46
Lampiran 7 Rekomendasi tanaman di model pekarangan lanjutan
4.6 Evaluasi Pencapaian Target Program Percepatan Penganekaragaman Pangan P2KP
Berdasarkan pedoman pelaksanaan gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan P2KP Kementerian Pertanian 2012, indikator keberhasilan
P2KP terlihat dari empat indikator, yaitu: 1 Meningkatnya jumlah kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang
dan aman; 2 Meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan khas daerah berbasis tepung-tepungan dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan
lokal; 3 Meningkatnya motivasi, partisipasi dan aktivitas masyarakat dan anak usia dini dalam penganekaragaman konsumsi pangan, dan 4 Tumbuhnya Rumah
Pangan Lestari pada kawasan P2KP berbasis sumber daya lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan gerakan P2KP di pekarangan Kabupaten
Bandung, Bogor, dan Cirebon belum ada yang memenuhi empat indikator keberhasilan secara menyeluruh. Namun jika dilakukan perbandingan antara
kabupaten, maka Kabupaten Bogor memiliki hasil pencapaian indikator yang lebih baik dibandingkan dua kabupaten lainnya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
keragaman pangan yang dibudidayakan di pekarangan masing-masing anggota Kelompok Wanita Tani KWT di pekarangan-pekarangan Kabupaten Bogor
dibandingkan dengan pekarangan di dua kabupaten lainnya. Selain itu, hasil analisis konsumsi pangan juga menginformasikan bahwa pemanfaatan pangan pekarangan
untuk konsumsi keluarga yang paling tinggi adalah dari pekarangan anggota KWT di Kabupaten Bogor. Keberhasilan program P2KP di Kabupaten Bogor antara lain
didukung oleh inisiatif para anggota KWT dalam pemanfaatan lahan pekarangan masing-masing, tingkat pengetahuan pertanian para anggota P2KP dan
pendampingan yang intensif dari penyuluh dan pendamping KWT. Kabupaten Cirebon masih terbilang jauh dari pencapaian keberhasilan P2KP
dibandingkan dua kabupaten lainnya. Hal ini dapat dilihat dari keragaman pangan di pekarangan, pemanfaatan pekarangan untuk konsumsi pangan yang rendah, dan
kurangnya intensitas pendampingan yang intensif terkait program P2KP oleh penyuluh kepada para anggota P2KP. Pemanfaatan lahan pekarangan yang tidak
optimal sangat dipengaruhi oleh rendahnya inisiatif para anggota KWT, terutama dalam aspek budidaya tanaman dan ternak di pekarangan. Kondisi iklim yang relatif
kurang menguntungkan seharusnya dapat diatasi dengan penggunaan tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim setempat. Selain itu perlunya penggunaan teknik
penanaman dalam wadah atau penanaman secara vertikal, terutama untuk tanaman- tanaman yang tidak bisa ditanam pada tanah berpasir. Hal lainnya yang menjadi
sebab dari rendahnya pencapaian P2KP di Kabupaten Cirebon adalah kurangnya intensitas pendampingan dari para penyuluh. Sehingga para anggota KWT kurang
merasa diarahkan dan dipantau pemanfaatan dana bantuannya. Sementara itu, pekarangan Kabupaten Bandung memiliki tingkat keragaman sedang, namun masih
belum dimanfaatkan optimal untuk konsumsi pangan. Hal ini dapat dilihat dari angka persentase penggunaan produk pangan pekarangan yang sebagiannya
dimanfaatkan sebagai komoditas untuk dijual, bukan diprioritaskan untuk konsumsi pangan keluarga. Jika ditinjau berdasarkan potensi luasan lahan pekarangan, maka
seharusnya Kabupaten Bandung memiliki tingkat keberhasilan P2KP paling tinggi. Terutama jika ada peningkatan intensitas pendampingan penyuluh dan inisiatif dari
ibu rumah tangga dalam mengelola produksi pangan di pekarangan.
47
4.7 Rekomendasi Pengelolaan Pekarangan untuk Mendukung Penganekaragaman Pangan
Pemanfaatan lahan pekarangan yang dijumpai saat melakukan survei dan wawancara adalah kondisi dimana program P2KP sudah selesai dilaksanakan.
Sehingga, masyarakat masih banyak yang Adapun jika pekarangan akan difokuskan sebagai pendukung penganekaragaman konsumsi pangan keluarga, maka
pekarangan sebaiknya memperhatikan faktor-faktor yang dapat mendukung keberlanjutan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: 1 optimalisasi pemanfaatan
lahan pekarangan sebagai konservasi keanekaragaman hayati pertanian di pekarangan, 2 edukasi kepada ibu rumah tangga untuk mendukung keberlanjutan
manfaat pekarangan sebagai pendukung ketersediaan pangan bagi keluarga, dan 3 pendampingan dari pemerintah yang intensif.
4.7.1 Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pekarangan Sebagai Ruang untuk Konservasi Keanekaragaman Hayati Pertanian
Penganekaragaman pangan di pekarangan dapat optimal apabila diterapkan dengan cara yang tepat, sesuai dengan kondisi iklim, tanah, suhu, serta sesuai
dengan pola pemanfaatan pekarangan yang sudah diterapkan masyarakat. Tabel 34 menginformasikan karakteristik pekarangan secara fisik yang merupakan kompilasi
data hasil survei, wawancara, dan studi pustaka di ketiga kabupaten yang mewakili ketinggian berbeda.
4.7.1.1 Ukuran Pekarangan
Pekarangan sampel didominasi oleh pekarangan berukuran sedang dan sempit, serta tidak ada pekarangan yang berukuran sangat besar. Keterbatasan lahan
pekarangan menyebabkan masyarakat cenderung pesimis dengan pemanfaatan pekarangan yang dapat mendukung peningkatan kualitas gizi keluarga. Namun
fakta menunjukkan bahwa pekarangan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas lahan rata-rata paling sempit daripada dua kabupaten lainnya, ternyata memiliki
nilai keanekaragaman pangan dan juga nilai perolehan gizi tertinggi. Sampel di Kabupaten Bogor telah menunjukkan bahwa pengaruh urbanisasi terhadap luas
lahan pekarangan dapat diantisipasi dengan cara pengelolaan pekarangan yang baik, hal ini salah satunya melalui penganekaragaman sumber pangan di pekarangan.
Namun masyarakat harus tetap tahu bahwa ukuran pekarangan yang semakin besar dapat lebih optimal fungsinya dibandingkan lahan pekarangan yang terbatas.
Penganekaragaman pangan di pekarangan dapat lebih mudah terwujud dengan adanya lahan yang disediakan khusus untuk budidaya tanaman, ternak
maupun ikan di pekarangan. Ukuran pekarangan yang ada saat ini luasannya perlu dipertahankan dan lebih dioptimalkan lagi sebagai area budidaya beraneka ragam
tanaman serta ternak yang sesuai dengan kondisi lingkungannya. Pekarangan dengan lahan luas dapat mengoptimalkan penanaman langsung di tanah, karena
pertumbuhan tanaman yang langsung di tanah dapat tumbuh lebih optimal dengan penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Sedangkan pada pekarangan sempit dapat
disiasati dengan penanaman vertikal vertikultur. Sedangkan untuk Kabupaten Cirebon yang memiliki kondisi iklim yang kurang mendukung pertumbuhan
tanaman bisa menggunakan polybag ataupun pot-pot untuk wadah penanaman