Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi akibat Pencemaran Air Tanah : Studi kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sumberdaya alam dan jasa lingkungan merupakan aset yang menghasilkan arus barang dan jasa, baik yang dapat dikonsumsi langsung maupun tidak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya alam seperti air, lahan, udara, hutan, ikan, minyak, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Kerusakan atau kehilangan atas sumberdaya tersebut dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Keberadaan sumberdaya ini tidak saja untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi kesejahteraan suatu bangsa. Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan manusia, dan sebaliknya pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, menurut Fauzi (2006) persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Dalam konsep ekonomi klasik, sumberdaya diidentikan dengan input

produksi dari alam yang diperlukan untuk menghasilkan output atau barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Namun demikian, pengertian sumberdaya tersebut tidak terbatas sebagai faktor input saja karena proses produksi dan konsumsi tidak hanya menghasilkan keuntungan dan kepuasan bagi pengguna, namun juga menghasilkan residual atau limbah yang menyebabkan terjadinya eksternalitas negatif. Perman et al. (1996) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas


(2)

2 ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut. Dalam pendekatan ekonomi tradisional, dampak dari residual tersebut tidak secara eksplisit diakomodasikan dalam model produksi dan konsumsi. Padahal dengan mengabaikan dampak eksternalitas tersebut, bukan saja syarat optimimalitas produksi dan konsumsi tidak bisa terpenuhi, namun juga mengabaikan biaya sosial yang sebenarnya harus ditanggung oleh maysarakat.

Sumberdaya air adalah salah satu sumberdaya yang sering dimanfaatkan oleh manusia yang memberikan manfaat dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia di segala bidang. Kontribusi sumberdaya air terhadap pembangunan ekonomi dan sosial sangat vital. Awal peradaban manusia dan lahirnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi juga dimulai dari sumber-sumber air, seperti sungai dan mata air. Seiring dengan bertambahnya penduduk dan ekskalasi pembangunan ekonomi, menyebabkan fungsi ekonomi dan sosial air sering terganggu karena semakin kritisnya suplai air, sementara permintaan terus meningkat. Bahkan dilihat dari sisi geopolitik, para ahli memprediksi bahwa air akan menjadi sumber konflik di abad 21 ini (Fauzi, 2006).

Pada dasarnya Indonesia yang terletak di kawasan tropika basah memiliki sumberdaya air yang cukup melimpah, namun jika dikaji secara mendalam, maka sumberdaya air tersebut tidak selalu tersedia sesuai keinginan kita. Disamping penyebarannya secara geografis tidak merata, juga dapat kita catat adanya perubahan yang drastis karena unsur waktu dan musim serta perilaku manusia yang sering menganggap sumberdaya air sebagai sesuatu yang tidak berharga dan diharapakan akan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Persepsi yang keliru


(3)

3 inilah yang kemudian mengarah pada krisis sumberdaya air (Kodoatie dan Sjarief, 2008).

Air tanah sebagai bagian dari sumberdaya air juga mengalami permasalahan serupa. Air tanah di Indonesia hingga kini sering diperlakukan sebagai barang bebas atau free good yang tidak memiliki nilai ekonomi. Air tanah masih dianggap sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui, padahal seharusnya air tanah dikategorikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan karena meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali (Fauzi, 2006).

Menurut Putranto dan Kusuma (2009), pengambilan air tanah terjadi karena adanya pengaruh dari pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin tinggi, sehingga mengakibatkan kebutuhan air akan semakin besar. Kebutuhan air yang besar mendorong manusia untuk mencari pengganti air sungai yang merupakan sumber utama air bersih karena sudah mulai tercemar oleh berbagai macam limbah. Oleh karena itu, sebagai pengganti air sungai penduduk beralih menggunakan air tanah sebagai bahan baku untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebagai imbas dari peralihan penduduk yang menggunakan air tanah sebagai air bersih, maka banyak muncul sumur-sumur gali dan dilakukan pemboran sumur untuk kegiatan industri yang memerlukan banyak air untuk


(4)

4 melakukan proses produksi. Kegiatan eksplorasi air tanah yang berlebihan ini merupakan sumber utama timbulnya masalah air tanah pada daerah perkotaan.

Selain itu menurut Saeni (1997), pertumbuhan penduduk yang pesat berbanding lurus dengan perkembangan pemukiman yang juga semakin pesat dan tidak teratur, sehingga cenderung akan merusak kualitas air tanah. Keterbatasan dan mahalnya harga lahan menyebabkan perbandingan antara luas bangunan dan tanah terbuka menjadi tidak serasi. Permasalahan kualitas air tanah muncul terutama di daerah yang rapat dengan sarana tangki septik yang berdekatan dengan sumur air minum. Disamping itu pengambilan air tanah dangkal yang berlebihan dapat menyebabkan turunnya muka air tanah. Jika keadaan demikian tidak dapat dikendalikan, dapat mengakibatkan masuknya zat pencemar asal saluran pembuangan limbah rumah tangga yang konstruksinya kurang baik ke dalam akuifer air tanah dangkal. Perembesan air selokan atau tangki septik tersebut dapat efektif bila terjadi penurunan muka air tanah dangkal yang dalam terutama pada musim kemarau. Akibatnya banyak zat pencemar yang masuk ke dalam sistem akuifer. Bila musim hujan tiba pencemar tersebut akan terlarut. Demikian proses tersebut berjalan, sehingga air tanah dangkal menjadi tercemar oleh limbah domestik, misalnya ammonia, nitrit, nitrat, deterjen, dan E. coli.

Pertambahan jumlah penduduk dengan segala aktivitasnya yang sangat pesat telah mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kota yang cepat pula. Hal ini seringkali mengakibatkan suatu kota tidak siap dalam memberikan pelayanan sarana dan prasarana kepada masyarakatnya. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kota Bekasi. Kota Bekasi merupakan bagian dari wilayah Jabodetabek, yakni sebagai pintu gerbang


(5)

5 dan penyangga pusat ibukota yang berfungsi sebagai penyeimbang DKI Jakarta. Fungsi Kota Bekasi sebagai penyangga ibukota menyebabkan jumlah penduduk cenderung meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk kota Bekasi meningkat dari 1.663.802 jiwa di tahun 2000 menjadi 2.336.498 jiwa pada tahun 2010. Dalam rentang sepuluh tahun ini penduduk Kota Bekasi meningkat sebesar 40,43% dengan laju pertumbuhan penduduk setiap tahun mencapai 3,48%.1 Peningkatan jumlah penduduk di Kota Bekasi tersebut seharusnya disertai dengan perbaikan dan peningkatan jumlah pelayanan publik, khususnya pada sektor sanitasi dan air bersih. Namun keterbatasan anggaran dan sistem yang tidak mendukung menyebabkan akses masyarakat Kota Bekasi masih terbatas terhadap pelayanan sanitasi dan air bersih yang baik.

Kota Bekasi yang kini berkembang dengan sangat pesat tersebut, ternyata masih belum mampu memberikan pelayanan air bersih kepada seluruh masyarakatnya. Jangkauan pelayanan PDAM baru mencapai 36% dari total kebutuhan masyarakat Kota Bekasi. Terbatasnya pelayanan air bersih akan dirasakan oleh semua pihak, namun akan sangat berpengaruh bagi masyarakat miskin perkotaan di Kota Bekasi yang pada tahun 2010 totalnya mencapai sekitar 97.000 kepala keluarga (Dinas Kependudukan Kota Bekasi, 2011).2 Keterbatasan layanan air bersih tersebut mengharuskan masyarakat golongan ekonomi lemah tersebut untuk mencari alternatif sumber air lain, seperti air tanah dangkal dari sumur gali atapun air isi ulang depot dan air kemasan yang lebih mudah untuk diperoleh, namun kemungkinan besar sudah rawan oleh zat pencemar.

1 http://www.bekasikota.bps.go.id. diakses pada tanggal 4 Februari 2011.


(6)

6 Tercemarnya air tanah sebagai salah satu sumber air bersih utama yang masih digunakan oleh penduduk menyebabkan mereka harus melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif yang akan terjadi. Menurut Traore et al. (1999), beberapa tindakan pencegahan yang lazim dilakukan penduduk pada umumnya adalah mengganti air minum mereka dengan membeli air dalam kemasan, memasak atau merebus air yang akan dikonsumsi terlebih dahulu, ataupun upaya penjernihan air dengan pemasangan filter. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan tersebut akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang baik. Korbanan biaya tersebut merupakan biaya sosial akibat dari eksternalitas negatif yang terjadi akibat tercemarnya sumber air tanah yang seharusnya dapat mereka konsumsi secara bebas.

1.2 Perumusan Masalah

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia. Sebagai imbasnya maka banyak muncul sumur-sumur gali dan pemboran sumur yang dilakukan baik oleh industri maupun


(7)

7 domestik akibat peralihan masyarakat menggunakan air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih. Fenomena ini terjadi di banyak kota besar di Indonesia dan salah satunya adalah Kelurahan Harapan Jaya sebagai salah satu pusat kegiatan industri di Kota Bekasi bagian utara.

Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.

Penduduk Kelurahan Harapan Jaya pada umumnya merasakan kerugian akibat tercemarnya sumber air bersih mereka. Perubahan secara fisik telah dirasakan oleh penduduk melalui indikator warna, rasa, bau, serta tingkat kekeruhan pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Perubahan tersebut menyebabkan air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat perubahan kondisi air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Oleh karena itu, penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan


(8)

8 biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka timbul pertanyaan penelitian yang perlu dikaji yaitu:

1. Bagaimana pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya?

2. Berapa besar kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?

3. Apa sajakah faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahn yang terdapat dalam perumusan masalah sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk Kelurahan Harapan Jaya

2. Mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya.


(9)

9 1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian tentang estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya diharapkan dapat bermanfaat, yakni:

1. Bagi Akademisi dan Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah pengetahuan dan informasi kepada akademisi dan peneliti dalam pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan estimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah.

2. Bagi Pemerintah Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, khususnya pemerintah Kelurahan Harapan Jaya dalam mengevaluasi berbagai kebijakan yang terkait dengan pengelolaan dan pendayagunaan air tanah agar dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan. 3. Bagi Masyarakat Kelurahan Harapan Jaya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan insentif perilaku bagi masyarakat Kelurahan Harapan Jaya untuk dapat menjaga kelestarian sumberdaya air tanah dengan melakukan ekstraksi sumberdaya air tanah sesuai dengan aturan hak guna pakai air agar ketersediaan sumberdaya air tanah dapat terjaga dan masih dapat terus dimanfaatkan oleh generasi di masa yang akan datang.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


(10)

10 1. Ruang lingkup penelitian dibatasi hanya untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. 2. Responden adalah rumah tangga yang berdomisili di sekitar kawasan

industri di Kelurahan Harapan Jaya.

3. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah adalah untuk tahun 2011.

4. Estimasi nilai kerugian yang dilakukan adalah berdasarkan pada biaya-biaya pencegahan dan kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga akibat adanya pencemaran pada sumber air tanah yang digunakan oleh penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya.

5. Estimasi nilai kerugian dilakukan pada tahun 2011, sehingga tingkat harga yang digunakan sebagai proxy merupakan nilai yang berlaku pada bulan Agustus – Desember 2011.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Sumberdaya Air

Air merupakan bagian penting dari sumberdaya alam yang mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Menurut Fauzi (2006), air dapat diklasifikasikan ke dalam sumberdaya yang terbarukan maupun tidak terbarukan, tergantung pada sumber dan pemanfaatannya. Air permukaan atau surface water seperti air yang diperoleh dari sungai maupun danau dapat dikategorikan sebagai sumberdaya terbarukan karena adanya proses siklus hidrologi dari bumi. Adapun air yang bersumber dari bawah tanah atau

groundwater diperoleh melalui proses geologi selama ratusan bahkan ribuan tahun, sehingga meskipun memiliki kemampuan untuk memulihkan kembali (recharge rate) lewat hujan, jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan

recharge, groundwater sering dikatakan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan.

Pembahasan mengenai ekonomi sumberdaya air tidak terlepas dari pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan sumberdaya air dengan sebaik-baiknya dengan tidak mengorbankan kelestariannya. Menurut Fauzi (2006), air juga memiliki nilai intrinsik dan pemanfaatannya memiliki nilai tambah karena dari ekstraksi sampai pemanfaatan langsung untuk konsumsi menimbulkan biaya yang cukup substansial. Seperti barang dan jasa lingkungan lainnya, nilai air diturunkan dari arti penting dan kontribusi air bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Nilai air dapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi: (1) sumber kehidupan (physiological need) bagi seluruh makhluk hidup, terutama manusia (provisioning services); (2) memberikan manfaat tidak langsung seperti input


(12)

12 antara (intermediate input) dalam proses produksi, terutama untuk sektor pertanian (irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi dan proses ekologi; dan (3) digunakan untuk tujuan rekreasi, estetika, sosial, dan keagamaan (cultural services). Dari sudut pandang ekonomi, peranan air tersebut dapat diringkas menjadi tiga jenis, yaitu sebagai barang akhir untuk dikonsumsi, input antara untuk produksi, dan penyedia jasa lingkungan dan ekosistem.

2.1.1 Nilai Ekonomi Air Tanah

Sebagai bagian dari sumberdaya air, saat ini air tanah lebih cenderung diapresiasi dengan nilai yang rendah (undervalued), terutama dalam kondisi dimana air tanah tersebut bersifat common property. Menurut Fauzi (2006), hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesi dari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Lebih lanjut lagi Kemper et al. (2006) menyebutkan bahwa pada kondisi tersebut, pengguna sumberdaya air tanah akan menerima manfaat penuh dari keberadaan sumberdaya air tanah, namun mengabaikan biaya-biaya yang harus dibayarkan atas ekstraksi sumberdaya air tanah yang mereka lakukan.

Menurut Kemper et al. (2006), biaya yang dibayarkan oleh pengguna air tanah pada umumnya hanya berkisar pada biaya untuk memperoleh air tanah seperti biaya pengeboran (capital cost) dan biaya pengoperasian serta pemeliharaan pompa untuk ekstraksi air tanah (Operation and Mantainance Cost), namun mengabaikan biaya-biaya lainnya seperti biaya eksternalitas dan biaya sosial yang timbul akibat kegiatan ekstraksi yang dilakukan. Dalam sudut


(13)

13 pandang ekonomi, kondisi undervaluation ini akan menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan sumberdaya air tanah. Biaya-biaya ekstraksi sumberdaya air tanah dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Kemper et al., 2006

Gambar 1. Biaya-Biaya Ekstraksi Sumberdaya Air Tanah

Menurut Jones et al. (2000), estimasi nilai ekonomi total air seharusnya melibatkan semua nilai, baik nilai guna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung (direct use value) dari air merujuk pada penggunaan air untuk menunjang kehidupan dan aktivitas ekonomi manusia, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) terkait dengan fungsi air sebagai suatu ekosistem. Nilai pilihan (option value) merupakan nilai untuk mempertahankan nilai air yang akan digunakan di waktu yang akan datang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, nilai bukan guna (non-use value) meliputi nilai pengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasi mendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dari ekosistem air (existance value). Adapun National Research Council (1997) mengklasifikasikan nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi, yakni berdasarkan nilai air tanah secara fisik (physical state terminology) dan nilai air tanah secara ekonomi


(14)

14 (economic terminology). Secara fisik air tanah terdiri dari nilai guna (extractive value) yaitu apabila air tanah dimanfaatkan atau digunakan untuk berbagai keperluan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan nilai in-situ yaitu manfaat atas air tanah apabila dibiarkan tetap dalam kondisi aslinya. Nilai guna air tanah terdiri dari kegunaan air tanah untuk berbagai keperluan domestik, pertanian, dan industri, sedangkan nilai in-situ terdiri dari manfaat ekologis, manfaat buffering, nilai pencegahan atas amblesan tanah dan muka air tanah (land subsidence avoidance values) dan instrusi air laut serta manfaat rekreasi.

Tabel 1. Nilai Sumberdaya Air Tanah

Physical State Terminology Economic Terminology A.Extractive Values

1. Municipal use values 2. Industrial use values 3. Agricultural use values 4. Other extractive use values B.In Situ Values

1. Ecological values 2. Buffer values

3. Subsidence avoidance values 4. Recreational values

5. Sea water intrusion values 6. Existance values

7. Bequest values

Sumber: National Research Council, 1997

Selanjutnya apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi (economic terminology), nilai air tanah diklasifikasikan menjadi nilai guna (use values) dan nilai bukan guna (non-use values). Nilai guna merujuk pada penggunaan air baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencakup semua nilai pada

extractive value yang identik dengan nilai guna langsung (direct use value) dan

in-situ value yang identik dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value). Adapun untuk nilai bukan guna terdiri dari nilai keberadaan (existance value) dan

Use Value

Non Use Value


(15)

15 nilai warisan (bequest value). Nilai sumberdaya air tanah berdasarkan dua terminologi tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

2.1.2 Metode Valuasi Ekonomi Air Tanah

Ekstraksi yang berlebihan oleh industri dan domestik secara kolektif pada sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas air tanah. Kondisi ini semakin diperburuk oleh perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur sehingga menyebabkan masuknya zat pencemar yang berasal dari kebocoran pada saluran pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer atau air tanah, sehingga menyebabkan air tanah tidak dapat lagi dikonsumsi secara bebas. Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Fauzi (2006), metode tersebut merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi non-pasar berbasiskan biaya (cost-based approach) yang mengandalkan harga implisit dimana keinginan membayar seseorang terungkap melalui model yang dikembangkan (revealed willingness to pay).

Menurut National Research Council (1997), sedikitnya terdapat tiga respon yang terkait dengan upaya yang dilakukan oleh rumah tangga dalam mengurangi dampak akibat pencemaran air tanah yakni: (1) membeli durable


(16)

16

goods, misalnya alat-alat penyaring (filter) untuk memberikan perlakuan semacam

water treatment terhadap air tanah sebelum dikonsumsi; (2) membeli nondurable goods, misalnya air galon; dan (3) merubah kebiasaan sehari-hari untuk menghindari dampak kerusakan akibat pencemaran, misalnya (a) memasak atau mendidihkan air yang digunakan untuk keperluan memasak dan minum atau (b) mengurangi frekuensi atau lamanya penggunaan air tanah untuk keperluan mencuci ataupun mandi apabila adanya indikasi bahan pencemar, baik organik maupun kimia dalam kandungan air tanah tersebut.

Pendekatan tersebut mengasumsikan bahwa rumah tangga merespon perubahan pada harga, kuantitas dan kualitas sumberdaya non-market dengan melihat pembelian barang pasar yang serupa atau memiliki hubungan dengan sumberdaya non-market tersebut. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur. Namun, menurut Brouwer dan Pearce (2005), biaya dari perilaku pencegahan ini memiliki kekurangan. Pertama, pengeluaran atau biaya seringkali menaksir terlalu rendah nilai pada kualitas sumberdaya. Kedua, pendekatan ini hanya berlaku ketika terdapat perilaku pencegahan yang memilki nilai pasar.

Untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method

yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji


(17)

17 pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan. Pendekatan tersebut memberikan nilai pada hal-hal di dalam lingkungan yang dirasa negatif dengan mencari bagaimana individu atau kelompok membelanjakan uang agar terhindar dari dampak negatif. Dalam hal ini dampak negatif belum terjadi, namun individu atau kelompok percaya akan mengalami dampak negatif jika pengeluaran untuk tindakan pencegahan tidak dilakukan (Jones et al., 2000).

Menurut Jones et al. (2000), individu atau kelompok sering mengeluarkan uang untuk menghindari atau mengeliminasi kerusakan yang disebabkan dampak lingkungan yang merugikan. Biaya pencegahan ini menciptakan harga implisit dari kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang baik, namun dianggap merupakan estimasi minimum dari keuntungan perbaikan lingkungan tersebut. Dalam teknik ini diasumsikan bahwa individu mengeluarkan uangnya untuk mencapai perbaikan kualitas lingkungan yang setidaknya setara dengan sumberdaya yang hilang.

Selain kerugian berupa biaya pencegahan yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga atas upaya mereka untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi, terdapat pula biaya lain yang timbul akibat rumah tangga masih menggunakan sumber air tanah yang telah tercemar sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-harinya karena kesulitan untuk memperoleh alternatif sumber air bersih lainnya. Menurut National Research Council (1997), berdasarkan berbagai kasus pencemaran air tanah yang telah terjadi, konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebabkan pengkonsumsinya terkena penyakit kronis jangka panjang, seperti kanker ataupun premature death.


(18)

18 Peningkatan resiko terkena penyakit tersebut menyebabkan peningkatan pula pada biaya berobat, kehilangan waktu untuk kegiatan luang atau bersantai (leisure time), kehilangan pendapatan ataupun pekerjaan serta kerugian-kerugian lain yang ditanggung oleh manusia sebagai akibat atas konsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness) yang juga merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang berbasiskan biaya (cost-based approach).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini terdiri dari faktor-faktor berikut:

1. Biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya-biaya asuransi medis, dimana biaya pengeluaran medis terdiri dari biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan.

2. Nilai hilangnya waktu orang yang sakit (pendapatan yang hilang dan kesenangan yang hilang)

2.2 Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu komponen dalam peredaran air di bumi yang dikenal sebagai siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi, air tanah juga mempunyai peran sebagai salah satu mata rantai yang berfungsi sebagai reservoir, yang melepaskannya secara perlahan ke dalam sungai atau danau, sehingga kesinambungan aliran terjaga (Notodarmojo, 2005). Namun menurut Fauzi (2006), meskipun memiliki kemampuan memulihkan kembali lewat hujan


(19)

19 (recharge rate), jika jumlah yang dimanfaatkan melebihi kemampuan recharge, maka sumberdaya ini dapat terdeplesi. Apabila sumberdaya ini terdeplesi, maka membutuhkan waktu yang relatif lama yakni berupa proses geologi yang membutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan tahun untuk membuatnya pulih kembali. Oleh karena itu sumberdaya air tanah ini sering diklasifikasikan sebagai sumberdaya yang tidak terbarukan.

Menurut UU No. 7 Tahun 2004, air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sedangkan menurut Kodoatie dan Sjarief (2008), air tanah merupakan salah satu komponen dalam daur hidrologi (hydrologic cycle) yang berlangsung di alam. Sumber ini terbentuk dari air hujan yang meresap ke dalam tanah di daerah imbuhan (recharge area) dan mengalir melalui lapisan batuan, terutama lapisan pembawa air (akuifer) dalam satu cekungan air bawah tanah (groundwater basin) yang berada di bawah permukaan tanah menuju ke daerah lepasan (discharge area). Air tanah dapat berupa air sumur dalam maupun air sumur dangkal. Air sumur dalam ialah air yang telah merembes melalui lapisan-lapisan mineral masuk ke tanah, dimana selama perembesan bahan-bahan organiknya tertahan, air sumur dalam dapat diminum karena bebas bakteri. Sebaliknya air sumur dangkal tidak dapat langsung diminum karena rawan perembesan oleh zat pencemar yang berasal dari limbah buangan kegiatan domestik, pertanian, ataupun indsutri.

2.2.1 Pencemaran Air Tanah

Menurut Undang Undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau


(20)

20 berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya dan telah melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Baku mutu lingkungan hidup atau kriteria lingkungan hidup merupakan ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. Pencemaran lingkungan hidup ini terdiri dari pencemaran tanah, pencemaran udara, pencemaran suara, dan pencemaran air.

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencemaran air (Kristanto, 2004). Sampai saat sekarang ini sebagian besar masyarakat masih menggunakan air tanah sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air besih sehari-sehari. Oleh karena itu kualitas air tanah menjadi sangat penting karena sebagian besar pengguna air tanah menggunakan air tersebut secara langsung. Meskipun ada beberapa yang melakukan pengolahan, namun hanya terbatas pada pengolahan fisik atau kimia yang sederhana. Beragamnya kontaminan dengan tingkat bahaya (toksisitas) yang bervariasi dan mahalnya biaya untuk pemulihan kualitas (remediasi), maka menjaga kualitas air tanah akan lebih baik daripada mencemari kemudian memperbaikinya. Beberapa kontaminan mempunyai sifat kumulatif dan resistan, kadang-kadang secara kasat mata tidak terlihat keberadaannya atau berbau, seperti misalnya organo-klorin sebagai pestisida atau pelarut yang penggunaannya sangat sulit untuk dikontrol. Keadaan tersebut tentu


(21)

21 meningkatkan risiko bagi manusia sebagai pengguna air tanah (Notodarmojo, 2005).

Harus diakui bahwa tanah sebagai tempat buangan akhir bagi limbah merupakan alternatif yang menarik dan mudah untuk dilakukan. Disamping itu, cara ini juga telah dipraktikkan sejak adanya kehidupan manusia. Pencemaran pada air tanah telah terjadi di beberapa tempat, baik dalam skala kecil maupun regional. Degradasi kualitas air tanah dan tanah sebagai mediumnya dapat terjadi karena berbagai hal. Menurut Notodarmojo (2005) beberapa diantaranya adalah perkolasi dari efluen tangki septik, rembesan aliran air permukaan yang telah tercemar, tempat pembuangan akhir sampah, ataupun tumpahan (spilling) dari zat pencemar yang tidak disengaja, merupakan penyebab yang sering dijumpai. Jenis sumbernya pun dapat berupa sumber tersebar (diffuse source), terpusat (point source) ataupun dalam bentuk memanjang (line source). Kemudian seberapa jauh kontaminan tersebut dapat bersifat racun terhadap manusia dan lingkungannya tergantung pada berbagai faktor, seperti misalnya sifat resistansi dan akumulasi dalam tubuh ataupun kepekaan manusia terhadap kontaminan tersebut.

Pencemaran air minum oleh air limbah dapat disebabkan karena sumber air yang digunakan sehari-hari oleh masyarakat mengandung organisme seperti bakteri dan virus. Selain disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme, pencemaran air juga dapat terjadi akibat adanya kandungan zat atau senyawa kimia dalam sumber air yang melebihi ambang batas konsentrasi yang diizinkan. Kontaminasi kandungan zat atau senyawa kimia ini dapat terjadi secara alami ataupun akibat aktivitas manusia seperti limbah rumah tangga dan industri. beberapa zat atau senyawa kimia yang bersifat racun terhadap tubuh manusia


(22)

22 misalnya logam berat, pestisida, senyawa mikro polutan hidrokarbon, zat-zat radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. Kontaminasi baik oleh mikroorganisme maupun oleh zat atau senyawa kimia terhadap sumber air yang digunakan oleh masyarakat akan menyebabkan pengkonsumsinya dapat rentan terhadap berbagai penyakit (Said, 1999).

Menurut Said (1999), beberapa penyakit yang berhubungan dengan air yang paling sering berjangkit akibat kontaminasi zat-zat pencemar ke dalam sumber air yang dikonsumsi oleh warga antara lain adalah disentri, thypus dan

parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Seringkali penyebab penyakit tersebut diakibatkan oleh kondisi lingkungan rumah yang tidak sehat dan perilaku individu yang tidak menjaga kebersihan dirinya dan lingkungannya. Salah satu faktor yang penting untuk menanggulangi hal tersebut yakni dengan cara meningkatkan kebersihan lingkungan, meningkatkan pelayanan air bersih yang sehat, meningkatkan sistem pembuangan limbah yang memenuhi syarat, serta meningkatkan peran dan fungsi pemerintah dengan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan.

2.2.2 Pengelolaan dan Pendayagunaan Air Tanah

Berdasarkan definisi pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah menyebutkan bahwa pengelolaan air tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah yang berlandaskan pada strategi pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah. Adapun menurut sudut pandang ekonomi pengelolaan air bawah tanah atau


(23)

23

groundwater merupakan contoh menarik untuk memahami kasus sumberdaya yang bersifat common property dalam bentuknya yang paling asli (the purest common pool problem). Hal ini disebabkan karena pada saat sumberdaya tersebut tidak dimiliki dengan jelas, ia akan menjadi common pool dimana setiap pengguna sumberdaya air meyakini bahwa ekstraksi yang dilakukannya tidak akan mempengaruhi stok sumberdaya air, sehingga deplesidari sumberdaya air dinilai tanpa harga (zero price). Namun demikian, jika tidak diatur, ekstraksi akan terlalu besar sehingga menyebabkan ketersediaan air menurun dan menyebabkan biaya yang terlalu besar (Fauzi, 2006).

Neher (1990) dalam Fauzi (2006) melihat bahwa deplesi sumberdaya air bawah tanah ini menyebabkan dampak ekonomi dalam tiga hal. Pertama,

sumberdaya air bisa menjadi langka (extinct) melalui pemanfaatan yang berlebihan (overuse) yang pada gilirannya akan menyebabkan kolapsnya kanal yang dapat berakibat pada biaya ekonomi yang sangat mahal. Kedua, air bawah tanah dapat diibaratkan uang di bank yang dapat dijadikan cadangan pada saat curah hujan menurun akibat musim kemarau. Jika cadangan ini habis karena terdeplesi, ia akan menyebakan bencana yang menumbulkan biaya ekonomi yang sangat mahal. Ketiga, ketika ketersediaan air dalam tanah (water table) habis, biaya ekstraksi akan meningkat. Dalam rejim pengelolaan yang tidak terkendali, biaya ini akan sangat mahal, sehingga salah satu tujuan utama dari pengelolaan sumber daya air bawah tanah adalah bagaimana mengendalikan biaya tersebut.

Sedangkan pendayagunaan air tanah adalah upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdayaguna dengan mengutamakan pemanfaatan


(24)

24 air tanah pada pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Lebih lanjut lagi Kodoatie dan Sjarief (2008) menjelaskan bahwa pendayagunaan sumber daya air tanah dilakukan dengan mengutamakan fungsi sosial untuk mewujudkan keadilan dengan memperhatikan prinsip pemanfaat air membayar biaya jasa pengelolaan sumberdaya air dan dengan melibatkan peran serta masyarakat. Prinsip pemanfaat membayar biaya jasa pengelolaan adalah penerima manfaat ikut menanggung biaya pengelolaan sumberdaya air baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketentuan ini tidak diberlakukan kepada pengguna air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat.

Pengelolaan sumberdaya air sangat penting untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah secara adil dan berkelanjutan. Saat ini data pemanfaatan air tanah menunjukan bahwa 80% kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan dan pedesaan berasal dari air tanah. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan akan air bersih turut meningkat. Peningkatan akan kebutuhan air bersih ini akan merubah nilai dari sumberdaya air tanah yang sebelumnya merupakan barang bebas (free good) menjadi barang yang bernilai ekonomi (economic good) dan diperdagangkan seperti komoditi lain. Perkiraan dalam sepuluh tahun mendatang, nilai strategis sumberdaya air bawah tanah akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan meningkatnya pembangunan pemukiman, bangunan publik, perhotelan, industri makanan, minuman, obat-obatan, dan indsutri lainnya yang memerlukan air sebagai bahan baku dan proses (Kodoatie dan Sjarief, 2008).


(25)

25 2.3 Penelitian Terdahulu

Topik penelitian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat degradasi lingkungan atau kerusakan sumberdaya dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Perkasa (2010) yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah”

diperoleh bahwa kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Kelurahan Kapuk Muara akibat adanya pencemaran air tanah adalah berupa korbanan biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk memperoleh sumber air bersih alternatif selain air tanah, biaya untuk menyaring air tanah, dan biaya kesehatan. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost, prevventive expenditure, dan cost of illness. Total kerugian yang harus dibayar oleh masyarakat Kapuk Muara akibat pencemaran air tanah yang terjadi adalah sebesar Rp 9.926.489.524 per tahun. Adapun nilai total Willingness To Pay masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah di Kelurahan Kapuk Muara diestimasi dengan menggunakan teknik valuasi Contingent Valuation Method (CVM) dan diperoleh nilai sebesar Rp 62.958.646 dari populasi Kelurahan Kapuk Muara.

Wicaksono (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Estimasi Nilai Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar

Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengestimasi nilai kerugian akibat banjir yang terjadi di Kampung Pulo. Estimasi nilai kerugian dilakukan dengan menghitung biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat Kampung Pulo sebagai upaya untuk mencegah


(26)

26 datangnya banjir yakni berupa biaya peninggian rumah, biaya penanaman pohon, biaya membangun tanggul, dan biaya kebersihan dengan menggunakan pendekatan Damage Cost Avoided (DCA). Berdasarkan biaya-biaya tersebut, maka total kerugian yang ditanggung oleh masyarakat Kampung Pulo yaitu sebesar Rp 50.384.428.043. Adapun nilai total kesediaan masyarakat membayar untuk program perbaikan lingkungan adalah sebesar Rp 9.040.696/bulan/KK.

Adapun hasil penelitian Bujagunasti (2009) yang berjudul “Estimasi Manfaat dan Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan

Akhir” didapatkan bahwa kerugian yang dirasakan oleh masyarakat Ciketing Udik akibat adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang diantaranya adalah pengurangan estetika, sarang penyakit, pencemaran udara, dan pencemaran air. Total nilai kerugian yang dialami oleh masyarakat diestimasi dengan menggunakan pendekatan perilaku pencegahan (averting behaviour method) dengan menggunakan teknik valuasi replacement cost untuk menghitung biaya yang dikeluarkan masyarakat atas upaya mereka untuk mengganti air bersih akibat air yang tercemar dan cost of illness untuk menghitung biaya berobat masyarakat akibat pencemaran air dan udara yang terjadi di lokasi penelitian tersebut. Total kerugian yang dialami oleh masyarakat Ciketing Udik akibat pencemaran yang terjadi adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.

2.4 Perbedaan Terhadap Penelitian Terdahulu

Perbedaan penelitian kali ini terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat dari tujuan, metode penelitian, dan hasil estimasi nilai kerugian yang diperoleh. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.


(27)

27 Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan antara Penelitian “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Penelitian Sebelumnya

Judul Skripsi/tesis Tujuan Metode Penelitian Hasil

*Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah di Kelurahan Harapan Jaya

 Pola dan perilaku penggunaan air tanah  Estimasi nilai kerugian

ekonomi

 Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan  Analisis deskriptif  Metode biaya

pencegahan dan biaya kesehatan  Analisis fungsi

regresi logistik

- Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh RT kelompok 3 yang besarnya mencapai Rp 128.933 per bulan.

- Faktor yang secara statistik nyata mempengaruhi keputusan RT untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran RT terhadap kondisi air tanah

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi dan Willingness To Pay Masyarakat akibat Pencemaran Air Tanah

 Karakteristik sosial ekonomi penduduk responden

 Estimasi nilai kerugian ekonomi

Analisis Willingess To Pay masyarakat untuk perbaikan kondisi air tanah

 Analisis deskriptif  Metode Biaya

Pengganti, Biaya Pencegahan, dan Biaya Kesehatan  Metode CVM

- Total nilai kerugian adalah

Rp 9.926.489.524 per tahun.

- Total nilai WTP masyarakat untuk upaya perbaikan kualitas air tanah adalah Rp 62.958.646 Estimasi Nilai

Kerugian Masyarakat Akibat Bencana Banjir dan Kesediaan Membayar

Masyarakat Terhadap Program Perbaikan Lingkungan

 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi

 Metode Damage

Cost Avoided - Total nilai kerugian adalah

Rp50.384.428.043 - Total WTP

masyarakat untuk program perbaikan adalah

Rp 9.040.696 per bulan per KK Estimasi Manfaat dan

Kerugian Masyarakat Akibat Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir

 Identifikasi manfaat dan kerugian akibat keberadaan TPA Bantar Gebang

 Estimasi nilai manfaat dan kerugian Bantar Gebang

 Perbandingan besaran nilai manfaat dan kerugian

 Alternatif pilihan sistem penangan sampah

Replacement

Cost

Cost of Illness

- Nilai manfaat bersih atas keberadaan TPA Bantar Gebang adalah sebesar Rp 170.161.700 - Total nilai kerugian

adalah sebesar Rp 13.385.300 per tahun.


(28)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan meliputi konsep dasar dari metode perilaku pencegahan (averting behavior method) beserta teknik valuasi yang digunakan untuk mengetahui nilai kerugian yang dirasakan oleh penduduk akibat pencemaran air tanah yang terjadi dan analisis model regresi logistik yang akan digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

3.1.1 Metode Biaya Pencegahan dan Biaya Kesehatan

Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi secara bebas. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang


(29)

29 bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Menurut Yakin (1997), pendekatan ini menaksir nilai dari komoditi non-market seperti air tanah, melalui jumlah yang rela dibayarkan individu untuk barang dan jasa yang memiliki nilai pasar untuk mengurangi eksternalitas lingkungan atau mencegah utilitas yang hilang dari degradasi lingkungan ataupun untuk mengubah perilaku individu untuk memperoleh kualitas lingkungan yang lebih baik. Biaya-biaya tersebut akan mengestimasi kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah atau air sumur.

Adapun untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Pendekatan ini merupakan teknik yang memperkirakan valuasi minimal dari individu, habitat atau kualitas lingkungan dalam hal kesedian mengeluarkan biaya agar terhindar dari pengaruh kurang baik pada habitat atau lingkungan. Pendekatan ini mengkaji pengeluaran yang sesungguhnya yang mampu dilakukan orang agar terhindar dari kerusakan yang disebabkan degradasi lingkungan (Jones et al., 2000). Pengeluaran masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengeluaran penduduk dalam upayanya untuk mencegah dampak negatif yang terjadi akibat pencemaran air tanah yakni berupa biaya pembelian alat penyaring air (water treatment devices) dan biaya untuk memperoleh sumber air bersih alternatif pengganti air tanah yang tercemar.

Selain itu, menurut Said (1999), konsumsi atas air tanah yang tercemar dapat menyebakan pengkonsumsinya terkena resiko penyakit disentri, thypus dan


(30)

30

parathypus, kholera, hepatitis A, polio, dermatritis (penyakit kulit) serta diare. Kondisi tersebut merupakan kerugian bagi penduduk karena harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mengobati penyakit yang dideritanya akibat pencemaran air tanah yang terjadi. Menurut National Research Council (1997), biaya-biaya tersebut dapat berupa biaya kesehatan langsung seperti biaya medis, biaya rumah sakit, biaya obat, biaya rehabilitasi, dan nilai hilangnya waktu yang sama dengan hilangnya upah atau pendapatan. Oleh karena itu untuk menghitung biaya-biaya tersebut digunakan pendekatan biaya kesehatan (cost of illness).

Cost of Illness merupakan salah satu pendekatan yang bertujuan untuk memberikan nilai pada perubahan kesehatan manusia atau kesejahteraan yang muncul dari perubahan kualitas lingkungan. Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka masih mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut.

3.1.2 Teori Model Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan suatu model analisis untuk mengetahui pengaruh variabel-variabel prediktor yang berskala metrik (kontinyu) atau kategorik (nominal) terhadap variabel respon yang berskala kategorik (Juanda, 2009). Adapun tujuan dari penggunaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang secara nyata mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Tindakan pencegahan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah berupa pembelian air


(31)

31 galon yang diasumsikan dapat mewakili tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga secara keseluruhan. Adapun faktor-faktor yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi penggunaan sumber air tanah oleh penduduk, tingkat pendidikan, lama tinggal penduduk, status kepemilikan tempat tinggal penduduk, dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi di Kota Bekasi mengakibatkan kebutuhan air bersih juga akan semakin besar. Menurut Putranto dan Kusuma (2009), kebutuhan air bersih yang besar mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-harinya akibat sumber air permukaan yang selama ini mereka gunakan tidak lagi mencukupi dan cenderung telah tercemar. PDAM yang diandalkan sebagai salah satu penyedia kebutuhan air bersih masih belum mampu menjangkau seluruh kebutuhan masyarakat karena keterbatasan volume air bersih dan jangkauan perpipaan yang tersedia.

Saat ini ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif di Kelurahan Harapan Jaya telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah. Selain itu, perkembangan pemukiman penduduk yang semakin pesat dan tidak teratur juga telah merusak kualitas air tanah. Menurut Saeni (1997), permasalahan kualitas air tanah ini muncul akibat rapatnya pemukiman penduduk, sehingga jarak antara sarana pembuangan limbah dengan air sumur warga cenderung saling berdekatan dan berakibat pada rawannya sumber air bersih warga terhadap perembesan zat pencemar dari limbah yang berasal dari aktivitas domestik.


(32)

32 Pencemaran yang terjadi pada sumber air tanah ini merupakan kerugian bagi penduduk setempat karena berkurangnya sumber air bersih yang dapat mereka manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini merupakan keterkaitan antara tahapan pelaksanaan penelitian dengan tujuan penelitian. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat adanya pencemaran tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Keseluruhan data yang digunakan untuk menjawab ketiga tujuan penelitian ini diperoleh melalui metode survei dengan unit analisis rumah tangga yang masih menggunakan sumber air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari disamping sumber alternatif lainnya. Kajian mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai pola penggunaan air bersih berdasarkan jenis sumber dan volume konsumsi air bersih oleh penduduk serta perilaku penduduk terhadap kondisi air tanah.


(33)

33 Selanjutnya, kajian mengenai estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah dianalisis melalui pendekatan perilaku pencegahan (averting behavior method) dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode biaya pencegahan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air (water treatment devices) dan pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon yang terdiri dari air minum dalam kemasan (AMDK) dan air minum isi ulang (AMIU). Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untk menghitung biaya tersebut adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Metode biaya kesehatan digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah. Total dari biaya-biaya tersebut merupakan nilai kerugian yang dirasakan oleh masyarakat atas tercemarnya sumber air tanah. Nilai kerugian tersebut menggambarkan kemampuan membayar maksimum dari masyarakat untuk perbaikan kualitas air tanah yang tercemar dan juga menggambarkan nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

Adapun kajian mengenai identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah akan di analisis menggunakan model regresi logistik untuk mengetahui


(34)

34 variabel-variabel independen yang berpengaruh nyata dalam keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran tersebut, maka alur kerangka berpikir terkait dengan rencana penelitian tersaji pada Gambar 2.


(35)

35 Keterangan : : Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Identifikasi faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk

untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah (analisis regresi

logistik) Identifikasi

pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh

penduduk (analisis deskripstif)

Tambahan pengeluaran penduduk atas biaya

penyaring air dan penggantian sumber air

bersih sebagai upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah

(metode biaya pencegahan/preventive

expenditure)

Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat

Perbaikan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah di Kelurahan Harapan Jaya

Tambahan pengeluaran penduduk atas biaya berobat yang timbul akibat pencemaran

air tanah (metode biaya kesehatan/cost

of illness) Pencemaran Air Tanah Perkembangan pemukiman penduduk

yang pesat, rapat dan tidak teratur

Peningkatan kebutuhan air bersih di Kota Bekasi untuk kebutuhan

industri dan domestik Pengelolaan sistem sanitasi dan

saluran pembuangan limbah domestik yang belum memadai

Air permukaan Air tanah

Eksploitasi air tanah yang belebihan

Turunnya muka air tanah Perembesan zat pencemar akibat

kebocoran pada saluran pembuangan limbah ke dalam sistem akuifer

Kelurahan Harapan Jaya sebagai pusat kawasan industri di Kota

Bekasi bagian utara


(36)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data untuk keperluan penelitian dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut memiliki pemukiman padat penduduk yang berada di sekitar kawasan industri, dimana air tanahnya diduga rawan pencemaran akibat perembesan zat pencemar oleh saluran pembuangan limbah domestik yang memiliki konstruksi kurang memadai. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diharapkan penduduk yang berada di Kelurahan Harapan Jaya akan lebih memiliki pengalaman dalam melakukan berbagai upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah dibandingkan penduduk di lokasi lainnya di Kota Bekasi. Penelitian ini dilakukan selama empat bulan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus - Desember 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden melalui kuisioner. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, sumber dan volume air bersih yang digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penduduk atas upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah yang tercemar, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian. Adapun data-data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi-instansi terkait (Kantor Kelurahan Harapan Jaya, BPLH


(37)

37 Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian.

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Penelitian ini akan menganalisis responden pada unit rumah tangga. Hal ini dikarenakan rumah tangga memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya (Sumarwan, 2002). Responden adalah pihak yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk di Kelurahan Harapan Jaya yang berada disekitar kawasan industri yang masih menggunakan sumber air tanah sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih sehari-hari disamping sumber alternatif lainnya. Pengambilan sampel (responden) dilakukan dengan purposive sampling dengan metode survei (non-probability sampling). Pada metode ini tidak semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Pengambilan sampel dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden atau sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin digunakan karena ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi menyebar normal (Prasetyo, 2006). Penentuan jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan (4.1) berikut:


(38)

38 Keterangan:

N : Ukuran Populasi

n : Ukuran Sampel/Responden

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi yaitu 10 persen.

Berdasarkan persamaan (4.1) yang digunakan, maka diperoleh jumlah penduduk yang akan dijadikan sampel (responden) dalam penelitian ini yakni berjumlah 100 kepala keluarga dari 19.266 kepala keluarga yang berada di Kelurahan Harapan Jaya.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kuisioner. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data primer meliputi data mengenai karakteristik sosial ekonomi penduduk, sumber dan volume air bersih yang digunakan oleh penduduk, biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penduduk atas upaya pencegahan terhadap kondisi air tanah yang tercemar, serta data lainnya yang diperlukan dalam penelitian.

Data-data tersebut digunakan untuk mengkaji ketiga tujuan dari penelitian ini yakni mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan upaya pencegahan akibat pencemaran air tanah. Matriks keterkaitan antara tujuan


(39)

39 penelitian, jenis dan sumber data, dan metode analisis data yang digunakan dalam peneltian tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Matriks Keterkaitan Tujuan, Jenis dan Sumber Data, serta Metode Analisis Data

Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data Metode Analisis Data

1. Mengidentifikasi pola

dan perilaku

penggunaan air bersih oleh penduduk

Data primer berupa sumber dan volume penggunaan air bersih oleh rumah tangga

Rumah Tangga Analisis deskriptif

2. Mengestimasi nilai

kerugian ekonomi penduduk akibat pencemaran air tanah

Data primer berupa pengeluaran rumah tangga atas upaya memperoleh sumber air bersih dari air tanah dan air PDAM serta upaya

pencegahan untuk pembelian alat penjernih air, air galon, dan biaya berobat Rumah Tangga, PDAM Tirta Patriot, Puskesmas Seroja, dan Kantor Kelurahan Harapan Jaya Estimasi dengan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness)

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah

Data primer berupa karakterisitk sosial ekonomi responden terhadap keputusan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga

Rumah Tangga Analisis fungsi regresi logistik

4.4.1 Identifikasi Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk Identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk akan diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif. Menurut Prasetyo (2006), analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah membuat suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta antar fenomena yang diselidiki. Adapun


(40)

40 untuk mengidentifikasi pola penggunaan air bersih dilihat dari jenis sumber air bersih dan seberapa banyak volume air yang digunakan oleh penduduk dari tiap sumber setiap bulannya. Data mengenai jenis sumber air dan volume air yang digunakan tersebut dimasukkan ke dalam bentuk tabel agar terlihat kombinasi dari keduanya. Kombinasi volume air yang digunakan dari setiap sumber air ini yang nantinya akan membentuk suatu pola dalam penggunaan air tanah.

Selanjutnya, perilaku penduduk terhadap kondisi air tanah akan dikaji secara deskriptif dengan mengklasifikasikan perilaku responden menjadi dua jenis, yakni perilaku pada responden yang mengalami pencemaran dan yang tidak mengalami pencemaran pada sumber air tanah yang mereka gunakan. Kemudian berdasarkan dari kedua jenis perilaku tersebut akan dikaji jenis-jenis tindakan pencegahan yang dilakukan oleh responden atas kondisi pada air tanah yang digunakan oleh masing-masing kelompok rumah tangga sesuai sumber air bersih yang digunakan. Matriks mengenai identifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Matriks Pola dan Perilaku Penggunaan Air Bersih oleh Penduduk

Indikator Parameter

1. Pola Penggunaan Air Bersih Analisis dilakukan secara deskriptif

dengan mengkaji jenis sumber air bersih dan besaran volume air yang digunakan dari tiap sumber setiap bulannya.

2. Perilaku Penduduk Terhadap Kondisi

Air Tanah

Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengkaji jenis perilaku

pencegahan penduduk terhadap kondisi air tanah yang digunakan.

4.4.2 Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah

Pencemaran air tanah yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya menyebabkan sumber air tanah tidak lagi dapat dikonsumsi dengan bebas.


(41)

41 Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas dan kuantitas pasokan air bersih mereka dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Salah satu pendekatan untuk mengukur kehilangan ekonomi akibat pencemaran adalah berdasarkan perilaku pencegahan (averting behaviour method). Perilaku pencegahan adalah tindakan yang dilakukan rumah tangga yang bertujuan untuk mengurangi atau menghindari bahaya akibat kerusakan pada suatu ekosistem. Perilaku pencegahan responden yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berdasarkan upaya mereka untuk membeli alat penjernih air (water treatment devices) dan sumber air bersih pengganti air tanah yakni berupa air galon untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai kerugian atas pencemaran air tanah yang terjadi digunakan teknik yang relevan dengan pendekatan averting behavior method yakni metode biaya pencegahan (preventive expenditure).

Selain biaya pencegahan, penduduk juga mengalami kerugian berupa biaya yang harus dikeluarkan atas upayanya untuk mengobati penyakit-penyakit yang timbul akibat pencemaran pada air tanah yang mereka konsumsi, baik yang digunakan untuk konsumsi secara langsung ataupun hanya untuk keperluan MCK. Adapun metode yang digunakan untuk menghitung biaya tersebut adalah metode biaya kesehatan (cost of illness). Pengeluaran masyarakat atas biaya kesehatan


(42)

42 yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi hanya pada biaya-biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang dideritanya akibat mereka masih mengkonsumsi air tanah yang telah tercemar tersebut. Matriks mengenai analisis nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat pencemaran air tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Matriks Analisis Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Akibat Pencemaran Air Tanah

Indikator Parameter

1. Kerugian atas perilaku pencegahan (averting behavior) oleh penduduk akibat pencemaran air tanah

Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung pengeluaran penduduk atas biaya pencegahan untuk pembelian alat penjernih air dan sumber air bersih pengganti (air galon) 2. Kerugian atas penyakit yang diderita

oleh penduduk terkait pencemaran air tanah.

Analisis dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung pengeluaran penduduk atas biaya kesehatan untuk memperoleh pengobatan ke rumah sakit, puskesmas, ataupun dokter praktek atas penyakit yang diderita.

4.4.2.1Metode Biaya Pencegahan

Kerugian ekonomi penduduk dapat diestimasi dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure). Metode ini digunakan untuk mengetahui besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga atas pembelian alat penjernih air (water treatment devices) serta pembelian sumber air alternatif pengganti berupa air galon dalam upaya untuk mencegah dampak negatif yang ditimbulkan oleh kondisi air tanah yang tercemar. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian alat penjernih air diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis alat penjernih air yang digunakan untuk menghindari dampak negatif akibat


(43)

43 tercemarnya sumber air tanah beserta biaya yang dikeluarkan setiap bulannya untuk memperoleh alat penjernih air tersebut.

Selain pembelian alat penjernih air, rumah tangga responden juga melakukan tindakan pencegahan dengan mengganti sumber air tanah mereka dengan air galon. Penggantian sumber air bersih ini diasumsikan sebagai suatu tindakan pencegahan oleh rumah tangga untuk menghindari dampak negatif akibat tercemarnya sumber air tanah. Besaran biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk pembelian sumber air pengganti diperoleh dengan mengumpulkan informasi dari rumah tangga responden mengenai jenis sumber air pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden untuk mengurangi atau agar tidak mengkonsumsi air tanah lagi secara langsung, jumlah atau frekuensi penggunaan sumber air bersih pengganti yang dipilih oleh rumah tangga responden, serta biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden untuk memperoleh sumber air bersih pengganti tersebut setiap bulannya.

Masing-masing data biaya pengeluaran rumah tangga responden untuk melakukan tindakan pencegahan melalui upaya-upaya pembelian alat penjernih air maupun alternatif sumber air bersih pengganti akan ditabulasikan ke dalam tabel yang berisi jenis tindakan pencegahan yang dilakukan, jumlah rumah tangga responden yang melakukan tindakan pencegahan, biaya rata-rata yang dikeluarkan serta total biaya untuk setiap tindakan pencegahan yang dilakukan oleh rumah tangga responden. Rata-rata dari masing-masing biaya pencegahan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.2), dimana total jumlah uang yang dikeluarkan untuk melakukan tindakan pencegahan dibagi dengan jumlah rumah


(44)

44 tangga responden yang mengeluarkan biaya atas tindakan pencegahan yang dilakukannya.

Dimana: RBP = Rata-rata biaya pencegahan (Rp) BPi = Biaya pencegahan responden i (Rp) n = Jumlah responden

i = Responden ke-i (1,2,3,….,n)

4.4.2.2Metode Biaya Kesehatan

Kerugian ekonomi akibat adanya pencemaran air tanah dapat dilihat dengan menggunakan metode biaya kesehatan (cost of illness). Informasi yang ingin diketahui dari rumah tangga responden menyangkut jenis penyakit, tingkat mengalami penyakit, jenis atau tindakan pengobatan, frekuensi pergi berobat dan biaya pengobatan yang harus dikeluarkan responden untuk mengobat penyakit yang diderita akibat adanya konsumsi air tanah yang tercemar. Biaya kesehatan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit yang diderita. Sehingga untuk memperoleh biaya rata-ratanya, maka total jumlah uang yang dikeluarkan untuk mengobati penyakit dibagi dengan jumlah responden yang mengeluarkan biaya kesehatan. Persamaan (4.3) merupakan persamaan yang digunakan untuk menghitung rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh rumah tangga responden.

Dimana: RBK = Rata-rata biaya kesehatan (Rp) BKi = Biaya kesehatan responden i (Rp) n = Jumlah responden

i = Responden ke-i (1,2,3,….,n)

... (4.3) ... (4.2)


(1)

115

37 0 132.000 0 0 0 1.380.000 0 1.512.000 17.500 0 0 4 70.000

38 0 0 0 0 0 1.560.000 633.600 1.980.000 0 0 0 0 0

39 0 0 0 0 480.000 0 445.500 780.000 0 0 0 0 0

40 0 0 151.200 0 720.000 0 792.000 1.387.200 9.000 0 0 3 27.000

41 0 0 0 360.000 720.000 0 712.800 1.560.000 4.500 0 0 3 13.500

42 0 0 0 0 360.000 1.620.000 712.800 2.460.000 0 0 0 3 30.000

43 0 0 0 0 630.000 0 445.500 930.000 13.000 0 0 4 52.000

44 0 0 0 360.000 252.000 1.104.000 0 1.716.000 11.000 0 0 3 33.000

45 0 0 0 0 0 1.380.000 0 1.380.000 0 0 0 0 0

46 66.000 0 0 0 0 1.560.000 633.600 2.046.000 0 35.000 0 4 140.000

47 0 132.000 0 0 0 1.440.000 554.400 1.956.000 0 60.000 0 4 240.000

48 0 132.000 0 0 720.000 0 396.000 1.152.000 0 50.000 0 3 150.000

49 0 0 0 0 360.000 1.620.000 712.800 2.460.000 0 0 0 0 0

50 66.000 0 0 0 720.000 1.440.000 396.000 2.526.000 15.000 0 0 3 45.000

51 0 0 0 360.000 720.000 0 0 1.080.000 0 0 0 0 0

52 0 0 0 360.000 360.000 1.440.000 0 2.160.000 0 0 0 0 0

53 0 0 0 0 720.000 0 0 720.000 15.000 0 0 3 45.000

54 0 0 0 0 480.000 1.380.000 0 1.860.000 0 0 0 0 0

55 0 0 151.200 0 360.000 1.620.000 495.000 2.431.200 20.000 0 0 3 60.000

56 0 0 0 360.000 360.000 0 554.400 1.104.000 15.000 0 0 2 30.000

57 0 0 0 0 360.000 1.620.000 712.800 2.460.000 0 0 0 0 0

58 0 0 0 0 0 2.160.000 396.000 2.676.000 0 0 0 0 0

59 0 0 0 0 360.000 1.440.000 495.000 2.100.000 0 0 0 0 0

60 0 0 0 0 420.000 864.000 0 1.284.000 0 0 0 0 0

61 66.000 0 0 0 630.000 0 445.500 996.000 10.000 0 0 2 20.000

62 0 132.000 0 0 252.000 1.170.000 445.500 1.854.000 15.000 0 0 3 45.000

63 0 0 0 0 315.000 1.440.000 554.400 2.139.000 0 0 0 0 0

64 0 0 0 0 480.000 0 495.000 804.000 0 0 0 0 0

65 0 132.000 0 0 252.000 1.104.000 0 1.488.000 15.000 0 0 3 45.000

66 0 0 0 360.000 720.000 0 0 1.080.000 0 0 0 0 0

67 0 0 0 360.000 720.000 0 0 1.080.000 20.000 0 0 2 40.000

68 0 0 0 360.000 630.000 0 712.800 1.410.000 0 35.000 0 3 105.000

69 0 0 0 0 252.000 1.104.000 0 1.356.000 0 0 0 0 0

70 0 0 0 0 0 1.380.000 0 1.380.000 0 0 0 0 0

71 66.000 0 0 0 0 1.560.000 396.000 1.926.000 10.000 0 0 3 30.000

72 0 0 0 0 480.000 0 445.500 780.000 0 0 0 0 0

73 0 0 0 0 720.000 0 792.000 1.236.000 0 0 0 0 0

74 0 0 0 0 720.000 0 712.800 1.200.000 8.500 0 0 3 25.500

75 0 0 0 0 360.000 1.620.000 712.800 2.460.000 0 0 0 0 0

76 0 0 0 0 630.000 0 495.000 930.000 15.000 0 0 2 30.000

77 66.000 0 0 0 252.000 1.104.000 0 1.422.000 10.000 0 0 2 20.000

78 0 0 151.200 0 480.000 1.380.000 0 2.011.200 20.000 0 0 1 20.000

79 0 0 0 0 480.000 1.560.000 0 2.040.000 0 35.000 0 1 35.000

80 0 0 0 0 252.000 1.104.000 0 1.356.000 0 0 0 0 0

81 0 0 151.200 0 720.000 0 0 871.200 10.000 0 0 2 20.000


(2)

116

83 0 0 0 360.000 630.000 0 445.500 1.290.000 10.000 0 0 4 40.000

84 0 132.000 0 0 252.000 1.104.000 0 1.488.000 15.000 0 0 3 45.000

85 0 0 0 0 252.000 1.104.000 0 1.356.000 0 0 0 0 0

86 0 132.000 0 0 720.000 0 0 852.000 0 0 0 0 0

87 0 132.000 0 0 720.000 936.000 0 1.788.000 0 0 0 0 0

88 0 0 0 0 630.000 0 495.000 930.000 0 0 0 0 0

89 0 0 0 0 252.000 1.104.000 633.600 1.716.000 0 0 0 0 0

90 0 0 151.200 0 360.000 1.380.000 633.600 2.251.200 0 0 0 0 0

91 0 0 0 0 360.000 1.440.000 0 1.800.000 0 0 0 0 0

92 0 0 0 0 720.000 0 0 720.000 0 0 0 0 0

93 0 0 0 0 480.000 1.380.000 0 1.860.000 0 0 0 0 0

94 0 0 0 360.000 720.000 0 0 1.080.000 0 0 0 0 0

95 0 0 0 0 480.000 0 495.000 780.000 0 0 0 0 0

96 0 132.000 0 0 0 2.160.000 0 2.292.000 0 0 0 0 0

97 0 132.000 0 0 720.000 0 0 720.000 0 0 0 0 0

98 0 0 0 0 360.000 1.440.000 495.000 2.100.000 0 0 0 0 0

99 0 0 0 360.000 720.000 1.380.000 0 2.100.000 0 0 0 0 0

100 0 0 0 0 720.000 1.380.000 0 2.100.000 0 0 0 0 0


(3)

117 Lampiran 7. Hasil Olah Data Regresi Logistik “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Penduduk Untuk Melakukan Tindakan Pencegahan Akibat Pencemaran Air Tanah” dengan Menggunakan Software Minitab 14.0 for Windows

Binary Logistic Regression: ACT versus GRO; INC; EDU; LIV; STA; AWR Response Information

Variable Value Count

ACT 1 96 (Event) 0 4

Total 100

Logistic Regression Table

95% CI Predictor Coef SE Coef Z P Odds Ratio Lower Upper

Constant 21,5418 13839,6 0,00 0,999 GRO

1 20,9768 5266,34 0,00 0,997 1,28863E+09 0,00 *

INC 0,0000017 0,0000008 2,16 0,031 1,01 1,00 1,00

EDU -0,437090 0,288229 -1,52 0,129 0,65 0,37 1,14

LIV -0,0022738 0,0862336 -0,03 0,979 1,00 0,84 1,18

STA

1 -18,7265 13839,6 -0,00 0,999 0,00 0,00 *

AWR

1 3,46487 1,99014 1,74 0,082 31,97 0,65 1580,58

Log-Likelihood = -7,949

Test that all slopes are zero: G = 17,691, DF = 6, P-Value = 0,007

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P Pearson 19,9180 82 1,000 Deviance 13,1253 82 1,000 Hosmer-Lemeshow 1,5147 8 0,992

Measures of Association:

(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)

Pairs Number Percent Summary Measures

Concordant 369 96,1 Somers' D 0,93 Discordant 11 2,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,94 Ties 4 1,0 Kendall's Tau-a 0,07 Total 384 100,0


(4)

114 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Maret 1989 sebagai putri tunggal dari pasangan Bapak Dahnial Young Mart (alm.) dan Ibu Emma Sumarni. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Solok Selatan dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa pada program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah penulis aktif pada berbagai lembaga kemahasiswaan intra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi bendahara Departemen Politik dan Advokasi (Polka) BEM-FEM IPB, ketua klub pecinta ilmu ekonomi sumberdaya pada divisi Student Research and Development (SRD), Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) ESL-FEM IPB, dan menjadi anggota pada paduan suara IPB “Agria Swara”. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan baik sebagai peserta maupun panitia. Penulis juga pernah menerima beasiswa Prestasi dan Peningkatan Akademik (PPA) IPB pada tahun 2008-2011.

Adapun untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat”.


(5)

RINGKASAN

MAEDA NIELLA. Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Air Tanah : Studi Kasus di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT.

Ekstraksi air tanah besar-besaran yang dilakukan baik oleh industri maupun domestik secara kolektif telah menyebabkan penurunan pada muka air tanah akibat semakin keringnya sumber air tanah di Kelurahan Harapan Jaya. Hal ini semakin diperburuk dengan perkembangan pemukiman warga yang cenderung semakin pesat dan tidak teratur, sehingga dapat menyebabkan perembesan zat pencemar yang berasal dari kebocoran saluran pembuangan limbah yang letaknya berdekatan dengan sumber air tanah warga. Berkurangnya jumlah air bersih akibat pencemaran pada sumber air tanah merupakan kerugian bagi penduduk setempat. Penduduk akan melakukan berbagai tindakan pencegahan dalam upaya menghindari kemungkinan dampak negatif dari pencemaran air tanah yang terjadi. Beberapa tindakan pencegahan yang mereka lakukan akan menyebakan korbanan biaya yang harus mereka keluarkan demi memperoleh kualitas dan kuantitas air yang lebih baik.

Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah. Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk, (2) mengestimasi nilai kerugian ekonomi penduduk akibat adanya pencemaran air tanah, dan (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan akibat pencemaran air tanah.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan bahwa Kelurahan Harapan Jaya merupakan wilayah perkotaan yang memiliki pemukiman padat penduduk dan berada di sekitar kawasan industri dimana air tanahnya diduga rawan terjadi pencemaran. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Adapun data-data pendukung yang dibutuhkan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui studi literatur dari instansi-instansi terkait (Kantor Kelurahan Harapan Jaya, BPLH Kota Bekasi, PDAM Tirta Patriot dan Puskesmas Seroja) dan literatur-literatur yang relevan dengan penelitian. Identifikasi mengenai pola dan perilaku penggunaan air bersih oleh penduduk menggunakan metode analisis deskriptif. Estimasi nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran air tanah dihitung dengan menggunakan metode biaya pencegahan (preventive expenditure) dan biaya kesehatan (cost of illness). Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan penduduk dalam melakukan tindakan pencegahan dianalisis menggunakan model regresi logistik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0 for Windows.

Pada umumnya terdapat dua sumber air bersih yang membentuk tiga pola penggunaan air bersih oleh penduduk di Kelurahan Harapan Jaya yakni penduduk yang hanya menggunakan air tanah atau air PDAM saja dan penduduk yang


(6)

iv mengombinasikan penggunaan kedua sumber tersebut untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. Sebagian besar penduduk berada pada klasifikasi rumah tangga yang hanya menggunakan air tanah saja sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan air bersihnya dengan rata-rata volume penggunaan sebesar 10,75 m3 per bulan. Perilaku rumah tangga, baik yang air tanahnya mengalami pencemaran maupun yang tidak mengalami pencemaran, keduanya sama-sama melakukan tindakan pencegahan dengan membeli alat penyaring air (water treatment decives) dan air galon (bottled water) untuk menghindari dampak negatif dari tercemarnya sumber air tanah.

Adapun faktor-faktor yang secara statistik signifikan mempengaruhi keputusan penduduk untuk melakukan tindakan pencegahan adalah tingkat pendapatan dan kekhawatiran penduduk terhadap kondisi air tanah. Nilai kerugian ekonomi terbesar dirasakan oleh klasifikasi rumah tangga responden yang mengombinasikan penggunaan air tanah dan air PDAM sebagai sumber pemenuhan kebutuhan air bersihnya sehari-hari (kelompok 3) yang nilainya mencapai Rp 128.933 per bulan. Nilai kerugian tersebut mengestimasi nilai minimum dari kerusakan sumberdaya air tanah akibat pencemaran yang terjadi di Kelurahan Harapan Jaya.

Kata Kunci: Pola Penggunaan Air Bersih, Pencemaran Air Tanah, Tindakan Pencegahan, Kerugian Ekonomi