4.2.5 Kadar Hara Tanaman
Hasil uji statistik terhadap data analisa kadar hara tanaman menunjukkan terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kadar N tanaman dengan
hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pupuk organik dengan dosis batuan fosfat 100 B1P3 dan perlakuan penggunaan pupuk organik hayati dengan dosis SP-
36 75 B2P5. Berdasarkan data tersebut penggunaan batuan fosfat yang diharapkan dapat meningkatkan kadar N tanaman sesuai Tabel 10 belum dapat
terbukti diduga karena sifat pupuk batuan fosfat yang lambat tersedia. Serapan N tanaman yang rendah dipengaruhi oleh nitrogen yang tersedia untuk tanaman,
tanaman memerlukan pasokan nitrogen pada semua tingkat pertumbuhan, terutama pada awal pertumbuhan, sehingga adanya sumber N yang murah akan
sangat membantu mengurangi biaya produksi. Dilain hal diketahui unsur hara N diperlukan untuk menjamin kualitas tanaman yang optimum ditunjukkan oleh
kandungan protein dari tanaman yang berhubungan langsung dengan pasokan N.
Tabel 10 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap kadar hara tanaman pada 22 MST
Perlakuan N
P K
---------------------- --------------------- Pengaruh Tunggal
Tanpa pupuk organikhayati 2.17 a
0.16 a 2.19 a
Pupuk organik 2.33 a
0.17 a 2.30 a
Pupuk organik hayati 2.27 a
0.17 a 2.18 a
Batuan fosfat 2.21 a
0.17 a 2.18 a
SP-36 2.30 a
0.16 a 2.27 a
Pengaruh Kombinasi Batuan fosfat 50
1.99 c 0.16 a
2.36 ab Batuan fosfat 75
1.99 c 0.17 a
1.89 b Batuan fosfat 100
2.23 abc 0.16 a
2.13 ab SP-36 50
2.17 abc 0.17 a
2.14 ab SP-36 75
2.40 ab 0.16 a
2.33 ab SP-36 100
2.27 abc 0.17 a
2.31 ab Pupuk organik + Batuan fosfat 50
2.38 ab 0.16 a
2.33 ab Pupuk organik + Batuan fosfat 75
2.06 bc 0.18 a
2.02 ab Pupuk organik + Batuan fosfat 100
2.45 a 0.17 a
2.25 ab Pupuk organik + SP-36 50
2.38 ab 0.17 a
2.45 a Pupuk organik + SP-36 75
2.28 abc 0.17 a
2.26 ab Pupuk organik + SP-36 100
2.41 ab 0.16 a
2.51 a Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 50
2.25 abc 0.17 a
2.12 ab Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 75
2.25 abc 0.17 a
2.19 ab Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 100
2.30 abc 0.17 a
2.37 a Pupuk organik hayati + SP-36 50
2.19 abc 0.16 a
2.03 ab Pupuk organik hayati + SP-36 75
2.45 a 0.17 a
2.14 ab Pupuk organik hayati + SP-36 100
2.19 abc 0.16 a
2.24 ab
Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.
Masih berdasarkan Tabel 10 hasil uji statistik menunjukkan tidak terjadi perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap kadar P tanaman bibit kelapa
sawit. Hal ini diakibatkan proses fotosintesis tidak berjalan optimal karena kondisi lingkungan yang kurang mendukung sehingga berakibat langsung pada
pertumbuhan tanaman dan nilai kandungan P tanaman. Laju fotosintesis yang menurun mengakibatkan sumber energi berupa ATP untuk mikrob tidak
maksimal. Hal ini diakibatkan sinar matahari selama percobaan tidak optimal menyebabkan proses fotosintesis tanaman bibit kelapa sawit tidak maksimal, sinar
matahari yang tidak optimal tersebut membuat stomata menjadi menutup dan mengurangi transpirasi akibatnya suplai CO
2
berkurang sehingga mengurangi laju fotosintesis Anonim 2008. Berdasarkan Tabel 10 pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap P tanaman diakibatkan asupan P tidak optimal. P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan dan peredarannya ke
seluruh tanaman, P juga berperan dalam pembelahan sel, berperan dalam meneruskan sifat-sifat kebakaan dari generasi ke generasi. Tanpa P proses-proses
tersebut tidak dapat berlangsung. Selain itu, P juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji sehingga P disebut
sebagai kunci untuk kehidupan karena fungsinya yang sangat sentral dalam proses kehidupan Santosa et al. 2007.
Pada hasil uji statistik terhadap kandungan K tanaman bibit kelapa sawit. Nilai terbaik kandungan K tanaman berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan
pupuk organik dengan dosis SP-36 100 B1P6 dan SP-36 dosis 50 B1P4 serta penggunaan pupuk hayati dengan dosis batuan fosfat 100 B2P3. Hasil
analisa statististik terhadap pengaruh tunggal penggunaan pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap kadar hara tanaman menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata. Hal ini diduga karena penggunaan pupuk organik hayati bersama beberapa pupuk sumber fosfat belum dapat menunjukkan hasil yang optimal terhadap
kandungan hara tanaman. Hal lain diduga karena unsur-unsur makro yang diberikan melalui pupuk dasar tidak dapat diserap oleh tanaman misalnya unsur
N. Diketahui sebagian besar pupuk urea CONH
2 2
mempunyai kelarutan tinggi jika diberikan ke dalam tanah. Semua bentuk N di dalam tanah akan
dikonversikan atau dioksidasi menjadi NO
3 -
, selanjutnya menjadi subjek proses denitrifikasi dan pencucian. Penting diketahui bawasannya kehilangan N di dalam
tanah selain terjadi melalui pencucian dan diangkut oleh tanaman, juga dapat terjadi melalui penguapan seperti N
2
, nitrous oksida N
2
O dan NH
3
. Gas ini terbentuk karena reaksi-reaksi dalam tanah dan kegiatan mikrob. Mekanisme
kehilangan N dalam bentuk gas melalui denitrifikasi, reaksi kimia karena temperatur dalam suasana aerobik dan lainnya, serta penguapan gas NH
3
dari pemupukan pada tanah alkalis Armiadi 2007.
4.2.6 Populasi Mikrob Tanah
Pada pengamatan populasi mikrob tanah hasil yang menunjukkan pengaruh yang nyata antar perlakuan ditunjukkan oleh analisa populasi total
mikrob tanah, dimana hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan penggunaan pupuk organik dengan batuan fosfat dosis 75 B1P2. Hal tersebut karena ketersediaan
P organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas mikrob untuk memineralisasikannya. Namun seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa
dengan bagian-bagian anorganik untuk membentuk senyawa yang relatif sukar larut. Enzim fosfatase berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan P-organik.
Enzim ini banyak dihasilkan dari mikrob tanah, terutama yang bersifat heterotrof. Sel-sel mikrob sangat kaya dengan asam nukleat. Jika organisme mati, maka asam
nukleat siap untuk dimineralisasi Alexander 1978.
Hasil analisa statististik terhadap pengaruh tunggal penggunaan pupuk organik hayati pelarut fosfat terhadap populasi total mikrob tanah menunjukkan
hasil yang berbeda nyata dengan hasil terbaik ditunjukkan oleh penggunaan pupuk organik. Telah lama diketahui bahwa bahan organik memiliki efek yang
menguntungkan pada pertumbuhan tanaman yaitu untuk pertambahan nutrisi. Menurut Kumazawa 1984 bahan organik mengandung berbagai jenis nutrisi
tanaman, baik unsur hara makro maupun mikro.
Tabel 11 Pengaruh pupuk organik hayati pelarut fosfat pada tanaman bibit kelapa sawit terhadap populasi mikrob tanah pada 22 MST
Perlakuan Populasi Mikrob Tanah SPK g
-1
Total Mikrob x 10
6
Azotobacter sp x 10
3
MPF x 10
3
Pengaruh Tunggal Tanpa pupuk organikhayati
36.71 ab 0.73 a
0.78 a Pupuk organik
46.64 a 0.01 a
0.59 a Pupuk organik hayati
25.20 b 0.43 a
0.49 a Batuan fosfat
36.57 a 0.56 a
0.40 a SP-36
35.80 a 0.22 a
0.84 a Pengaruh Kombinasi
Batuan fosfat 50 44.68 ab
2.03 a 0.08 a
Batuan fosfat 75 19.78 ab
0.85 a 0.18 a
Batuan fosfat 100 18.47 b
1.35 a 0.35 a
SP-36 50 36.78 ab
0.00 a 0.42 a
SP-36 75 41.61 ab
0.00 a 2.17 a
SP-36 100 58.93 ab
0.17 a 1.50 a
Pupuk organik + Batuan fosfat 50 44.79 ab
0.00 a 0.33 a
Pupuk organik + Batuan fosfat 75 60.47 a
0.00 a 0.83 a
Pupuk organik + Batuan fosfat 100 59.67 a
0.00 a 0.50 a
Pupuk organik + SP-36 50 28.98 ab
0.08 a 0.43 a
Pupuk organik + SP-36 75 44.43 ab
0.00 a 0.61 a
Pupuk organik + SP-36 100 41.50 ab
0.00 a 0.83 a
Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 50 28.63 ab
0.42 a 0.61 a
Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 75 31.93 ab
0.33 a 0.26 a
Pupuk organik hayati + Batuan fosfat 100 20.73 ab
0.08 a 0.43 a
Pupuk organik hayati + SP-36 50 20.03 ab
0.25 a 0.60 a
Pupuk organik hayati + SP-36 75 30.07 ab
0.33 a 0.52 a
Pupuk organik hayati + SP-36 100 19.79 ab
1.17 a 0.53 a
Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf nyata 0.05.
Tabel 11 menunjukkan pada analisa populasi total mikrob hasil ter-rendah ditunjukkan oleh penggunaan batuan fosfat 100 tanpa pupuk organikhayati
B0P1 hal ini dikarenakan rendahnya aktifitas fosfatase oleh mikrob tanah. Diketahui aktifitas fosfatase dalam tanah meningkat tidak hanya dipengaruhi oleh
meningkatnya C-organik, tetapi juga dipengaruhi oleh pH, kelembaban dan temperatur. Dalam kebanyakan tanah total P-organik sangat berkorelasi dengan C-
organik tanah, sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya C- organik. Fosfat anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-organik oleh mikroba
dengan jumlah yang bervariasi antara 25-100 Havlin et al. 1999.
Hasil populasi Azotobacter sp diamati setelah tanaman memasuki umur 22
MST, diketahui hasil terbaik pada analisa populasi Azotobacter sp ini ditunjukkan oleh perlakuan batuan fosfat dosis 50 tanpa penggunaan pupuk organikhayati
B0P1. Sedikitnya populasi Azotobacter sp yang terdeteksi dimungkinkan karena potensi mikrob untuk melarutkan P umumnya didominasi oleh kelompok
Penicillum sp yang mampu melarutkan 24-40 Ca
3
PO
4 2
dan Aspergillus sp mampu melarutkan 18 Chonkar Subba Rao 1967. Hasil penelitian
Maningsih dan Anas 1996 menunjukkan jamur Aspergillus niger dapat meningkatkan kelarutan P larut pada tanah Ultisol sebesar 30.4 dibandingkan
kontrol. Indikasi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan jamur yang mempunyai spektrum lebar dalam melarutkan beberapa bentuk senyawa P yang
ada didalam tanah. Dua faktor yang mempengaruhi populasi Azotobacter sp: asosiasi dan antagonis dengan mikroflora tanah, serta faktor kandungan bahan
organik tanah. Aspergillus fumigaus dan Aspergillus candidus yang diteliti oleh Banik 1982 menunjukkan kemampuan yang jauh melebihi fosfobakterin dalam
melarutkan Ca
3
PO
4 2,
AlPO
4
dan FePO
4
, sedangkan Aspergillus niger yang diteliti oleh Anas et al. 1993 dan Lestari 1994 sangat baik dalam meningkatkan
P larut dari media batuan fosfat, yakni lebih dari 10 kali lipat. Aspergillus ficum yang diteliti oleh Premono et al. 1994 mampu meningkatkan ketersediaan P
pada tanah sebesar 25 , dan mampu melarutkan bentuk-bentuk Ca-P dan Fe-P.
Masih berdasarkan Tabel 11, hasil analisis statistik menunjukan bahwa populasi mikrob pelarut fosfat pada perlakuan penggunaan SP-36 50 tanpa
penggunaan pupuk organikhayati B0P5 yang memperlihatkan hasil tertinggi 2.17 x 10
3
SPK g
-1
walaupun hasil tersebut tidak berbeda nyata. Hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan tersebut diduga disebabkan karena efektifitas
mikrob pelarut fosfat yang tidak hanya memiliki kemampuan dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga memiliki kemampuan dalam
menghasilkan ZPT, terutama pada mikrob yang hidup dipermukaan akar seperti Pseudomonas fluorescens, P.putida dan P.striata. Mikrob pelarut fosfat tersebut
dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat IAA dan asam giberelin GA3, sehingga hal tersebut dimungkinkan mikrob pelarut fosfat
terdeteksi pada berbagai mikro habitat tanaman. Diketahui juga beberapa mikrob pelarut fosfat juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan
kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp dapat mencegah tanaman dari patogen fungi
yang berasal dari tanah dan potensial sebagai agen biokontrol untuk digunakan secara komersial di rumah kaca maupun di lapangan Arshad Frankenberger,
1993. Beberapa mekanisme dalam pelarutan fosfat oleh mikrob pelarut fosfat adalah: 1 produksi asam-asam organik, 2 pemasaman pH medium yang
disebabkan oleh ekskresi H
+
oleh bakteri, 3 enzim fosfatase yang dihasilkan bakteri Illmer Schinner, 1992; Illmer et al. 1995 De freitas et al. 1997.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Mikrob penambat N
2
yang terdapat didalam pupuk organik hayati meningkatkan diameter bonggol dan tinggi tanaman yang nyata pada
pembibitan kelapa sawit.
2. Penggunaan pupuk N dosis 100 bersama pupuk organik hayati
menunjukkan hasil keragaan tanaman terbaik. 3.
Mikrob pelarut fosfat yang terdapat didalam pupuk organik hayati meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah pelepah daun pada pembibitan
kelapa sawit.
4. Penggunaan pupuk SP-36 dosis 100 bersama pupuk organik
menunjukkan hasil diameter bonggol tanaman bibit kelapa sawit terbaik. 5.
Penggunaan pupuk batuan fosfat terhadap diameter dan tinggi tanaman menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingan penggunaan SP-36.
Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang serupa di luar rumah kacaareal lapangan dengan kondisi lingkungan yang relatif heterogen untuk
meminimalisir pengaruh yang disebabkan pengelompokan demplot serta dapat mengoptimalkan pencahayaan sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih J. 1992. Peranan Efisiensi Pengunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Bogor, 24
april 1992. Agung T, Rahayu AT. 2004. Analisis efisiensi serapan N, pertumbuhan dan hasil
beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekaman kekeringan dan pemberian pupuk hayati. Agribisnis. 6 2 : 70-74.
Alexander M. 1978. Introduction to Soil Microbiology. 2
nd
ed. New Delhi IN : Willey Eastern Limited.
Anas I. 1989. Biologi Tanah dalam Praktek. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor.
Anas I, Premono E, Widyastuti R. 1993. Peningkatan efisiensi pemupukan P dengan menggunakan mikroorganisme pelarut P. Pusat Antar Universitas
IPB. Bogor.