Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4
minggu dari waktu tanam MST.
2 Jumlah pelepah daun
Jumlah pelepah daun dihitung adalah yang sudah membuka 75 , dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 minggu dari waktu tanam.
3 Diameter bonggol
Diameter bonggol diukur pada pangkal batang yang membengkak, pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaliper digital.
Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu setelah 4 MST
b. Peubah kadar hara tanaman
1 Kadar hara N total
Kadar hara N total dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-
ovenkan pada suhu 70 C.
2 Kadar hara P
Kadar hara P dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan.
3 Kadar hara K
Kadar hara K dihitung dari sampel masing-masing perlakuan pada tiap ulangan dari jaringan tanaman yang telah dikering-ovenkan.
c. Peubah populasi mikrob tanah
Populasi mikrob tanah ditetapkan di Laboratorium. Contoh tanah komposit diambil dari tiap kantong plastik media tanam perlakuan
dengan hasil tanaman yang dianggap paling mewakili ulangannya. Metode dan medium yang digunakan seperti disajikan pada tabel.
Tabel 3 Metode dan media tumbuh analisa mikrob tanah
Mikrob Tanah Metode
Medium Total Mikrob
Cawan Hitung Nutrient Agar Rao 1982
Azotobacter sp Cawan Hitung
NFM Anas 1989 Mikrob Pelarut Fosfat
Cawan Hitung Pikovskaya Anas 1989
Sebanyak 10 g contoh tanah dimasukan kedalam 90 ml larutan fisiologis 8.5 g NaClliter
akuades, dikocok selama 30 menit sehingga diperoleh pengenceran 10
-1
dan selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10
-7
. Seri pengenceran yang digunakan untuk menghitung populasi mikrob tanah. Untuk
menghitung populasi populasi total mikrob digunakan seri pengenceran 10
-5
dan 10
-6
dan untuk menghitung populasi Azotobacter sp digunakan seri pengenceran 10
-3
dan 10
-4
. Jumlah populasi mikrob tanah dihitung dalam satuan pembentukan koloni gram
-1
tanah bobot kering mutlak BKM atau disingkat SPK g
-1
tanah. Sebanyak 10-15 ml masing-masing media tumbuh mikrob dituangkan kedalam
cawan petri yang sudah berisi 1 ml suspensi contoh, dilakukan 2 ulangan duplo.
Dosis dan komposisi media tumbuh mikrob tanah disajikan pada Lampiran 6. Populasi masing-masing mikrob dihitung setelah 3-5 hari masa inkubasi.
Keseluruhan proses dilakukan secara steril untuk menghindari kontaminasi yang dapat mengganggu parameter yang ditetapkan.
5. Analisa Data
Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan Analysis of Variance ANOVA pada selang kepercayaan 5 . Analisis statistik dilanjutkan
terhadap perlakuan yang berpengaruh nyata dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test DMRT pada taraf nyata 5 Mattjik Sumertajaya 2006.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh efektivitas mikrob penambat N
2
yang terdapat pada pupuk organik hayati dalam meningkatkan keragaan tanaman bibit kelapa
sawit.
4.1.1 Diameter Bonggol
Hasil pengamatan terhadap diameter bonggol pada tanaman bibit kelapa sawit yang diamati setiap 2 minggu dari 4 MST hingga 12 MST terlihat pada
Gambar 1. Diketahui bahwa perlakuan penggunaan pupuk organik hayati penambat N
2
dengan pupuk N dosis 100 B2N3 menunjukkan hasil terbaik, selengkapnya data pengamatan diameter bonggol tanaman sebagai berikut :
Gambar 1 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N
2
terhadap diameter bonggol bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST.
Ditunjukkan pada Gambar 1 terdapat kecenderungan dimana peningkatan pertumbuhan diameter bonggol pada perlakuan pupuk organik B1 relatif sama
dengan perlakuan pupuk organik hayati B2 dan lebih tinggi dibanding pada perlakuan tanpa pupuk organik hayati B0. Peningkatan pertumbuhan diameter
bonggol kedua tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kombinasi pupuk organik
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
B0N0 B0N1 B0N2 B0N3 B0N4 B1N0 B1N1 B1N2 B1N3 B1N4 B2N0 B2N1 B2N2 B2N3 B2N4
4 6
8 10
12
mm
MST
Perlakuan D
ia m
et er
b o
n ggo
l
dengan pupuk N dosis 100 B1N3. Peningkatan pertumbuhan diameter bonggol terendah ditunjukkan perlakuan tanpa pupuk organikhayati tanpa pupuk
N B0N0. Hal ini sejalan dengan pernyataan bawasannya dengan bertambahnya usia bibit kelapa sawit, kebutuhan akan unsur hara semakin meningkat pula.
Menurut Dwidjoseputro 1984 pasokan unsur kalium dan fosfor akan menyebabkan tanaman tidak mudah roboh, diameter batang membesar, pembuluh
xylem dan floem tidak mudah rusak, sehingga memperlancar pengangkutan mineral dan fotosintat. Pengukuran diameter bonggol tanaman dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana perlakuan yang diaplikasikan pada media tanam bibit kelapa sawit dapat mendukung pertumbuhan keragaan tanaman sebelum dipindah
tanam kelapangan karena melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas BPTP, 2006.
4.1.2 Tinggi Tanaman
Data pengamatan tinggi tanaman yang diamati setiap 2 minggu dari 4 MST hingga 12 MST, diketahui bahwa pemberian perlakuan berupa pupuk
nitrogen, pupuk organik dan pupuk organik hayati menunjukkan pengaruh yang nyata Tabel 4. Hal ini mengindikasikan pengaruh aplikasi pupuk organik hayati
penambat N
2
bersama pupuk nitrogen dapat menunjukkan performa keragaan tinggi tanaman yang baik sehingga ada peluang untuk melanjutkan penelitian pada
areal terbukalapangan untuk lebih melihat pengaruh lanjutan dari penggunaan pupuk organik hayati di pembibitan kelapa sawit. Hasil pengamatan laju
pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Pengaruh pupuk organik hayati penambat N
2
terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada 4 - 12 MST.
Berdasarkan Gambar 2, pertumbuhan tinggi tanaman yang terbaik ada pada perlakuan kombinasi pupuk organik hayati dengan pupuk N dosis 100
B2N3, namun hasil yang hampir sama ditunjukkan pula oleh perlakuan pupuk organik dengan pupuk N 75 100 B1N2 B1N3. Hal ini karena efek
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
B0N0B0N1B0N2B0N3B0N4B1N0B1N1B1N2B1N3B1N4B2N0B2N1B2N2B2N3B2N4 4
6 8
10 12
cm
MST
T in
g g
i ta
n a
m a
n
Perlakuan