terdapat hubungannya yang sangat lemah dan tidak signifikan antara sub variabel stabilitas dengan komitmen organisasi, dengan nilai pValue = 0,223 dan nilai r
0,160. Seharusnya stabilitas dari suatu budaya organisasi harus dijaga dengan baik sehingga mampu menjadi modal dasar untuk pengembangan organisasi pada masa
yang akan datang. Dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik tersebut, maka
diperoleh gambaran majemuk dari budaya suatu organisasi. Gambaran tersebut menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama para anggota mengenai
organisasi, bagaimana urusan diselesaikan, dan cara anggota diharapkan berperilaku.
Semua karakteristik budaya organisasi sebagaimana dikemukakan di atas tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, artinya unsur-unsur tersebut
mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi, baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk
barang Robins, 2003
2.2 Komitmen organisasi
Berdasarkan hasil analisis penelitian untuk variabel komitmen menunjukkan bahwa jenis komitmen yang cenderung dimiliki perawat di RSUD Kabupaten
Aceh Tamiang ialah jenis continuance commitment dan normative commitment. Sementara untuk jenis effective commitment tidak dimiliki oleh perawat. Sebanyak
81,7 responden memiliki kecenderungan berprilaku continuance commitment . Adapun Indikator Continuance commitment yang tinggi yaitu karyawan akan
bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya
Universitas Sumatera Utara
kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi Allen Mayer,1997.
Hal ini berkaitan juga dengan karakteristik responden yang merupakan perawat pelaksana dengan masa kerja dibawah tiga tahun yang menurut penelitian
merupakan masa kerja yang masih baru sehingga dengan masa kerja yang baru tersebut akan berpengaruh pada komitmen perawat itu sendiri. Sesuai dengan teori
yang disampaikan oleh Dyen dan Graham2005 yaitu masa kerja yang lama akan semakin membuat anggotakaryawan komit oleh karena otonomi semakin besar,
serta adanya peluang promosi yang semakin tinggi dan akses mendapatkan pekerjaan semakin sulit karena faktor usia.
Berkaitan dengan hal ini, maka individu yang masih memiliki usia muda dan lama pekerjaan yang baru tersebut belum diharapkan untuk memiliki keinginan
yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi dan masih perlu dilakukan pembinaan dan pelatihan yang diberikan oleh pihak manajemen. Continuance
commitment tidak berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau indikator hasil pekerjaan selanjutnya. Individu
dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah Allen Meyer, 1997.
Berdasarkan beberapa penelitian continuance commitment tidak memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir
atau absen dalam organisasi, komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam
pekerjaan Allen Meyer, 1997. Hal menarik lainnya, semakin besar
Universitas Sumatera Utara
continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini merupakan
suatu kondisi yang buruk. Mayer menjelaskan teori hubungan antara normative commitment dengan
ketidakhadiran seseorang jarang sekali mendapat perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran dalam
suatu penelitian Allen Meyer, 1997, jika prilaku normative commitment terus dibiarkan akan menjadi budaya organisasi begitu juga dengan continuance
commitment. Untuk mencegah perubahan sikap karyawan seperti pada continuance
commitment dan normative commitment maka ada beberapa pilar yang harus diterapkan oleh manajemen yaitu sesuai yang di jelaskan oleh Martin dan Nichols
1991, dalam Soekidjan, 2009, bahwa tiga pilar komitmen yang perlu dibangun adalah: rasa memiliki a sense of belonging, rasa bergairah terhadap
pekerjaannya, kepemilikan terhadap organisasi ownership Rasa memiliki dapat dibangun dengan menumbuhkan rasa yakin anggota
bahwa apa yang dikerjakan berharga, rasa nyaman dalam organisasi, cara mendapat dukungan penuh dari organisasi berupa misi dan nilai-nilai yang jelas
yang berlaku di organisasi. Rasa bergairah terhadap pekerjaan ditimbulkan dengan cara memberi perhatian, memberi delegasi wewenang, serta memberi kesempatan
serta ruang yang cukup bagi anggotakaryawan untuk menggunakan ketrampilan dan keahliannya secara maksimal. Rasa kepemilikan dapat ditimbulkan dengan
melibatkan anggotakaryawan dalam membuat keputusan-keputusan.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Hubungan budaya organisasi dengan komitmen organisasi pada perawat