16 melalui tinjauan pustaka terkait standar Angka Kecukupan Gizi AKG dari
Kementrian Kesehatan 2004. 3.4.2.2 Analisis Pola Konsumsi Pangan Menurut Pola Pangan Harapan
Analisis pola konsumsi pangan dilakukan setelah melakukan teknik wawancara survei konsumsi rumah tangga, yaitu terkait makanan yang disajikan
ibu rumah tangga dalam sehari, serta wawancara terkait pemanfaatan produk pekarangan terhadap pola konsumsi pangan di setiap rumah tangga. Analisis
dilakukan dengan cara mengkalsifikasikan pola konsumsi pangan masing-masing rumah tangga dalam waktu 24 jam dengan metode survei konsumsi rumah tangga.
Untuk memperoleh kepraktisan dan kevalidan data konsumsi pangan dari metode wawancara konsumsi rumah tangga, maka sebaiknya dilakukan minimal dua kali
dengan jarak waktu minimal satu minggu untuk setiap perlakuan Supariasa et al. 2001. Survei ini terbatas hanya pada menu makan yang disajikan di rumah saja,
tanpa memperhitungkan makanan yang di konsumsi setiap anggota keluarga saat di rumah. Hasil survei ini membantu dalam pencatatan pola konsumsi pangan suatu
rumah tangga yang diklasifikasi lanjut ke dalam sembilan klasifikasi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan PPH dari Kementerian Pertanian 2009. Hasil
klasifikasi akan menginformasikan terkait pemenuhan pangan per aspek dari tanaman, ternak serta ikan dari hasil pekarangan.
3.4.2.3 Analisis Perolehan Gizi dan Pemenuhan Pangan dari Tanaman Pekarangan
Hasil analisis pola konsumsi pangan disesuaikan dengan kondisi eksisting pekarangan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pekarangan dalam
mendukung penganekaragaman pangan. Analisis ini juga dapat menginformasikan terkait komposisi gizi dari pola konsumsi rumah tangga, serta zat gizi apa yang
masih kurang dan berpeluang untuk dapat ditunjang dengan pangan dari pekarangan. Untuk mendapatkan nilai gizi yang dikandung pada setiap pangan,
akan dilakukan analisis berdasarkan data Tabel Komposisi Pangan Indonesia Persagi 2009 terkait kandungan energi, karbohidrat, protein, lemak, vitamin A,
vitamin C dan zat besi dari setiap pangan yang dimanfaatkan dari pekarangan. Hasil dari analisis perolehan gizi dengan Tabel Komposisi Pangan Indonesia dapat
dijadikan evaluasi terkait pemanfaatan pekarangan hasil program P2KP yang seharusnya dapat mendukung penganekaragaman pangan.
3.4.3 Penyusunan Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati Pertanian
pada Lanskap Pekarangan
Penyusunan rekomendasi yang dibuat berupa teknik pengelolaan pekarangan untuk konservasi agrobiodiversity, terutama untuk mendukung
penganekaragaman pangan bagi keluarga. Strategi konservasi lanskap pekarangan didahului dengan evaluasi pencapaian P2KP di setiap kabupaten lokasi penelitian,
dan diikuti pembuatan rekomendasi terkait pemanfaatan pekarangan untuk penganekaragaman konsumsi pangan. Strategi konservasi dapat berjalan efektif
melalui kebijakan dan program yang berdasarkan pada hasil analisis terkait aspek ekologi pekarangan, aspek pemanfaatan pangan, aspek pemeliharaan dan juga
aspek perolehan gizi dan pemenuhan pangan dari tanaman pekarangan.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Situasional 4.1.1 Analisis Situasional Kabupaten Bandung
4.1.1.1 Kondisi Umum Desa Kabupaten Bandung terletak pada 107°22 - 108°50 Bujur Timur dan 6°41
- 7°19 Lintang Selatan. Luas kabupaten Bandung adalah sebesar 1 762.39 km
2
. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Bandung 12-30
o
C dengan curah hujan 1 500 – 4 000 mmtahun. Wilayah Kabupaten Bandung didominasi oleh pegunungan atau
daerah perbukitan dengan ketinggian diatas permukaan laut pada rentang 500 m sampai 1 800 m. Kabupaten Bandung dialiri oleh Sungai Citarum yang sangat
membantu kelancaran aktivitas manusia, terutama pelaksanaan kegiatan pertanian. Lahan pertanian di Kabupaten Bandung didominasi oleh sawah yang berterasering.
Hal ini disebabkan kontur tanah yang memiliki ketinggian cukup variatif. Lahan didominasi oleh perkebunan lahan kering, baik di area talun, tegalan, maupun
pekarangan rumah. Lahan pertanian di Kabupaten Bandung cocok untuk ditanami aneka jenis buah dan sayur dataran tinggi. Desa yang dijadikan lokasi pengambilan
sampel pekarangan di Kabupaten Bandung adalah Desa Patrolsari, Desa Girimekar, dan Desa Bojongemas.
Desa Patrolsari terletak di Kecamatan Arjasari dan secara topografi berada pada ketinggian 835 m dari permukaan laut. Akses transportasi menuju Desa
Patrolsari sudah terfasilitasi oleh jalan desa utama, namun hanya dapat dilalui kendaraan beroda empat satu jalur. Dalam kesehariannya, warga Desa Patrolsari
banyak yang menggunakan kendaraan milik sendiri dominan kendaraan bermotor roda dua akibat tidak adanya kendaraan umum yang melintasi desa tersebut. Secara
umum, desa ini masih didominasi areal pertanian Gambar 5. Produk pertanian desa ini adalah Hanjeli, yang ditanam di lahan kepemilikan pribadi, lahan garap,
maupun kebun bibit Kelompok Wanita Tani KWT. Keberadaan desa yang jauh dari perkotaan membuat mereka mengandalkan warung dan tukang sayur untuk
pemenuhan pangan sehari-hari. Pekarangan dimanfaatkan untuk penambahan bahan pangan untuk konsumsi, terutama buah dan bumbu.
Desa Girimekar terletak di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dengan ketinggian 750 mdpl dan luas 510.24 m
2
. Akses transportasi menuju Desa Girimekar cenderung sulit karena lokasinya yang berada di kawasan dengan dataran
Gambar 5 Kondisi umum Desa Patrolsari