Gliocladium sp. Pupuk Organik

Kascing mengandung zat humat sebesar 13,88 Mulat 2003. Zat humat bersama-sama dengan tanah liat berperan terhadap sejumlah reaksi kimia dalam tanah, terlibat dalam reaksi kompleks baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Secara langsung zat-zat humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap sejumlah proses-proses dalam tubuh tanaman. Secara tidak langsung, zat humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan mengubah kondisi-kondisi fisik, kimia dan biologi tanah Ramdhani 2007. Kandungan kascing L. rubellus meliputi karbon C 20,20, nitrogen N 1,58, fosfor P 70,30 mg100g, kalium K 21,80 mg100g, kalsium Ca 34,99 mg100g, natrium Na 15,40 mgkg, tembaga Cu 1,7 mgkg, seng Zn 33,55 mgkg, manganium Mn 661,50 mgkg, besi Fe 13,50 mgkg, dan boron Bo 34,71 mgkg. Selain itu kascing juga mengandung banyak mikroba dan hormon perangsang pertumbuhan tanaman, yaitu giberelin 2,75, sitokinin 1,05, dan auksin 3,80 Mulat 2003.

2.3 Gliocladium sp.

Gliocladium sp. merupakan mikroorganisme yang berperan penting dalam ekosistem tanah. Secara ekologi, mikroorganisme ini tidak hanya dapat memproteksi patogen tanaman, menghasilkan antibiotik dan bersifat sebagai parasit bagi cendawan lain, tetapi juga dapat berfungsi sebagai stimulasi petumbuhan tanaman Gil et al. 2009. Gliocladium sp. dapat memarasit dan mematikan berbagai cendawan tanah termasuk Phomopsis sehingga aplikasinya ke dalam tanah akan mematikan patogen yang bertahan hidup dalam tanah. Gliocladium sp. merupakan mikroorganisme selulotik yang dapat mempercepat proses dekomposisi Tondok 2006. Cendawan ini dapat ditemui pada tanah hingga kedalaman 80 cm yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Cendawan ini hidup sebagai saprofit maupun parasit pada cendawan lain, mampu mengkoloni batang atau ranting tanaman yang tertimbun tanah, serasah dedaunan, akar, buah, umbi, dan rizosfir tanaman. Gliocladium sp. merupakan cendawan yang bersifat selulotik yang mampu mendekomposisi pektin, amilum, dan bahan-bahan organik lain, sehingga Giocladium sp. dikenal sebagai cendawan pelapuk Ekowati 1992.

2.4 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia antara lain pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos humus berbentuk padat atau cair yang telah mengalami dekomposisi Suriadikarta et al. 2004. Pupuk organik dapat dibuat dari kotoran ternak, sampah, gulma, limbah, lumpur, maupun air Sutanto 2002. Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami Musnamar 2003. Pupuk organik terbentuk karena adanya kerja sama mikroorganisme pengurai dengan cuaca serta perlakuan manusia Musnamar 2003. Kelebihan dari pupuk organik dibandingkan dengan pupuk anorganik yaitu dapat meningkatkan produksi dan sesuai dengan tanah. Pupuk organik juga dapat menggemburkan tanah, memacu pertumbuhan mikroorganisme dalam tanah, serta membantu transportasi unsur hara ke dalam akar tanaman. Kelemahan dari pupuk organik adalah takaran volume yang dibutuhkan lebih banyak daripada takaran volume pupuk anorganik Suwahyono 2011. Pupuk organik terdiri dari dua jenis berdasarkan bentuknya, yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang berbentuk padat dan lazim digunakan petani. Pupuk organik padat digunakan dengan cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah, sedangkan pupuk organik cair umumnya disemprotkan ke daun atau disiramkan ke tanah Musnamar 2003. Ada beberapa jenis pupuk organik yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat, yaitu pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk hayati, pupuk guano, dan pupuk mineral bahan alam Suwahyono 2011.

2.5 Pupuk Kompos