ENZIM MANNANASE PROTEIN Fraksinasi Protein Bungkil Kelapa dari Hasil Samping Industri Minyak Kelapa

8 kelapa antara lain mannan, galaktomannan, xilan dan arabinoxilan. Apabila bungkil kelapa ini diolah sedemikian rupa sehingga polimer mannan pecah menjadi monomer mannosa yang lebih sederhana, bungkil kelapa dapat dimafaatkan untuk berbagai hal seperti ingredien pangan, bahan pakan ternak, sebagai media tumbuh, dan media fermentasi Riyadi, 2009. Bungkil kelapa dapat dihasilkan sebanyak 20 - 25 dari total jumlah input dan umumnya dijual dengan harga Rp 500 - Rp 600 per kilogram. Hal ini menyebabkan bungkil kelapa berpotensi untuk dimanfaatkan dan diolah menjadi sumber protein yang memiliki nilai ekonomis Bank Indonesia, 2009. Pemanfaatan protein dari bungkil kelapa akan membantu mempertinggi jumlah protein untuk makanan manusia Bank Indonesia, 2009. Berdasarkan SNI 01-2904-1996Rev.1996, kandungan protein dalam bungkil kelapa cukup tinggi yaitu 18 . Komposisi nutrisi yang terdapat pada bungkil kelapa menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia bungkil kelapa Komposisi Mutu I Mutu II Air 12 12 Protein kasar 18 16 Serat kasar 14 16 Abu 7 9 Lemak 12 15 BETN 37 32

C. ENZIM MANNANASE

Endo- -1,4-mannanase EC 3.2.1.78 merupakan enzim yang penting dalam depolimerisasi mannan yang tidak memiliki cabang, galaktomannan, dan galakto-glukomannan. Enzim ini mengkatalis hidrolisis ikatan -1,4-mannosidik pada rantai utama polimer mannan secara acak. - 1,4-mannanase menghasilkan manno-oligosakarida berantai lurus atau bercabang dengan ukuran yang bervariasi Mudau, 2006. 9 Gambar 3. Spesifitas enzim mannanase Meningkatnya ketertarikan berbagai jenis industri akan aplikasi potensial -1,4-mannanase beberapa tahun terakhir, telah membangkitkan minat untuk melakukan penelitian tentang karakteristik enzim ini. - mannanase yang dihasilkan oleh kapang telah dimurnikan dan dikarakterisasi. Dilaporkan bahwa enzim ini memiliki pH optimum antara asam sampai netral, berberat molekul antara 33 – 80 kD, dan memiliki suhu optimum antara mesofilik sampai termofilik moderat Mudau, 2006. -1,4-Mannanase yang diproduksi secara bioteknologi telah menjadi perhatian dalam aplikasi di industri. Enzim ini banyak diaplikasikan pada pangan, proses pembuatan kopi instan, proses pembuatan kertas dan bubur kayu bersama dengan xilanase, serta pada industri pakan Mudau, 2006.

D. PROTEIN

Protein memainkan peranan penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan ternak. Dalam industri pangan, penggunaan protein sebagai ingredien ditentukan berdasarkan sifat nutrisional, sensorial, dan fungsionalnya. Sifat fungsional protein didefinisikan sebagai karakteristik kimia atau fisik dari protein yang sesuai untuk proses produksi, penyimpanan, pengemasan, dan konsumsi suatu produk pangan, di luar dari fungsi nutrisinya Yada, 2004. Kelarutan protein merupakan salah satu atribut fungsional kritis yang dibutuhkan agar dapat berfungsi sebagai ingredien pangan. Hal tersebut 10 dikarenakan kelarutan memiliki pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat fungsionalnya, seperti pengikat air dan minyak, emulsifikasi, gelasi, viskositas dan pembentuk busa Ragab et al., 2004. Menurut Yada 2004, contoh dari sifat fungsional protein seperti kelarutan, emulsifikasi, gelasi, dan foaming agent, dalam suatu produk pangan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat-sifat fungsional protein yang digunakan dalam pengolahan produk pangan Jenis Produk Pangan Sifat-sifat Fungsional Beverages Kelarutan, warna, kesan berpasir Produk bakeri Emulsifikasi, foaming agent, gelasi Produk susu Gelasi, foaming agent, emulsifikasi Produk telur Foaming agent , gelasi Emulsi daging Emulsifikasi, foaming agent, gelasi, adhesi- kohesi Soups dan gravies Viskositas, emulsifikasi, adsorpsi air Topping Foaming agent , emulsifikasi Whipped dessert Foaming agent , gelasi, emulsifikasi Pemilihan protein sebagai ingredien pangan, untuk meningkatkan kandungan nutrisi, memerlukan sifat-sifat fungsional yang sesuai untuk membuat suatu produk pangan lebih dapat diterima. Sifat-sifat fungsional protein sebagai ingredien pangan bergantung pada seberapa banyak jumlahnya dalam produk pangan Pinciroli et al., 2009. Studi sebelumnya juga menjelaskan bahwa protein memainkan peranan yang penting dalam menentukan sifat-sifat pasta dan tekstur Baxter, et al., 2004. Kelarutan protein, dalam sejarahnya, merupakan kriteria pertama yang digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan protein. Sistem ini digunakan karena, pada awalnya, belum tersedianya informasi mengenai struktur protein. Jenis protein yang umumnya ditemukan dalam tanaman seperti beras, gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan lain sebagainya adalah albumin, globulin, prolamin, dan glutelin Sikorski, 1992. Protein- 11 protein ini, berturut-turut, larut dalam air, larutan garam encer, larutan basa encer, dan campuran alkohol dengan air. Klasifikasi protein tanaman umumnya didasarkan pada kelarutannya dalam air. Pada biji kacang-kacangan dapat ditemukan protein albumin dalam berbagai jenis, seperti enzim, inhibitor protease, inhibitor amilase, dan lektin, yang larut dalam air Pedroche et al., 2005. Globulin merupakan protein simpanan storage protein dan tidak larut dalam air namun larut dalam larutan garam Siu-Mei dan Ching-Yung, 2006. Protein jenis ini banyak ditemukan pada tanaman kacang-kacangan seperti protein kedelai yang tersusun atas 70 globulin Chun et al., 2007. Contoh dari protein jenis ini antara lain miosinogen dalam otot, ovoglobulin dalam kuning telur, amandin dari buah almond, legumin dari kacang- kacangan, serta α, , dan globulin dalam serum darah Sikorski, 1992. Glutelin merupakan protein yang tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asambasa encer. Contoh dari protein ini adalah glutelin dalam gandum dan orizenin dalam beras. Sedangkan prolamin dalam prakteknya tidak larut dalam air maupun etanol absolut, namun dapat larut dalam campuran etanol dengan air etanol 70. Protein ini kaya akan asam amino arginin, glutamat, aspartat, dan prolin, walaupun kandungan lisinnya sangat rendah. Contoh dari protein ini adalah gliadin dalam gandum, hordein dalam barley, dan zein pada jagung Sikorski, 1992. 12 METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat