1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Waduk Cirata termasuk dalam 3 kabupaten, yaitu Kabupaten Purwaarta, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bandung. Waduk Cirata yang terletak pada
ketinggian 225 m di atas permukaan laut, mempunyai luas genangan maksimum 6.200 ha dengan kedalaman rata-rata 34,9 m Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008.
Waduk Cirata mempunyai potensi dalam bidang perikanan, perhubungan dan wisata Garno 2005. Kegiatan perikanan Keramba Jaring Apung KJA di Waduk
Cirata lebih menonjol disbanding kegiatan lain yang memanfaatkan potensi sumberdaya
alam setempat.
Perkembangan KJA
yang sangat
pesat menyumbangkan sisa pakan dan hasil metabolisme ikan yang cenderung
meningkatkan unsur hara di dalam perairan sehingga mempercepat eutrofikasi Komarawidjaja 2005. Akumulasi sisa pakan dan buangan hasil metabolisme
yang tinggi akan menurunkan sumberdaya perikanan saat terjadinya upwelling di Waduk Cirata Syafei 2005. Sejak awal tahun-90-an kematian masal ikan di
Waduk Cirata memang mulai terdengar. Pada 1991, 1993 dan 1997 jumlah ikan yang mati di Waduk Cirata masing-masing sebanyak 34,5 ton, 29,2 ton dan 29,3
ton. Jumlah ikan mati pasca terjadinya upwelling pada tahun 2007 mencapai 60 ton Suyono 2008.
Pembangunan sektor perikanan pada satu sisi telah berhasil meningkatkan devisa negara serta menyediakan lapangan kerja, namun pada sisi lain juga telah
menciptakan masalah lingkungan dengan terdapatnya limbah, salah satunya adalah limbah hasil perikanan. Limbah ikan dapat berupa jenis-jenis ikan yang
rusak fisiknya, tidak bernilai ekonomis, sisa-sisa olahan ikan, dan ikan dengan tingkat kesegaran yang tidak layak digunakan sebagai bahan pangan bagi manusia
Setyawan dan Setiyawan 2010. Limbah ikan tersebut masih mengandung nutrien organik yang cukup tinggi. Kandungan nutrien organik yang tinggi ini apabila
berada dalam badan air akan menyebabkan eutrofikasi pada perairan umum, yang kemudian akan menyebabkan kematian organisme yang hidup dalam air tesebut,
pendangkalan, penyuburan ganggang dan bau yang tidak nyaman Ibrahim 2005.
Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi pupuk organik yang mempunyai nilai tambah dengan teknologi aplikatif sehingga
dapat diterapkan secara memuaskan dalam merubah limbah ikan menjadi pupuk organik. Penggunaan pupuk organik tidak akan meninggalkan residu pada hasil
tanaman, sehingga aman bagi kesehatan manusia. Produk yang dihasilkan akan diterima negara-negara yang mensyaratkan batas ambang residu yang sudah
diberlakukan pada produk tertentu Musnamar 2003. Penggunaan pupuk organik atau yang dikenal dengan istilah pertanian
alami back to nature farming dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pupuk anorganik sekaligus untuk mengatasi dampak negatif
yang ditimbulkan akibat penggunaan pupuk anorganik. Pupuk kimia anorganik dapat mencemari dan meracuni tanah. Pupuk ini berbahaya bagi kesehatan
manusia karena mengandung radikal bebas berupa bahan-bahan beracun yang terbawa, serta mengendap ke dalam bahan-bahan makanan Yuwono 2007.
Saat ini ada beberapa jenis pupuk organik sebagai pupuk alam berdasarkan bahan dasarnya, salah satunya yaitu pupuk kompos Musnamar 2003. Kompos
digunakan sebagai proses utama menstabilkan limbah organik pertanian melalui degradasi biodegradable komponen mikroba di bawah kondisi yang terkendali
Zhang et al. 2011. Pupuk kompos dapat meningkatkan struktur fisik tanah. Menurut Yun dan Ro 2009 bahwa kompos telah terbukti memiliki efek positif
pada tanah pertanian dan produksi tanaman. Pembuatan kompos sangat mudah, bahkan tanpa tempat dan peralatan atau
mesin khusus. Secara alami bahan organik akan terurai menjadi kompos, namun dengan membiarkannya begitu saja, proses pengomposannya membutuhkan
waktu yang cukup lama. Oleh karena itu diperlukan aktivator yang berfungsi untuk mempercepat proses pengomposan Sofian 2006. Aktivator yang dapat
digunakan salah satunya adalah Gliocladium sp. Wasito dan Nuryani 2005, menyatakan bahwa Gliocladium sp. mampu menekan pertumbuhan patogen tular
tanah dan mampu berperan sebagai pengurai bahan organik. Pupuk kompos biasanya memiliki kandungan hara yang rendah. Salah satu
bahan dasar yang dapat digunakan sebagai bahan pelengkap unsur hara adalah kascing. Kascing adalah salah satu bahan organik yang dapat digunakan sebagai
media tumbuh yang merupakan hasil dari proses dekomposisi oleh cacing tanah Damayanti et al. 2008. Kascing juga mengandung enzim protease, amylase,
fosfatase, lipase, selulase, dan kitinase yang membantu menguraikan bahan organik Palungkun 2008.
Berdasarkan landasan pemikiran di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
”Pemanfaatan Limbah Perikanan Waduk Cirata sebagai Pupuk Organik dengan Penambahan Kascing dan
Gliocladium sp. ”. Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumber daya yang berharga untuk tujuan perikanan dan pertanian.
1.2 Tujuan