Perumusan Masalah Eksternalitas Negatif Akibat Kebisingan Kereta Api Terhadap Masyarakat di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi

4 merugikan masyarakat maupun pemerintah. Eksternalitas negatif yang tidak diperhatikan dapat menambah kerusakan dan menurunkan kualitas lingkungan. Adanya kajian mengenai eksternalitas negatif akibat kebisingan terhadap masyarakat yang tinggal dekat rel kereta api diharapkan dapat mengatasi permasalahan eksternalitas. Kajian tersebut terkait dengan eksternalitas negatif kebisingan, kesediaan rumahtangga menerima dana kompensasi, nilai dana kompensasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya dana kompensasi.

1.2 Perumusan Masalah

Bekasi sebagai penyangga kota DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk yang padat. Permintaan lahan pemukiman yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk menimbulkan masalah tata kota dan daya dukung lingkungan yang over capacity. Selain itu, permintaan sarana prasarana transportasi juga meningkat karena pertumbuhan penduduk. Persaingan pemanfaatan lahan terjadi antara lahan untuk pemukiman dan pembangunan sarana prasarana transportasi. Persaingan pemanfaatan lahan menyebabkan berdirinya pemukiman dekat dengan rel kereta api. Pemukiman tersebut kurang memperhatikan faktor lingkungan yang salah satunya ada di Kelurahan Bekasi Jaya, khususnya Rukun Warga RW 02 dan 05. Wilayah ini sering dilintasi kereta api setiap harinya dan tidak terdapat tembok pembatas antara rel dengan pemukiman. Kereta yang melintasi wilayah ini adalah kereta antar kota dan provinsi kereta jawa. Kebisingan yang terjadi setiap harinya tidak dapat terhindarkan. Undang-undang mengenai perkeretaapian mencakup peraturan yang cukup jelas mengenai aturan prasarana, sarana, ruang milik, manfaat, larangan membangun, dan sebagainya yang berhubungan dengan perkeretaapian. Area yang harus dikosongkan adalah kawasan yang masuk dalam ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan 2 . Sekitar jarak 15 meter dari sisi rel kereta api harus dikosongkan untuk kepentingan aktivitas kereta api. Peraturan 2 http:www.hariansumutpos.com20120737480warga-pinggir-rel-ka-digusurixzz2UMA95lzB diakses tanggal 26 Mei 2013 5 yang membahas mengenai perkeretaapian terdapat dalam Undang-undang UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian. UU Nomor 23 Tahun 2007 merupakan pembaharuan dari UU sebelumnya, yaitu UU Nomor 13 Tahun 1992. Keputusan Menteri Perhubungan Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api juga mengatur mengenai hal tersebut. Terdapat juga nilai tingkat baku untuk kebisingan ada dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepmenlh KEP-48MENLH111996 yang mengatur baku tingkat kebisingan untuk perumahan dan pemukiman adalah sebesar 55 dBA. Tingkat baku tersebut merupakan batasan aman yang sebaiknya ditegakkan agar tidak merugikan masyarakat karena kebisingan memiliki dampak negatif. Kebisingan dapat mengganggu komunikasi, pendengaran, gangguan fisiologis dan psikologis. Gangguan komunikasi dan pendengaran terjadi saat sedang berbicara menjadi terganggu serta dapat menyebabkan kesalahan menangkap informasi akibat gangguan tersebut. Gangguan psikologis yang dapat terjadi, seperti muncul perasaan tidak nyaman, susah tidur, emosional mudah marah, konsentrasi, dan mudah tersinggung. Gangguan fisiologisnya, yaitu dapat meningkatkan tekanan darah, denyut nadijantung, dan menurunkan keaktifan organ pencernaan. Hal tersebut menjadi faktor risiko bagi pemukiman yang berdiri dekat rel kereta api. Pemukiman di wilayah Bekasi Jaya tergolong pemukiman yang cukup padat. Lintasan kereta api memang terlebih dahulu ada dibandingkan dengan pemukiman. Pemukiman terlebih dahulu berdiri dibandingkan dengan peraturan dalam UU Nomor 13 Tahun 1992, UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian dan Kepmenhub Nomor 52 Tahun 2000 Tentang Jalur Kereta Api. Hal ini menunjukkan eksternalitas negatif kebisingan gangguan psikologis dan fisiologis yang dirasakan bukan merupakan kesalahan dari satu pihak. Pihak yang menyebabkan kebisingan tersebut belum pernah melakukan biaya ganti rugikompensasi terhadap masyarakat yang terkena dampak kebisingan. Biaya eksternal ditanggung oleh masyarakat mengindikasikan kerugian yang diterima masyarakat. Pemukiman tersebut bukanlah pemukiman liar meskipun jarak terdekat antara rel dengan pemukiman kurang dari 15 meter. Jarak sekitar 15 6 meter tersebut masuk kedalam daerah yang harus dikosongkan untuk aktivitas kereta api. Pemukiman tersebut memiliki sertifikat tanah. Pemberian dana kompensasi sebagai bentuk kerugian yang ditanggung masyarakat akibat eksternalitas kebisingan dapat dilakukan apabila masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sakit. Hal ini diperlukan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Berdasarkan fenomena yang terjadi, ada beberapa permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, meliputi: 1 Bagaimana eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat kebisingan kereta api di Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur? 2 Bagaimana kesediaan rumahtangga dalam menerima dana kompensasi? 3 Berapa nilai dana kompensasi willingness to accept yang bersedia diterima rumahtangga? 4 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai dana kompensasi willingness to accept rumahtangga?

1.3 Tujuan Penelitian