Hasil Penentuan Kadar Ibuprofen Baku dan Nanopartikel dalam Plasma

ibuprofen nanopartikel mencapai 101,05. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa ibuprofen nanopartikel lebih cepat terlarut didalam medium, karena kecilnya ukuran partikel yang didapatkan berdasarkan pengukuran ukuran partikel menggunakan particle size distribution. Menurut Ditjen POM 1995, ibuprofen merupakan zat yang praktis tidak larut dalam air dan termasuk senyawa model Biopharmaceutical Classification System BCS II, dimana memiliki permeabilitas yang tinggi dan memiliki kelarutan yang rendah Dahan dan Amidon, 2009. Kadar yang diperoleh pada cairan usus buatan suasana basa juga memenuhi persyaratan USP XXX 2007 yaitu kadar tidak kurang dari 80 Q dalam waktu 60 menit. Berdasarkan penelitian Jiang, et al., 2005, pengujian disolusi ibuprofen yang di larutkan dalam DEAE dextran Ddex dan diuji dalam berbagai pH 1,0; 5,8 dan 7,4, yang dilakukan hingga 40 jam, didapatkan hasil bahwa kecepatan disolusi pada pH 1,0 sangat rendah. Pada pH 5,8 dan 7,4 terjadi peningkatan kecepatan disolusi di awal pengujian, dan konsentrasi akhir yang didapat setelah 40 jam berturut-turut 60, 80 dan 90. Disimpulkan bahwa pelepasan obat yang tidak sempurna diakibatkan oleh adanya hubungan elektrostatik antara Ddex dan molekul ibuprofen, hingga pada akhirnya konsentrasi ibuprofen lebih rendah dari pada konsentrasi pelepasan yang seharusnya.

4.4 Hasil Penentuan Kadar Ibuprofen Baku dan Nanopartikel dalam Plasma

Penentuan kadar ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel dilakukan dengan menggunakan darah kelinci yang diambil dari vena auricularis telinga kelinci. Pengukuran kadar dalam plasma digunakan alat spektrofotometer Universitas Sumatera Utara ultraviolet UV pada panjang gelombang 264,4. Data rata-rata konsentrasi ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel dalam plasma dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.10. Contoh perhitungan dosis kesetaraan pada kelinci dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6, 7, dan 8. Tabel 4.1 Data rata-rata konsentrasi ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel dalam plasma No Waktu menit Baku Nanopartikel Konsentrasi dalam plasma µgml Konsentrasi dalam plasma µgml 1 15 2,813 ± 1,188 27,322 ± 1,213 2 30 3,077 ± 1,288 28,599 ± 0,877 3 45 4,022 ± 1,638 30,497 ± 0,533 4 75 7,037 ± 2,677 34,067 ± 1,308 5 105 10,155 ± 3,887 38,170 ± 1,120 6 135 16,877 ± 6,443 49,227 ± 0,610 7 195 26,615 ± 10,135 37,866 ± 1,548 8 255 32,532 ± 12,450 30,897 ± 0,792 9 315 43,161 ± 16,361 26,186 ± 0,452 10 435 25,587 ± 9,731 20,386 ± 0,646 11 555 18,797 ± 7,243 16,493 ± 0,719 12 675 11,173 ± 4,310 6,258 ± 0,787 Gambar 4.10 Hasil pengukuran ibuprofen baku dan nanopartikel dalam plasma dengan spektrofotometer UV. Universitas Sumatera Utara Grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi perbedaan antara ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel, dimana pada menit ke-15 terlihat jelas bahwa kadar ibuprofen nanopartikel dalam plasma lebih tinggi dari ibuprofen baku. Hal ini dikarenakan ukuran partikel ibuprofen nanopartikel sangat kecil dibandingkan ibuprofen baku, sehingga kemungkinan terjadi perbedaan kecepatan pelarutan partikel ibuprofen di dalam saluran pencernaan dan meningkatkan jumlah obat yang diabsorbsi ke dalam plasma. Berdasarkan pengujian in vitro, ibuprofen nanopartikel sangat cepat larut dibandingkan ibuprofen baku. Semakin cepat terdisolusi maka semakin cepat pula peningkatan kadar di dalam medium. Begitu pula pada pengujian in vivo, dengan cepatnya pelarutan ibuprofen nanopartikel di dalam saluran pencernaan dapat meningkatkan jumlah konsentrasi dalam plasma dengan waktu yang lebih cepat. Dilihat dari grafik di atas bahwa ibuprofen nanopartikel memiliki kadar maksimum yang lebih tinggi dan waktu untuk mencapai kadar maksimum yang lebih cepat, sedangkan ibuprofen baku membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai kadar maksimum, hal ini dikarenakan lamanya pelarutan ibuprofen baku dengan ukuran mikro di dalam saluran pencernaan. Berdasarkan pengujian in vitro, terlihat bahwa ibuprofen baku dengan ukuran mikro lebih lama terdisolusi dibandingkan ibuprofen nanopartikel dikarenakan besarnya ukuran partikel dan perbedaan luas permukaan ibuprofen baku dibandingkan ibuprofen nanopartikel. Data nilai rata-rata parameter ketersediaan hayati untuk masing-masing ibuprofen dapat dilihat pada Tabel 4.2, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Data rata-rata parameter ketersediaan hayati ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel dalam plasma No Parameter Bioavailabilitas Ibuprofen Baku Ibuprofen Nanopartikel Kesimpulan 1 C maks 43,161 ± 16,361 µgml 49,227 ± 0,610 p 0,05 2 t maks 315 ± 0,00 menit 135 ± 0,00 p 0,05 3 AUC 0- ∞ 14883,791 ± 531,393 menit.µgml 17190,779 ± 141,967 p 0,05 Parameter dalam penentuan ketersediaan hayati untuk data plasma adalah konsentrasi plasma puncak C maks , waktu konsentrasi plasma darah mencapai puncak T maks Hasil rata-rata parameter ketersediaan hayati di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi maksimum C , area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu AUC Gunaratna, 2001; Toutain dan Bousquet-Me´lou, 2004. maks dari ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel tidak berbeda bermakna p 0,05. Nilai C maks menunjukkan bahwa obat cukup untuk diabsorpsi secara sistemik agar menghasilkan efek teraupetik dan juga memberi petunjuk kemungkinan adanya kadar toksik obat dalam tubuh Anderson, et al., 2002. Namun dapat dilihat C maks ibuprofen baku lebih rendah dibandingkan ibuprofen nanopartikel, berturut-turut adalah 43,161 ± 1,373 dan 49,227 ± 0,610 µgml. Hal ini menunjukkan bahwa nilai C maks dari ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel masih dalam rentang terapi ibuprofen yaitu sekitar 10 - 50 µgml dan belum mencapai konsentrasi toksik Potthast, et al., 2005; Holubek, et al., 2007. Perbedaan nilai C maks dapat dilihat pada Gambar 4.11. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.11 Perbedaan nilai C maks µgml terhadap rata-rata ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak t maks ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel berbeda bermakna p 0,05. Perbedaan nilai t maks dapat dilihat pada Gambar 4.12. Dapat dilihat t maks ibuprofen baku lebih lama dibandingkan ibuprofen nanopartikel yaitu berturut-turut 315 ± 0,00 dan 135 ± 0,00 menit. Hal ini berarti ibuprofen baku memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai konsentrasi maksimum dibandingkan dengan ibuprofen nanopartikel. Nilai t maks tergantung pada tetapan laju absorpsi k a dan tetapan laju eliminasi k el . Pada waktu konsentrasi puncak t maks , laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Nilai t maks dapat digunakan untuk memperkirakan laju absorpsi obat dan akan menjadi lebih kecil bila laju absorpsi obat lebih cepat Shargel dan Yu, 1988. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.12 Perbedaan nilai t maks menit terhadap rata-rata ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel Parameter bioavailabilitas lainnya adalah luas daerah di bawah kurva AUC, menggambarkan perkiraan jumlah obat aktif yang berada dalam sirkulasi sistemik. Perbedaan nilai AUC dapat dilihat pada Gambar 4.13. Jika dilihat dari nilai AUC yang diperoleh pada ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel berturut-turut adalah 14883,791 ± 531,393 dan 17190,779 ± 141,967 menit.µgml, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna p 0,05. Pada data ini dapat dilihat bahwa jumlah kadar obat yang diabsorbsi di dalam darah untuk ibuprofen baku lebih kecil dibandingkan dengan ibuprofen nanopartikel, karena area di bawah kurva kadar obat dalam plasma-waktu merupakan suatu ukuran dari jumlah ketersediaan hayati suatu obat Shargel, et al., 2005. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.13 Perbedaan nilai AUC menit.µgml terhadap rata-rata ibuprofen baku dan ibuprofen nanopartikel

4.6 Hubungan konsentrasi ibuprofen dalam plasma terhadap uji efek