Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kapasitas

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengatasi masalah Pelaksanaan reforma agraria Rendah Tinggi Jumlah n Persen Jumlah n Persen Rendah 1 6.7 9 52.9 Tinggi 14 93.3 8 47.1 Total 25 100.0 17 100.0 Pelaksanaan reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Hal tersebut dibuktikan dari temuan di lapangan bahwa lebih dari 50 petani telah mampu mengatasi permasalahannya sendiri meskipun saat tanah tersebut belum resmi menjadi miliknya. Para petani menyatakan hal tersebut sudah merupakan nalurinya sebagai petani.

4. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kapasitas

Petani Tabel 13, 14, dan 15 masing-masing telah menunjukkan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, serta mengatasi masalah. Terlihat bahwa hanya satu dari tiga variabel peningkatan kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan reforma agraria, sedangkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang dan tingkat kemampuan mengatasi masalah tidak berhubungan dengan pelaksanaan reforma agraria. Apabila secara keseluruhan ketiga variabel tersebut dianalisis, maka didapat hasil sebagai berikut. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani di Desa Sipak tahun 2012 Peningkatan kapasitas petani Pelaksanaan reforma agraria Rendah Tinggi Jumlah n Persen Jumlah n Persen Rendah 5 33.3 9 52.9 Tinggi 10 66.7 8 47.1 Total 24 100.0 8 100.0 Tabel 16 menunjukkan bahwa 47.1 petani yang termasuk dalam kategori pelaksanaan reforma agraria tinggi mengalami peningkatan kapasitas, sedangkan 52.9 sisanya tidak mengalami peningkatan kapasitas. Pada kategori pelaksanaan reforma agraria rendah, justru sebanyak 66.7 petani mengalami peningkatan kapasitas, sisanya 33.3 yang tidak mengalami peningkatan kapasitas. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani tidak berhubungan secara signifikan. Uji korelasi Rank Spearman dengan nilai kepercayaan 0. 05 α = 5 juga dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Adapun Ho dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani, sedangkan Ha dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar -0.197 lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r 0,3494 dan nilai Sig. sebesar 0.279 lebih besar dari nilai kritis 0.05. Jadi, ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan kapasitas petani sangat besar, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Subagio 2008 bahwa kapasitas petani sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan sosial budaya, ketersediaan inovasi, karakter pribadi petani, dan akses terhadap informasi. Karakter pribadi petani itu sendiri ditunjukkan oleh pendidikan, umur, pengalaman berusaha tani, kekosmopolitan, dan keberanian mengambil risiko. Marlina 2008 menambahkan bahwa peningkatan kapasitas petani juga dilihat dari motivasi dan komitmennya. Motivasi adalah semangat petani untuk meraih prestasi, sedangkan komitmen adalah keterikatan jiwa petani terhadap kemajuan usaha taninya. Faktor-faktor inilah yang luput dari penelitian sehingga hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan. Faktor lain yang menyebabkan tidak ada korelasi antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani adalah tidak meratanya ketersediaan access reform. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, access reform hanya menjangkau penerima program yang tinggal di RW 09, itupun tidak semua merasakan keberadaan access reform tersebut. Petani penerima program yang tinggal selain di RW 09 mengaku hanya mendapatkan tanah dan sertifikat saja, tidak ada access reform sama sekali. Waktu pelaksanaan reforma agraria dengan waktu pelaksanaan penelitian yang terlampau dekat 2007-2012 juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kapasitas petani. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, tepatnya setelah tanah resmi menjadi milik petani, tidak ditemui adanya pengorganisasian lokal dari pemerintah desa atau secara independen dari kelompok tani untuk meningkatkan kapasitas petani. Setelah tanah menjadi hak milik, perjuangan seolah berakhir karena yang diminta sudah dipenuhi. REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan meningkat setelah dibagikannya lahan. Perlu ada peningkatan kapasitas dari petaninya agar dapat memanfaatkan aset dan akses terhadap reforma agraria tersebut. Alfurqon 2009 menyatakan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan memasarkan hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya. Indikator kesejahteraan petani dalam penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya, yaitu terdiri dari peningkatan kepemilikan aset dan kemampuan menyekolahkan anak. 1. Tingkat Kepemilikan Aset Tingkat kepemilikan aset yaitu jumlah barang berharga yang dimiliki responden sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Terdiri dari luas kepemilikan lahan, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, kepemilikan barang elektronik, kepemilikan hewan ternak, kepemilikan tabungan, dan investasi berupa emas. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas kepemilikan lahan sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Luas kepemilikan lahan Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 20 62.5 5 15.6 Sedang 4 12.5 8 25.0 Tinggi 8 25.0 19 59.4 Total 32 100.0 32 100.0 Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki luas lahan 0 m 2 tunakisma hingga memiliki lahan 500 m 2 . Kategori sedang yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari 500 m 2 hingga 1 000 m 2 . Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 000 m 2 . Tabel 14 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 62.5 kemudian berkurang setelah diadakannya program menjadi 15.6. Petani yang berada pada kategori sedang sebelum diadakannya program sebanyak 12.5 dan meningkat setelah diadakannya program menjadi 25, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 25 dan meningkat menjadi 59.4 setelah diadakannya program. Petani yang telah memilki lahan dari sebelum dilaksanakan program mengaku mendapatkan lahan dari pemberian orang tua dan telah menggarapnya sebagai hak milik, sedangkan petani yang belum memiliki lahan sama sekali hanya bergantung pada lahan orang dengan menjadi buruh tani. Melihat tabel di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan program reforma agraria telah cukup berhasil mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan dan mengurangi tunakisma. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak SW 50 tahun: “Perasaan Bapak gembira diberi tanah sama pemerintah, soalnya dulu Bapak sama sekali ngga punya tanah. Ngga pernah mimpi bakalan dikasih tanah walaupun cuma 125 meter persegi aja. Yah Alhamdulillah atuh lah neng, buat nyambung hidup” SW, 50 tahun. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh ibu ER 45 tahun dan beberapa responden lainnya yang mengaku senang menerima tanah redistribusi meskipun sebelumnya telah memiliki tanah dari orang tuanya. Beliau mengatakan penghasilan dari tanahnya itu sangat membantu perekonomian keluarganya. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kondisi tempat tinggal sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kondisi tempat tinggal Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 10 31.2 5 15.6 Sedang 15 46.9 14 43.8 Tinggi 7 21.9 13 40.6 Total 32 100.0 32 100.0 Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria memiliki tempat tinggal gubuk. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki tempat tinggal semi permanen atap seng, dinding triplek, lantai semen atau tanah. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki tempat tinggal permanen atap genteng, dinding tembok, lantai berkeramik. Tabel 15 menunjukkan jumlah petani yang berada pada kategori rendah sebelum dilaksanakannya program sebanyak 31.2 kemudian menurun setelah diadakannya program menjadi 15.6. Petani yang berada pada kategori sedang sebelum diadakannya program sebanyak 43.8 dan menurun setelah diadakannya program menjadi 25, sedangkan petani yang berada pada kategori tinggi sebelum diadakannya program sebanyak 21.9 dan meningkat menjadi 40.6 setelah diadakannya program. Sebagian besar responden mengaku merasa terbantu dengan adanya program ini. Mereka dapat mengumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk memperbaiki rumah mereka. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Bapak NN 46 tahun: “Adanya tanah ini bisa dibilang cukup membantu perekonomian rumah tangga Bapak. Kan Bapak udah pernah nebang dua kali, uangnya dikumpulin sedikit- sedikit buat benerin rumah, makanya sekarang rumahnya mah bisa dibilang udah enak gitu, nggak kayak dulu” NN, 46 tahun. Bapak NN ini memiliki kondisi rumah yang sudah permanen dua lantai dengan atap genteng, dinding tembok, dan lantai keramik. Beliau mengaku dulunya rumah beliau belum seperti sekarang ini. Adanya tanah yang dibagikan membuat Bapak NN bisa mengumpulkan uang untuk memperbaiki rumah secara bertahap. Awalnya dari dinding, kemudian lantai, hingga akhirnya memiliki dua lantai. Hal serupa juga dituturkan oleh Ibu AS 70 tahun. Meskipun tempat tinggal beliau masih dalam kondisi semi-permanen, beliau mengaku uang hasil menjual kayu dari kebunnya dapat membantu untuk memperbaiki rumah beliau sedikit demi sedikit, dari yang tadinya gubuk menjadi seperti sekarang ini. Tidak selamanya program reforma agraria ini memberikan pengaruh pada kondisi tempat tinggal penerimanya. Kenyataannya tetap ada saja yang kondisi rumahnya masih memprihatinkan, hanya bilik bambu seadanya. Kondisi seperti ini yang dialami oleh Bapak SW 50 tahun salah satunya. Bapak SW menyatakan bahwa dirinya hingga kini masih menggarap tanah tersebut tapi belum menikmati hasil apa-apa dari tanah tersebut. Menurutnya, jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan saja masih susah. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan kendaraan bermotor sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan kendaraan bermotor Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 24 75.0 19 59.4 Sedang 7 21.9 10 31.2 Tinggi 1 3.1 3 9.4 Total 32 100.0 32 100.0 Kategori rendah dalam penelitian ini yaitu petani yang sebelum dan sesudah reforma agraria tidak memiliki kendaraan bermotor sama sekali. Kategori sedang yaitu petani yang memiliki satu buah kendaraan bermotor. Kategori tinggi yaitu petani yang memiliki lebih dari satu buah kendaraan bermotor. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 75 petani berada pada kategori rendah sebelum reforma agraria dan menurun menjadi 59.4 setelah reforma agraria. Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kategori sedang dan tinggi dari sebelum diadakannya program dan setelah diadakannya program. Seorang responden bernama Ibu ER 45 tahun mengaku bahwa keluarganya sebelum mendapat tanah redistribusi hanya memiliki satu buah kendaraan bermotor dan kini telah memiliki sembilan kendaraan bermotor, terdiri dari enam buah sepeda motor dan tiga buah mobil. Beliau mengaku kendaraan tersebut digunakan untuk usaha rental sepeda motor maupun mobil. Tabel 19 secara langsung juga menyiratkan jumlah pemilik kendaraan bermotor terbilang lebih sedikit daripada yang tidak memiliki kendaraan. Ini karena mereka menganggap benda tersebut bukanlah sesuatu yang penting. Mereka beranggapan kalau kaki mereka masih mampu untuk berjalan ke lahan garapan mereka jadi tidak perlu motor. Alasan lainnya mengapa mereka tidak memiliki kendaraan adalah karena tidak mampu membeli. “Boro-boro untuk beli kendaraan, untuk makan aja pas-pasan ,” kata salah seorang responden. Kepemilikan aset selanjutnya dilihat dari kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah diadakannya reforma agraria. Kategori rendah untuk kepemilikan barang elektronik yaitu untuk petani yang hanya memiliki 0-3 jenis barang elektronik di rumahnya, sedang untuk petani yang memiliki 4-6 jenis barang elektronik, dan tinggi untuk petani yang memiliki lebih dari enam jenis barang elektronik. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan barang elektronik sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan barang elektronik Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah 29 90.6 11 34.4 Sedang 1 3.1 14 43.7 Tinggi 2 6.3 7 21.9 Total 32 100.0 32 100.0 Tabel 20 menunjukkan terjadi peningkatan pada kepemilikan barang elektronik. Sebesar 90.6 petani yang berada pada kategori rendah sebelum program menurun menjadi hanya 34.4 setelah program, dan paling banyak berada pada kategori sedang yaitu 43.7. Ukuran kepemilikan aset lainnya dilihat dari kepemilikan terhadap hewan ternak, ada atau tidaknya uang tabungan, dan ada atau tidaknya investasi berupa emas. Dalam hal kepemilikan ketiga aset ini tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah program. Informasi mengenai ketiga aset tersebut disajikan dalam Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kepemilikan hewan ternak, tabungan, dan emas sebelum dan sesudah reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Kepemilikan aset Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase 1. Hewan ternak a. Rendah b. Tinggi 21 11 65.6 34.4 21 11 65.6 34.4 2. Tabungan a. Rendah b. Tinggi 29 3 90.6 9.4 26 6 81.2 18.8 3. Emas a. Rendah b. Tinggi 25 7 78.1 21.9 22 10 68.8 31.2 Tabel 21 menunjukkan bahwa sebelum adanya program reforma agraria jumlah petani yang memiliki tidak memiliki investasi berupa hewan ternak sebanyak 65.6 dan hanya 34.4 yang memiliki. Sesudah dilaksanakan reforma agraria, angka tersebut tetap tidak berubah. Jumlah petani yang memiliki tabungan hanya sebesar 9.4, sisanya sebanyak 90.6 tidak memiliki tabungan sebelum diadakan reforma agraria. Angka ini sedikit berubah setelah diadakan reforma agraria, menjadi 18.8 memiliki tabungan dan 81.2 tidak memiliki tabungan. Jumlah petani yang berinvestasi emas sebelum reforma agraria sebanyak 21.9 dan meningkat setelah reforma agraria menjadi 31.2. Tinggi rendahnya tingkat kepemilikan aset para petani penerima program reforma agraria dilihat dari hasil perhitungan skor dari kepemilikan luas lahan yang dimiliki, kondisi tempat tinggal, kepemilikan kendaraan bermotor, barang elektronik, hewan ternak, tabungan, dan investasi berupa emas. Hasil perhitungan skor tersebut digolongkan menjadi rendah dan tinggi. Rendah apabila selang skor antara 7-12 dan tinggi apabila selang skor antara 13-18. Hasil perhitungan skor tersebut disajikan dalam tabel 22. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kepemilikan aset di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kepemilikan aset Sebelum reforma agraria Sesudah reforma agraria Jumlah n Persentase Jumlah n Persentase Rendah Tinggi 28 4 87.5 12.5 19 13 59.4 40.6 Total 32 100.0 32 100.0 Tabel 22 menunjukkan terdapat perbedaan antara sebelum pelaksanaan program reforma agraria dengan sesudah pelaksanaan program reforma agraria. Terlihat dalam Tabel 22 bahwa tingkat kepemilikan aset para petani meningkat sesudah dilaksanakannya program. Meskipun demikian, tidak sedikit responden yang mengaku bahwa kepemilikan aset mereka bertambah bukan dari hasil mengolah tanah redistribusi mereka, tetapi dari hasil pekerjaan lainnya, seperti berdagang, supir, buruh bangunan dan proyek, dan lainnya. Mereka yang mengaku demikian mengatakan bahwa kebun mereka yang berasal dari pemerintah belum menghasilkan apa-apa. Ini karena jenis tanaman yang ditanam merupakan tanaman kayu yang hanya bisa dipanen jika sudah berumur 5 tahun atau lebih. Program reforma agraria ini berlangsung tahun 2007 dan pada saat penelitian berlangsung tahun 2012 banyak tanaman yang belum dipanen atau baru satu kali memanen. Jenis tanaman lain seperti pisang dan singkong hanya sebagai sampingan saja, jika dijual pun tidak memberikan pengaruh yang berarti.

2. Kemampuan Menyekolahkan Anak