi pertanian yang lebih baik. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berada pada kategori rendah untuk pembinaan dan bimbingan teknis sebanyak 90.6 dan kategori tinggi sebanyak 9.4. Ketiga responden yang mengaku mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis adalah mereka yang juga menerima infrastruktur dan sarana produksi berupa bibit manggis dari pemerintah. “Waktu pas dibagiin manggu di balai desa, Ibu sendiri yang dateng ke sana. Sekalian dikasih tau cara nanemnya gimana, jarak tanemnya harus berapa, terus tanahnya harus diapain biar subur. Ada petugasnya neng dari dinas pertanian kalo ngga salah” AN, 50 tahun. “Kalo kayak penyuluhan gitu pernah ada pas lagi bagiin manggis. Orang dari dinas yang dateng. Tapi cuma sekali itu aja, abis itu ngga pernah ada lagi” HM, 50 tahun. Variabel selanjutnya adalah dukungan permodalan dan dukungan distribusi pemasaran. Dukungan permodalan yaitu dukungan berupa uang yang dipinjamkan atau diberikan oleh instansi tertentu untuk keberlanjutan pengolahan tanah, sedangkan dukungan distribusi pemasaran yaitu dukungan penyaluran nilai jual hasil produksi pertanian dari tanah hasil redistribusi. Tabel 7 memperlihatkan jumlah responden yang menerima dukungan permodalan yang berada pada kategori rendah sebanyak 90.6, sedangkan yang berada pada kategori tinggi sebanyak 9.4. Selanjutnya, untuk variabel distribusi pemasaran, 46.9 responden berada pada kategori rendah, sedangkan 53.1 berada pada kategori tinggi. Warga yang mengatakan bahwa pernah tersedia dukungan permodalan di desanya mengaku pernah ditawarkan sejumlah uang untuk modal berusaha tani ketika pembagian bibit manggis. Akan tetapi, warga mengaku takut untuk menerimanya dan memilih untuk menolak tawaran modal terebut. Selanjutnya, dalam hal distribusi pemasaran, seluruh warga yang menerima bibit manggis mengaku telah menerima dukungan distribusi pemasaran, yakni dengan cara sudah ada yang membawa hasil panen manggis warga ke pasar menggunakan mobil pick up. Tanaman yang ditanam di kebun warga cukup beragam, selain manggis ada juga tanaman albasia, afrika, sengon, jabon, ambon, manggis, kecapi, rambutan, pisang, singkong, dan durian. Tanaman kayu-kayuan seperti albasia, afrika, sengon, jabon, dan ambon adalah tanaman yang bisa dipanen jika usia tanaman sudah mencapai kurang lebih lima tahun. Oleh sebab itu, terhitung dari tahun 2007 hingga saat ini warga mengaku baru menebang pohon panen sebanyak satu kali bahkan ada pula yang belum memanen. Ketika panen, menurut penuturan beberapa warga, sudah ada calo yang menawar kayu mereka. Jika tidak, mereka akan menjualnya melalui pengumpul atau tengkulak. Untuk tanaman buah musiman seperti manggis, kecapi, rambutan, dan durian ketika panen tiba pemiliknya akan membuat saung-saung di pinggir jalan raya untuk menjual hasil panennya. Variabel-variabel asset reform dan access reform apabila dijumlahkan skornya dan dibuat kategori baru untuk penerimaan reforma agraria, diperoleh hasil seperti dalam tabel berikut. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelaksanaan program reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan program reforma agraria Jumlah n Persentase Rendah 15 46.9 Tinggi 17 53.1 Total 32 100.0 Tabel 8 menunjukkan sebanyak 53.1 persen responden mendapatkan program reforma agraria kategori tinggi. Ini berarti pelaksanaan reforma agraria di Desa Sipak telah mencakup penyediaan asset reform dan access reform. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang mengaku hanya mendapat tanah dan sertifikatnya, tidak ada access reform sama sekali yang mereka terima. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah seorang responden sebagai berikut. “Ngga ada neng yang lainnya yang dikasih dari pemerintah, cuma tanah sama sertipikat aja. Tapi segitu juga udah Alhamdulillah ibu mah bersyukur dari yang ngga punya tanah sekarang mah jadi punya” JN, 70 tahun. Pernyataan ibu JN juga diperkuat oleh seorang informan yang menyatakan bahwa program reforma agraria yang diusung oleh pemerintah Kabupaten Bogor hanyalah pembagian tanah bekas perkebunan PT. PP. Jasinga dan pemberian sertifikat gratis atas tanah tersebut. Pelaksanaan reforma agraria yang tergolong tinggi ini telah sesuai dengan konsep reforma agraria yang dicetuskan oleh Wiradi 2009. Menurutnya, istilah reforma agraria tidak sama seperti land reform yang merujuk pada program-program redistribusi tanah untuk menata ulang struktur kepemilikan dan penguasaan tanah, tetapi menyangkut berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi tanah dengan maksud agar mereka yang semula tunakisma atau petani gurem itu kemudian mampu menjadi pengusaha tani yang mandiri dan tidak terjerumus ke dalam jebakan hutang. Dengan demikian, tujuan dari reforma agraria dapat tercapai. Tingkat Kapasitas Petani Peningkatan kapasitas petani adalah upaya meningkatkan kemampuan petani untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidupnya sehingga memperoleh hak yang sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Tingkat kapasitas petani itu sendiri adalah tingkat kemampuan petani dalam mempertahankan kegiatan usaha taninya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel untuk mengukur tingkat kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, tingkat kemampuan memanfaatkan peluang, dan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Kapasitas petani dikatakan tinggi apabila petani mampu mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, dan mengatasi masalah yang terjadi pada usaha taninya. 1. Kemampuan Mengidentifikasi Potensi Kemampuan mengidentifikasi potensi yaitu tingkat pengetahuan petani terhadap keberadaan program reforma agraria, baik dalam hal penyediaan asset reform maupun access reform. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuannya mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi Jumlah n Persentase Rendah Tinggi 32 100 Total 32 100 Variabel kemampuan mengidentifikasi potensi diukur berdasarkan sembilan pernyataan mengenai pengetahuan tentang program reforma agraria di Desa Sipak. Tabel 9 menunjukkan 100 responden berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi. Artinya, seluruh warga dikatakan mampu mengetahui potensi apa saja yang terdapat di desanya untuk menunjang keberlanjutan usaha taninya. Potensi-potensi yang dianalisis pada penelitian ini di antaranya: 1 mengetahui adanya tanah yang dibagikan, 2 mengetahui adanya sertifikat yang diberikan untuk penerima tanah, 3 mengetahui luas lahan yang diberikan, 4 mengetahui adanya penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, 5 mengetahui adanya penyuluhan mengenai pemanfaatan tanah, 6 mengetahui adanya penyuluhan mengenai pengolahan hasil produksi, 7 mengetahui adanya pasar untuk mendistribusikan hasil produksi, 8 mengetahui adanya koperasi simpan pinjam untuk dukungan permodalan, 9 dan mengetahui adanya bank untuk dukungan permodalan.

2. Kemampuan Memanfaatkan Peluang