Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, dan Resolusi 6 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

(1)

APLIKASI DAN EVALUASI CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 m,RESOLUSI 12,5 m, DAN RESOLUSI 6 m UNTUK

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

(Studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli

Utara, dan Kabupaten Samosir)

KHOERUZAMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

RESOLUSI 50 m,RESOLUSI 12,5 m, DAN RESOLUSI 6 m UNTUK

IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

(Studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli

Utara, dan Kabupaten Samosir)

KHOERUZAMAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Penginderaan Jauh ... 3

2.2. Radar (Radio Detecting and Ranging) ... 3

2.3. ALOS PALSAR ... 6

2.4. Resolusi Spasial ... 8

2.5. Klasifikasi Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan dalam Penginderaan Jauh ... 9

2.6. Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan ... 11

III. METODE PENELITIAN ... 12

3.1. Waktu dan Tempat ... 12

3.2. Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software) .. .... 13

3.3. Data ... 13

3.4. Metode Pengolahan Data ... 13

3.4.1. Pra-Pengolahan Citra ... 13

3.4.2. Pengolahan Citra ... 15

3.4.3. Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran ... 17

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 19

4.1. Letak Geografis ... 19

4.2. Iklim dan Cuaca ... 20

4.3. Topografi ... 20

4.4. Sumber Daya Lahan ... 21


(4)

xii

5.2. Analisis Diskriminan ... 25

5.3. Analisis Visual Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m ... 37

5.4. Analisis Akurasi Klasifikasi dan Separabilitas ... 43

5.5. Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dan Citra ALOS PALSAR Resolusi 6 m ... 45

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52


(5)

xiii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Karakteristik Satelit ALOS ... 7 2. Karakteristik Utama PALSAR ... 8 3. Sistem Klasifikasi Pengguna Lahan dan Penutupan Lahan untuk

Digunakan dengan Data Penginderaan Jauh ... 10 4. Kriteria Tingkat Keterpisahan ... 17 5. Tutupan Lahan Hasil Observasi ... 22 6. Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis

Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m ... 31 7. Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis

Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m ... 33 8. Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis

Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 6 m ... 35 9. Pengelompokan Kelas Tutupan Lahan pada Analisis Visual .. ... 37 10. Klasifikasi Tutupan Lahan Berdasarkan Elemen Interpretasi Citra

ALOS PALSAR resolusi 50 m ... 39 11. Nilai Akurasi Pengklasifikasian Tutupan LahanCitra AlOS PALSAR

Resolusi 50 m ... 44 12. Hasil Separabilitas Pengklasifikasi Tutupan LahanCitra ALOS

PALSAR Resolusi 50 m ... 44 13. Overlay Deliniasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dengan


(6)

xiv

No. Halaman

1. Bentuk Pantulan Radar dari Berbagai Macam Permukaan ... ... 5

2. SatelitAdvanced Land Observing Satellite (ALOS) ... 6

3. Prinsip Geometri PALSAR ... 8

4. Peta Lokasi Penelitian ... 12

5. Citra ALOS PALSAR ... 14

6. Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data ... 18

7. Diagram Batang Nilai Digital 16 Kelas Tutupan Lahan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 6 m ... 26

8. Diagram Batang Nilai Digital 16 Kelas Tutupan Lahan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m ... 27

9. Diagram Batang Nilai Digital 16 Kelas Tutupan Lahan pada Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m ... 28


(7)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Nilai Digital Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m ... 56 2. Nilai Digital Citra ALOS PALSAR Resolusi 6 m ... 58 3. Nilai Digital Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m ... 60


(8)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara keseluruhan luasan hutan di Indonesia setiap tahunnya berkurang, sehingga perlu informasi yang akurat dan cepat tentang perubahan penutupan hutan dan lahan sebagai acuan dalam membuat kebijakan. Oleh karena itu pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sangat dibutuhkan. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk rasionalisasi data penggunaan sumber daya lahan mempunyai berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan cara pengumpulan data secara teretris. Pada umumnya teknologi ini memberikan informasi alternatif dan komplemen terhadap informasi hasil pengukuran secara konvensional. Sampai saat ini teknologi penginderaan jauh semakin berkembang dan menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan penggunaan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian, dan tanah dari biosfer.

Indonesia saat ini mulai meningkatkan kemampuan penginderaan jauh dari kegiatan yang bersifat penelitian menuju kegiatan operasional. Penggunaan citra LANDSAT dan SPOT untuk mendukung kegiatan tersebut sudah lama dilakukan, perkembangan pemanfaatan data citra optik hingga saat ini masih menghadapi beberapa keterbatasan seperti penutupan awan, asap, dan kabut. Indonesia yang memiliki iklim tropis, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, ketika musim hujan wilayahnya ditutupi awan, dan ketika musim kemarau wilayahnya ditutupi asap dari kebakaran hutan. Penutupan awan dan asap ini akan mengganggu proses pemantauan penutupan lahan, sehingga data atau informasi yang didapat menjadi berkurang. Keterbatasan pada citra optik dapat diatasi dengan data citra satelit sensor radar (penginderaan jauh sistem aktif) yang memiliki kemampuan beroperasi pada siang dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca.

Pada tanggal 24 Januari 2006, Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) bekerjasama dengan Japan Resources Observation System Organization (JAROS) mengeluarkan sensor The Phased Array type L-band Synthetic Apertur Radar

(PALSAR) yang dipasang pada Advanced Land Observing Satellite (ALOS) yang mampu bekerja pada siang hari dan malam hari tanpa terpengaruh kondisi cuaca. Sensor gelombang mikro aktif ini cocok dengan kondisi Indonesia yang memiliki iklim tropis dan mempunyai dua musim.


(9)

2

Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR yang telah dilakukan diantaranya adalah Bainnaura (2010) menjelaskan bahwa dengan interpretasi visual, citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi HH-HV-HH/HV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak 12 kelas penutupan lahan sedangkan Puminda (2010) dan Radityo (2010) dengan kombinasi yang sama mampu mengidentifikasi sebanyak 8 kelas penutupan lahan. Nurhadiatin (2011) menyimpulkan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dengan kombinasi HH-HV-HH/HV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak 9 kelas penutupan lahan. Oleh karena itu penelitian ini merupakan evaluasi lebih lanjut tentang kemampuan citra ALOS PALSAR dalam mengidentifikasi tutupan lahan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kemampuan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi spasial 12,5 m, dan resolusi spasial 6 m untuk klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi alternatif penutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir, serta sebagai data pelengkap untuk penutupan lahan yang tidak dapat teridentifikasi pada citra optik yang tertutup awan.


(10)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990).

Sistem penginderaan jauh terdiri dari sistem penginderaan jauh pasif dan aktif, Penginderaan jauh yang menggunakan matahari sebagai tenaga alamiah disebut penginderaan jauh sistem pasif, sedangkan yang menggunakan sumber tenaga buatan disebut penginderaan jauh sistem aktif (Weng 2010). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Data penginderaan jauh dapat berupa citra, grafik, dan data numerik (Purwadhi 2001).

Kemajuan teknologi penginderaan jauh dalam perekaman data telah mampu menyediakan data dalam bentuk digital dan mampu mengkonversi citra foto dan peta dasar ataupun peta tematik ke dalam bentuk digital data yang diperoleh itu kemudian dianalisis dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

2.2. Radar(Radio Detecting and Ranging)

Radar (Radio Detecting and Ranging) dikembangkan sebagai suatu cara untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan posisi objek tersebut dengan menggunakan radio. Penginderaan jauh sistem radar merupakan penginderaan jauh sistem aktif, tenaga elektromagnetik yang digunakan di dalam penginderaan jauh dibangkitkan pada sensor. Citra radar merupakan sistem segala cuaca dan secara visual tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, dan asosiasi dapat diterapkan pada interpretasi citra radar (Lo 1995).

Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) menyebutkan bahwa sistem radar mempunyai tiga fungsi:

1. Sensor memancarkan gelombang microwave (radio) ke bidang permukaan tertentu.


(11)

4

2. Sensor menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik oleh permukaan.

3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan (detection, amplitudo) dan perbedaan waktu (ranging, phase) dari pancaran balik gelombang energi.

Side Looking Radar (SLR) atau Side Looking Aperture Radar (SLAR) merupakan sistem pencitraan yang aktif yang mampu menghasilkan jalur citra yang bersinambungan yang menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan dengan jalur terbang. Faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi sinyal sistem radar ada dua, yaitu panjang gelombang dan polarisasi pulsa tenaga yang digunakan. Polarisasi dari sinyal radar merupakan orientasi atau arah dari pancaran atau penerimaan sinyal radar dengan sensor, berupa polarisasi horizontal (H), vertical (V) atau keduanya. Dengan demikian polarisasi dari sinyal radar dapat dikombinasikan menjadi:

HH : memancarkan dan menerima secara horisontal VV : memancarkan dan menerima secara vertikal

HV : memancarkan secara horisontal dan menerima secara vertikal VH : memancarkan secara vertikal dan menerima secara horisontal

Karena berbagai obyek mengubah polarisasi tenaga yang mereka pantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan obyek pada citra yang dihasilkan (Lillesand & Kiefer 1990).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi koefisien backscattering radar adalah kemiringan topografi. Pada daerah datar, penentuan sudut datang radar hanya dipengaruhi oleh sudut depresi radar. Tetapi untuk daerah yang tidak datar, kemiringan topografinya juga harus dipertimbangkan dalam menentukan sudut datang radar. Perubahan sudut datang radar akibat kemiringan topografi akan merubah koefisien backscattering radar. Oleh sebab itu, karakteristik topografi pada daerah yang tidak datar harus diperhitungkan pada tahap koreksi radiometrik citra SAR (Lillesand & Kiefer 1990).

Secara umum Lillesand dan Kiefer (1990) membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut. Efek geometri sensor/obyek relatif atas intensitas sinyal hasil balik radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan.


(12)

Gambar 1 Bentuk Pantulan Radar dari Berbagai Macam Permukaan menurut Lillesand dan Kiefer (1990) (a) baur, (b) sempurna, dan (c) sudut.

Permukaan dengan kekasaran yang pada dasarnya sama atau lebih besar daripada panjang gelombang yang ditransmisikan akan tampak “kasar”. Permukaan yang kasar bertindak sebagai pemantul baur dan memencar tenaga datang ke semua arah (Gambar 4a). Suatu permukaan halus pada umumnya memantulkan sebagian besar tenaga menjauhi sensor, dan mengakibatkan sinyal hasil balik yang rendah (Gambar 4b). Meskipun demikian, orientasi obyek terhadap sensor harus dipikirkan juga karena permukaan halus yang mengarah ke sensor akan menghasilkan sinyal balik yang sangat kuat. Pantulan sudut dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku, misalnya bangunan (Gambar 4c). Permukaan halus yang berdekatan mengakibatkan pantulan ganda yang membuahkan hasil balik yang sangat tinggi. Karena pada umumnya pemantul sudut hanya meliputi daerah sempit maka sering tampak sebagai kilauan cerah pada citra (Lillesand & Kiefer 1990).

JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target-obyeknya. Dari sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR, yaitu:

1. Panjang gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L, dan P) 2. Polarisasi (HH, HV, VV, VH)

3. Sudut pandang dan orientasi 4. Resolusinya


(13)

6

Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR yang berasal dari sistem target, yaitu:

1. Kekasaran, ukuran, dan orientasi obyek termasuk didalamnya biomassa 2. Konstanta dielektrik (antara lain dapat berupa kelembaban atau

kandungan air)

3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya (sudut pandang lokal/local incident angle)

2.3. ALOS PALSAR

ALOS (Advanced Land Observing Satellite) adalah satelit milik Jepang yang merupakan generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. Satelit ALOS (Gambar 2) diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 dengan menggunakan roket H-IIA milik Jepang dari stasiun peluncuran Tanegashima Space Center. Satelit ALOS didesain untuk dapat beroperasi selama 3 sampai 5 tahun. Satelit ALOS dikembangkan untuk memberikan kontribusi bagi dunia penginderaan jauh, terutama bidang pemetaan, pengamatan tutupan lahan regional secara tepat, pemantauan bencana alam, dan pengukuran sumberdaya alam. Karakteristik satelit ALOS disajikan pada Tabel 1.

Sumber: JAXA (2006)


(14)

Tabel 1 Karakteristik Satelit ALOS

Data Keterangan

Waktu peluncuran 24 Januari 2006 pukul10:33 JTS (Japan Standart Time) Alat peluncur Roket H-IIA

Lokasi Pusat Ruang Angkasa Tanegashima Badan Utama: 6,2 m x 3,5 m x 4,0 m Bentuk Solar Array Paddle : 3,1 m x 22,2 m

Antena PALSAR : 8,9 m x 3,1 m

Berat 4.000 kg

Orbit Sun-Synchronous Subrecurrent/Recurrent, periode pengulangan: 46 hari

Altitude Sekitar 700 km Inklinasi Sekitar 98 degrees Periode Sekitar 99 menit

Pengaturan letak Three-axis stabilization (High accuracy attitude control orbit determination function)

Sumber: JAXA (2006)

ALOS dilengkapi dengan tiga instrumen penginderaan jauh yaitu: a. PRISM(Panchromatic Remote-Sensing Instrument for Stereo Mapping)

Sensor ini memancarkan gelombang pankomatrik dengan resolusi spasial 2,5 meter. PRISM memiliki sistem optik yang memungkinkan data dapat direkam pada saat yang bersamaan, yaitu melalui mode observasi dari arah nadir, depan, dan belakang. Dengan kemampuan seperti ini dimungkinkan untuk membangun data tiga dimensi (3D).

b. AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2)

Sensor optik ini dilengkapi dengan kemampuan khusus yang memungkinkan satelit dapat melakukan observasi tidak hanya pada arah tegak lurus lintasan satelit, tetapi juga beroperasi dengan sudut observasi (pointing angle) hingga sebesar ± 44°. Kemampuan itu diharapkan dapat membantu dalam pemantauan kondisi suatu area yang diinginkan. Sensor ini dapat dimanfaatkan dalam penyusunan peta penggunaan lahan atau peta vegetasi dalam penyusunan peta penggunaan lahan terutama menggunakan cahaya tampak (visible) dan infra merah dekat (near infrared).

c. PALSAR (Phased-Array type L-band Synthetic Aperture Radar)

Sensor PALSAR yang dipasang pada satelit ALOS merupakan pengembangan lebih lanjut dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya JERS-1. Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh kondisi cuaca.


(15)

8

Melalui salah satu observasinya, yaitu ScanSAR sensor ini memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas yaitu 250 hingga 350 km. ScanSAR mempunyai kemudi berkas cahaya (yang dapat diatur) pada elevasi (ketinggian) dan didesain untuk memperoleh cakupan yang lebih lebar daripada SAR konvensional. Bentuk dari instrumen PALSAR dan prinsip pengambilan objeknya disajikan pada Gambar 3 dan untuk karakteristik dari PALSAR dapat dilihat pada Tabel 2.

Sumber: JAXA (2006)

Gambar 3 Prinsip Geometri PALSAR Tabel 2 Karakteristik Utama PALSAR

Mode Fine ScanSAR Polarimetric

Frekuensi 1270MHz (L-band)

Lebar Kanal 28/114 MHz

Polarisasi HH/VV/HH+HV HH atau VV HH+HV+VH+VV atau VV+VH

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/ 100 m (multi look) 30 m 20m (4 look)

Lebar Cakupan 70 Km 250 – 350 Km 30 Km Incidence Angle 8-60 derajat 18-43 derajat 8 –30 derajat NE Sigma 0 < - 23 dB (70 Km) < - 25 dB < - 29 dB < -25 dB (60 Km)

Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit Ukuran Antena AZ: 8,9 m x EL: 2,9 m

Sumber: JAXA (2006) 2.4 Resolusi spasial

Resolusisuatu sensor merupakan indikator tentang kemampuan sensor atau kualitas sensor dalam merekam objek, diantaranya resolusi spasial. Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau ukuran yang bisa diukur (Jaya 2010). Satuan terkecil ini pada umumnya berbentuk segi empat


(16)

(biasanya bujur sangkar) dan dikenal sebagai sel-sel grid, elemen matriks, elemen terkecil dari suatu gambar (image) atau piksel. Makin kecil ukuran atau luas permukaan bumi yang dapat direpresentasikan oleh setiap pikselnya, makin tinggi resolusi spasialnya. Demikian pula sebaliknya, makin luas permukaan bumi yang dapat direpresentasikan oleh setiap pikselnya, makin rendah resolusi spasialnya (Prahasta 2005). Resolusi spasial dapat menentukan tingkat ketelitian spasial yang dapat diamati di permukaan bumi, resolusi spasial yang baik dapat meningkatkan variasi dalam menentukan tutupan lahan (Weng 2010).

2.5 Klasifikasi Penutupan dan Penggunaan Lahan dalam Penginderaan Jauh

Lillesand dan Kiefer (1990) menjelaskan bahwa istilah penutupan lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan istilah penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Tutupan lahan merupakan gambaran dari alam dan aktivitas manusia di atas permukaan bumi (Weng 2010).

Menurut Lo (1995) ada tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutupan lahan: (1) struktur fisik yang dibangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang, dan (3) tipe pembangunan. Pada citra penginderaan jauh, informasi penutupan lahan umumnya mudah dikenali, sedangkan informasi penggunaan lahan tidak selalu dapat ditafsir secara tepat pada citra akan tetapi dapat dideduksi dari kenampakan penutupan lahan. Menyadari bahwa ada beberapa informasi yang tidak dapat diperoleh dari data penginderaan jauh, maka sistem USGS mendasarkan kategori yang dapat diinterpretasi dari citra (Lillesand & Kiefer 1990). United States Geological Survey (USGS) menyusun sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan berdasarkan kriteria berikut: (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 % (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dari satu saat penginderaan kesaat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategorisasi harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahannya, (6) sistem klasifikasi harus


(17)

10

dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalam sub-kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, (8) pengelompokan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus dimungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutup lahan pada masa akan datang, dan (10) lahan multi guna harus dapat dikenali bila mungkin. Hasil sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS untuk digunakan dengan data penginderaan jauh ditunjukan pada Tabel 3.

Tabel 3 Sistem Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Penutup Lahan untuk Digunakan dengan Data Penginderaan Jauh

Tingkat I Tingkat II

1. Perkotaan atau lahan 11. Pemukiman

bangunan 12. Perdagangan dan jasa 13. Industri

14. Transportasi, komunikasi dan umum 15. Kompleks industri dan perdagangan 16. Kekotaan campuran atau lahan bangunan 17. Kekotaan atau lahan bangunan lainnya 2. Lahan pertanian 21. Tanaman semusim dan padang rumput

22. Daerah buah-buahan, bibit, dan tanaman hias

23. Tempat penggembalaan terkurung 24.Lahan pertanian lainnya

3. Lahan peternakan 31.Lahan tanaman obat

32.Lahan peternakan semak dan belukar 33.Lahan peternakan campuran

4.Lahan hutan 41.Lahan hutan gugur daun musiman 42.Lahan hutan yang selalu hijau 43.Lahan hutan campuran

5. Air 51.Sungai dan kanal

52.Danau 53.Waduk

54. Teluk dan muara 6. Lahan basah 61.Lahan hutan basah

62.Lahan basah bukan hutan 7.Lahan gundul 71.Dataran garam kering

72.Gisik

73.Daerah berpasir selain gisik 74. Batuan singkapan gundul

75. Tambang terbuka, pertambangan, dan tambang kerikil 76. Daerah peralihan

8. Padang lumut 81. Padang lumut semak dan belukar 82. Padang lumut tanaman obat 83. Padang lumut lahan gundul 84. Padang lumut basah 85. Padang lumut campuran 9. Es atau salju abadi 91. Lapangan salju abadi

92. Glasier Sumber: Lillesand dan Kiefer (1990)


(18)

2.5 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi Tutupan Lahan

Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR telah dilakukan sebelumnya. Pada penelitian Bainnaura (2010) dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Bogor dan Sukabumi mampu mengidentifikasi adanya 12 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, perkebunan teh, pertanian lahan kering, perumahan, sawah, semak belukar, dan tanah terbuka. Puminda (2010) pada Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) mampu mengklasifikasikan obyek dalam 8 kelas, yaitu badan air, hutan tanaman pinus, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah, dan kebun kelapa. Begitu juga penelitian Radityo (2010) menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) resolusi 50 m di Pulau Kalimantan terdapat 8 obyek penutupan lahan yang mampu dibedakan, yaitu: badan air, lahan terbuka, lahan terbangun, belukar rawa, hutan mangrove, pertanian/kebun campuran/semak, perkebunan sawit, dan hutan.

Nurhadiatin (2011) menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m dan resolusi 12,5 m di kabupaten Brebes, Cilacap, Ciamis, dan Banyumas teridentifikasi 9 kelas penutupan lahan yaitu badan air, hutan tanaman sedang-tua, hutan tanaman muda, kebun campuran, perkebunan karet sedang-tua, perkebunan karet muda, sawah bervegetasi, sawah yang diolah/digenangi air, dan pemukiman.

Hendrayanti (2008) dalam penelitiannya menggunakan citra komposit HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Jawa mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas penutupan lahan yaitu: tubuh air, lahan pertanian, hutan atau vegetasi biomassa rendah, dan hutan atau vegetasi biomassa tinggi. Riswanto (2009) menggunakan citra komposit yang sama, yaitu HH-HV-HH resolusi 200 m di Pulau Kalimantan mampu mengidentifikasi obyek ke dalam 4 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang, dan vegetasi rapat.


(19)

BAB III

METODOLOGI

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-November 2010. Lokasi penelitian adalah di sebagian Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB.


(20)

3.2 Perangkat Keras (Hardware) dan Perangkat Lunak (Software)

Hardware dan software yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Erdas Imagine 9.1

2. ArcView GIS 3.2 3. Minitab 14

4. Microsoft Excel 2003 5. Komputer

3.3 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Citra satelit ALOS PALSAR polarisasi HH dan HV resolusi 50 meter dan 6 meter tahun 2009

2. Peta rupa bumi Sumatra Utara Tahun 2006 3. Data observasi lapang

3.4 Metode Pengolahan Data 3.4.1 Pra-Pengolahan Citra

Citra satelit ALOS PALSAR yang digunakan telah terkoreksi secara geometrik sehingga tidak perlu lagi dilakukan koreksi geometrik (rektifikasi). Rektifikasi bertujuan agar citra memiliki koordinat yang sama dengan peta berdatum WGS 84 serta sistem koordinat UTM.

3.4.1.1 Pembuatan Citra Sintetis (Synthetic Band)

Citra ALOS PALSAR yang digunakan hanya memiliki dua polarisasi yang dapat diperlakukan sebagai band (saluran) yaitu HH dan HV. Supaya dapat ditampilkan dalam warna komposit RGB, maka sekurang-kurangnya dibutuhkan citra dengan tiga band, oleh sebab itu dilakukan pembuatan saluran tambahan (synthetic band). Penambahan band sintetis yang memberikan variasi informasi lebih banyak adalah rasio HH-HV-HH/HV (Bainnaura 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Bainnaura (2010) maka band sintesis yang digunakan pada penelitian ini adalah rasio (HH/HV) yang merupakan turunan dari HH dan HV. Selanjutnya band sintetis ini akan digunakan bersama band lainya untuk membentuk warna komposit yang ditampilkan dalam RGB (Red, Green,


(21)

14

Blue), dalam penelitian ini warna komposit yang digunakan adalah kombinasi band HH yang diletakkan pada bidang warna Red, band HV diletakkan pada bidang warna Green, dan band sintesis HH/HV diletakkan pada bidang warna

Blue dari displai citra. Sehingga lebih mudah diinterpretasikan oleh mata manusia serta memberikan informasi yang lebih variatif.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5 Citra ALOS PALSAR (a) band HH, (b) band HV (c) band sintesis HH/HV, dan (d) band kombinasi RGB HH-HV-HH/HV

3.4.1.2 Penghalusan Citra dan Pengubahan Resolusi

Gangguan pada citra umumnya berupa variasi intensitas suatu piksel yang tidak berkorelasi dengan piksel-piksel tetangganya. Secara visual, gangguan mudah dilihat oleh mata karena tampak berbeda dengan piksel tetangganya. Penghalusan citra ini dapat digunakan untuk mengurangi gangguan (noise) pada citra yang timbul pada saat proses pencitraan. Pengubahan resolusi dilakukan untuk memperoleh perbandingan antara citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m sehingga diharapkan mampu meningkatkan kemampuan dalam penafsiran.


(22)

Dalam penelitian ini citra ALOS PALSAR resolusi 6 m diubah resolusinya menjadi 12,5 m sehingga mempunyai tiga tipe resolusi yaitu citra ALOS PALSAR resolusi 6 m, citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m, dan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Untuk penghalusan citra dengan penghilangan speckle

dilakukan menggunakan Frostfilter 15x15 dengan asumsi bahwa mean dan varian dari pixel target (pixel of interest) adalah sama dengan mean dan varian lokal dalam moving window yang dipilih.

3.4.1.3 InterpretasiVisual ( Identifikasi Awal Tutupan Lahan)

Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi objek-objek permukaan bumi yang tampak pada citra, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral, dan temporal. Elemen yang digunakan dalam interpretasi terdiri atas rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.

Interpretasi visual dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal dalam mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas penutupan lahan dan tipe-tipe penutupan lahan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir. Pengetahuan mengenai penutupan lahan ini dibangun melalui data lapangan yang telah dikumpulkan. Data yang dimaksud adalah data berupa foto dan koordinat titik-titik hasil pemeriksaan lapangan yang berasal dari data sekunder Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS.

3.4.2 Pengolahan Citra

3.4.2.1 Identifikasi Obyek di Lapang

Data observasai lapang yang diperoleh dapat memberikan suatu informasi atau gambaran umum tentang tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir. Hal ini dapat memudahkan dalam mengidentifikasi objek di lapang.

3.4.2.2 Analisis Diskriminan

Tujuan utama dari analis diskriminan adalah memisahkan dan mengelompokan obyek-obyek tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir berdasarkan nilai backscatter, persamaan karakteristik, dan ciri fisik di lapang hingga tidak bisa dikelompokan


(23)

16

kembali. Analisis diskriminan ini dilakukan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m.

3.4.2.3 Analisis Citra Secara Visual

Analisis citra visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir yang tampak pada citra, dengan cara melihat elemen pada citra seperti rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs, dan asosiasi.

3.4.2.4 Analisis Akurasi hasil klasifikasi dan Separabilitas

Analisis akurasi hasil pengklasifikasian tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir menggunakan rumus Kappa accuracy yaitu:

dimana:

Xii = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i Xi+ = jumlah piksel dalam kolom ke-i

X+i = jumlah piksel dalam baris ke-i

N = banyaknya piksel dalam contoh

Untuk mengetahui kualitas ketelitian klasifikasi dilakukan analsis keterpisahan (Separabilitas Assesment). Metode yang digunakan adalah

Transformed Divergence (TD) karena metode ini memberikan estimasi terbaik untuk pemisahan kelas dan pengukuran estimasi (Jaya 1997).

Analisis keterpisahan adalah analisis kuantatif yang menunjukan keterpisahaan statistik antar kelas penutupan lahan, apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan. Tingkat keterpisahan dapat dilihat pada Tabel 4.


(24)

Tabel 4 Kriteria Tingkat Keterpisahan

Nilai Transformasi Keterpisahan Keterangan

2000 Sempurna (excellent)

1.900 – < 2.000 Sangat baik (good)

1.700 – < 1.900 Baik (fair)

1.600 – < 1.800 Cukup baik (poor)

< 1.600 Tidak terpisahkan (inseperable)

Sumber: Jaya (2006)

3.4.3 Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran

Analisis peningkatan kemampuan penafsiran dilakukan pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m terhadap citra resolusi 50 m. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana citra resolusi 6 m dan 12,5 m dapat menambah kedetailan obyek-obyek pada citra resolusi 50 m.


(25)

18

Gambar 6 Bagan Alir Pengolahan dan Analisis Data.

Citra ALOS PALSAR Polarisasi HH

Citra ALOS PALSAR Polarisasi HV Citra ALOS PALSAR

Rasio

Stacking

Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m Terkoreksi

HH-HV-Rasio

Interpretasi Visual (Identifikasi awal Tutupan Lahan)

Citra ALOS PALSAR Resolusi 6 m Terkoreksi

HH-HV-Rasio Citra ALOS PALSAR Resolusi

50 m dan 6 m

1. Identifikasi Obyek di Lapangan 2. Analisis Diskriminan

3. Analisis Visual Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m 4. Akurasi Kappa dan Separabilitas

Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran Citra ALOS PALSAR 6 m dan 12,5 m terhadap Citra ALOS

PALSAR Resolusi 50 m

Kelas Tutupan Lahan

Penghalusan Citra dan Pengubahan Resolusi 6 m

menjadi 12,5 m

Observasi Lapang

Peta Rupa Bumi Skala 1: 25.000


(26)

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kabupaten Humbang Hasundutan terletak diantara 20 01’ 25”- 20 28’ 52” Lintang Utara dan 980 10’ 25”- 980 58’ 52” Bujur Timur, dengan luas wilayah 233,533 Ha terdiri dari 10 kecamatan, 117 desa, dengan batas wilayah, yaitu:

1. Sebelah Utaara : Kabupaten Samosir

2. Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara 3. Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah 4. Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Barat

Kabupaten Tapanuli Utara terletak diantara 1° 20’ 35”- 2° 41’ 40” Lintang Utara dan 980 05’ 25”- 990 15’ 55” Bujur Timur, dengan luas wilayah 380,03 ha (perairan/danau toba 66 ha, daratan 379,37 ha) terdiri dari 16 kecamatan, 213 desa, dengan batas wilayah, yaitu:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Toba Samosir 2. Sebelah Timur : Kabupaten Labuhan Batu 3. Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan 4. Sebelah Barat : Kabupaten Humbang Hasundutan

Secara geografis Kabupaten Samosir terletak pada 2° 24‘ 23” - 2° 25‘ 42’ Lintang Utara dan 98° 21‘ 30” - 99° 55‘ 25” Bujur Timur, dengan luas wilayah 243.415 Ha (perairan/danau toba 110.260 ha, daratan 133.155 ha) terdiri dari 8 kecamatan. Secara administratif wilayah Kabupaten Samosir berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun 2. Sebelah Timur : Kabupaten Toba Samosir

3. Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan

4. Sebelah Barat : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.


(27)

20

4.2 Iklim dan Cuaca

Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir memiliki iklim yang sama yaitu iklim tropis. Sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup di bidang pertanian, dan yang menjadi kendala adalah sistem irigasi yang kurang baik sehingga curah hujan menjadi sangat penting dalam bidang pertanian.

Rata-rata curah hujan di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah 216,80 mm per bulan, di Kabupaten Tapanuli Utara rata-rata curah hujan adalah 177,80 mm per bulan, dan di Kabupaten Samosir memiliki rata-rata curah hujan 177,00 mm per bulan.

4.3 Topografi

Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian antara 330-2075 mdpl dengan kontur yang beragam yaitu:

1. Datar (0-2%) : Luas wilayah 11,97 ha 2. Landai (2-15%) : Luas wilayah 45,96 ha 3. Miring (15-40%) : Luas wilayah 99,36 ha 4. Terjal (40-44%) : Luas wilayah 62,11 ha

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian antara 300-1500 mdpl dan memiliki kontur yang beragam yaitu:

1. Datar (0-2%) : Luas wilayah 26,950 ha 2. Landai (2-15%) : Luas wilayah 102,07 ha 3. Miring (15-40%) : Luas wilayah 97,360 ha 4. Terjal (40-44%) : Luas wilayah 168,54 ha

Kabupaten Samosir merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian antara 700-1700 mdpl dan memiliki kontur yang beragam yaitu (Kab Samosir 2010):

1. Datar (0-2%) : Luas wilayah 24,34 ha 2. Landai (2-15%) : Luas wilayah 48,68 ha 3. Miring (15-40%) : Luas wilayah 133,87 ha 4. Terjal (40-44%) : Luas wilayah 36,51 ha


(28)

4.3 Sumber Daya Lahan

Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki lahan yang belum produktif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan darat seluas 44,67 ha. Lahan pertanian yang produktif dan dapat dimanfaatkan seluas 19,32 ha.

Luas lahan produktif di Kabupaten Samosir mencapai 69,79 ha, terdiri dari sawah 7,24 ha, dan lahan kering 62,55 ha. Terbatasnya sarana irigasi, modal, dan tenaga kerja kasar mengakibatkan hanya 14,11 ha lahan kering yang dikelola. Selebihnya merupakan lahan tidur seluas 48,44 ha.

Kabupaten Tapanuli Utara memiliki lahan kering seluas 350,36 ha dan lahan tidur seluas 52,88 ha. Lahan produktif seluas 67,34 ha terdiri dari sawah seluas 50,13 ha dan pertanian lahan kering seluas 17,20 ha.


(29)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan

Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir ditemukan 16 kelas tutupan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tutupan Lahan Hasil Observasi Lapang

No Tutupan Lahan Jumlah Titik di Lapang Foto Lapangan

1. Badan air 1

2. Sawah baru tanam 3

3 Sawah yang diolah atau 7 digenangi air


(30)

Tabel 5 (Lanjutan)

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik di Lapang Foto Lapangan

5. Tanaman kopi 4

6. Pertanian lahan kering 13

7. Semak 2

8. Pemukiman kota 4

9. Pemukiman desa 4


(31)

24

Tabel 5 (Lanjutan)

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik di Lapang Foto Lapangan

11. Hutan alam 12

12. Hutan tanaman Eucalyptus 5 (tahun tanam 2010)

13 Hutan tanaman Eucalyptus 10

(tahun tanam 2009)

14 Hutan tanaman Eucalyptus 10 (tahun tanam 2008)

15 Hutan tanaman Eucalyptus 11 (tahun tanam 2007 )


(32)

Tabel 5 (Lanjutan)

No Jenis Tutupan Lahan Jumlah Titik di Lapang Foto Lapangan

16 Hutan tanaman Eucalyptus 8 (tahun tanam 2006)

5.2 Analisis Diskriminan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m, Resolusi 12,5 m, Resolusi 6 m

Analisis diskriminan merupakan metode interpretasi secara digital. Dasar interpretasi citra secara digital berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan statistik (Purwadhi 2001). Nilai spektral tersebut dapat diperoleh dari nilai digital atau nilai kecerahan (brightness value) dari setiap pixel yang terdapat dalam citra. Nilai digital atau nilai kecerahan (brightness value) berperan penting dalam menganalisis citra secara visual. Citra ALOS PALSAR memiliki nilai kecerahan yang cukup baik karena memiliki resolusi radiometrik yang baik yaitu 16 bit (rentang DN dari 0 sampai 65536), sehingga informasi yang diberikan lebih beragam.

Hasil pengamatan lapang di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir ditemukan 16 kelas tutupan lahan dan memiliki nilai digital yang berbeda antar jenis tutupan lahan. Dari 16 kelas tutupan lahan yang ditemukan menunjukan bahwa nilai digital band HH lebih besar dibandingkan nilai digital band HV pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, 12,5 m, dan 6 m. Gambar 7 menunjukan rata-rata nilai digital band HH dan HV masing-masing tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m. Begitu juga dengan Gambar 8 pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan Gambar 9 pada citra ALOS PALSAR resolusi 6 m.


(33)

26


(34)

Gambar 8 Diagram Batang Nilai digital 16 kelas Tutupan Lahan pada Citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m.


(35)

28


(36)

Pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi 12,5 m, dan resolusi 6 m nilai digital terkecil adalah badan air. Hal tersebut dikarenakan sinyal radar yang mengenai badan air yang jernih dan tenang sebagian besar mengalami pemantulan cermin atau pemantulan sempurna, sehingga sinyal balik yang diterima sensor radar hanya sedikit dan kenampakan citra secara visual akan berwarna gelap. Sinyal radar yang mengenai badan air yang keruh akan mengalami pemantulan baur dikarenakan sinyal yang dikirimkan terhambur oleh partikel yang terdapat di dalamnya. Jumlah dan kerapatan partikel akan mempengaruhi intensitas sinyal balik yang diterima oleh sensor. Semakin rapat partikel pada air, maka semakin besar sinyal balik yang diterima sensor, sehingga nilai digital pada badan air yang keruh lebih besar dan kenampakan citra secara visual lebih cerah dibanding badan air yang jernih dan tenang.

Pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi 12,5 m, dan resolusi 6 m nilai digital terbesar adalah pemukiman kota. Hal tersebut dikarenakan sinyal radar yang mengenai pemukiman kota akan mengalami pemantulan sudut, sinyal yang dikirimkan mengenai permukaan tanah dan dipantulkan ke dinding bangunan sehingga membentuk sudut. Apabila dua buah objek membentuk sudut dan mengarah pada radar, dapat terjadi reflektor sudut dihedral yang kuat kalau permukaan refleksinya tegak lurus dengan arah sensor radar. Kenampakan citra secara visual akan berwarna cerah dan nilai digitalnya menjadi besar.

Semakin besar rasio sinyal balik dengan sinyal yang dipantulkan menjauhi sensor, maka intensitasnya semakin besar sehingga kenampakan citra secara visual akan berwarna cerah. Begitu juga dengan nilai digital semakin rendah nilai digital suatu obyek pada citra maka tampilan warnanya akan gelap dan sebaliknya semakin tinggi nilai digital suatu obyek pada citra maka tampilan warnanya akan semakin cerah, sehingga dapat memisahkan dan mengelompokkan atau mengklasifikasikan jenis tutupan lahan dengan melihat nilai digital band HH dan HV. Hal ini dapat dilakukan dengan metode analisis diskriminan.

Pada proses analisis diskriminan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, 12,5 m, dan 6 m terjadi pengelompokan kelas tutupan lahan yaitu tanaman kopi dan semak dikelompokan menjadi kelas pertanian lahan kering, sawah yang diolah, sawah baru tanam, dan sawah panen dikelompokkan kedalam kelas sawah,


(37)

30

pemukiman kota dan desa dikelompokkan menjadi kelas pemukiman, dan hutan alam dengan hutan tanaman Eucalyptus menjadi kelas vegetasi pohon. Sehingga didapatkan 6 kelas tutupan lahan dari 16 kelas tutupan lahan.

Dengan melihat Tabel 6 analisis diskriminan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m didapatkan 6 kelas dari 104 titik, dengan nilai proportion correct sebesar 0,621 atau 62,1% artinya sebanyak 64 titik pengamatan yang benar dari 104 titik pengamatan, untuk citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m didapatkan 6 kelas dari 104 titik, dengan nilai proportion correct sebesar 0,505 atau 50,5% (Tabel 7), dan citra ALOS PALSAR resolusi 6 m didapatkan 6 kelas dari 104 titik, dengan nilai


(38)

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah yang diolah

3. Sawah panen

4. Sawah baru tanam

5. Semak

6. Tanaman kopi --- 7. Pertanian lahan kering ---

8. Pemukiman kota

9. Pemukiman desa

10. Lahan terbuka 11. Hutan alam

12. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 16. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah yang diolah--- 3. Sawah panen --- 4. Sawah baru tanam ---

5. Semak ---

6. Pertanian lahan kering --- 7. Pemukiman kota

8. Pemukiman desa 9. Lahan terbuka 10. Hutan alam

11. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air 2. Sawah

3. Pertanian lahan kering 4. Pemukiman kota 5. Pemukiman desa 6. Lahan terbuka 7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 9. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2006 Tabel 6 Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR

Resolusi 50 m

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 32

Proportion Correct = 0,320 Regroup ke-1 (15 kelas)

N = 104 N Correct = 30

Proportion Correct = 0,291


(39)

32

No. Tutupan lahan 1. Badan air 2. Sawah

3. Pertanian lahan kering 4. Pemukiman kota --- 5. Pemukiman desa --- 6. Lahan terbuka

7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010-- 9. Hutan tanaman Eucalyptus 2009-- 10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008--- 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007-- 12. Hutan tanaman Eucalyptus

2006--No. Tutupan lahan

1 Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4 Pemukiman

5 Lahan terbuka

6 Hutan alam ---

7 Hutan tanaman Eucalyptus --

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman

5. Lahan terbuka 6. Vegetasi pohon Tabel 6 (Lanjutan)

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 33

Proportion Correct = 0,291

Regroup ke-3 (12 kelas) N = 104

N Correct = 38

Proportion Correct = 0,369

Regroup ke-4 (12 kelas) N = 104

N Correct = 64

Proportion Correct = 0,621


(40)

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah yang diolah

3. Sawah panen

4. Sawah baru tanam

5. Semak

6. Tanaman kopi --- 7. Pertanian lahan kering ---

8. Pemukiman kota

9. Pemukiman desa

10. Lahan terbuka 11. Hutan alam

12. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 16. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah yang diolah --- 3. Sawah panen --- 4. Sawah baru tanam ---

5. Semak ---

6. Pertanian lahan kering ---

7. Pemukiman kota

8. Pemukiman desa

9. Lahan terbuka 10. Hutan alam

11. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman kota

5. Pemukiman desa

6. Lahan terbuka

7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010

9. Hutan tanaman Eucalyptus 2009

10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2006 Tabel 7 Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR

Resolusi 12,5 m

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 23

Proportion Correct = 0,223 Regroup ke-1 (15 kelas)

N = 104 N Correct = 23

Proportion Correct = 0,223

3


(41)

34

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering 4. Pemukiman kota --- 5. Pemukiman desa --- 6. Lahan terbuka

7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010-- 9. Hutan tanaman Eucalyptus 2009-- 10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008-- 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007-- 12. Hutan tanaman Eucalyptus

2006--No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman

5. Lahan terbuka

6. Hutan alam --- 7. Hutan tanaman Eucalyptus ---

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman

5. Lahan terbuka 6. Vegetasi pohon

Tabel 7 (Lanjutan)

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 23

Proportion Correct = 0,329

Regroup ke-3 (12 kelas) N = 104

N Correct = 44

Proportion Correct = 0,427

Regroup ke-4 (12 kelas) N = 104

N Correct = 52

Proportion Correct = 0,505


(42)

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah yang diolah

3. Sawah panen

4. Sawah baru tanamj

5. Semak

6. Tanaman kopi --- 7. Pertanian lahan kering ---

8. Pemukiman kota

9. Pemukiman desa

10. Lahan terbuka 11. Hutan alam

12. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 16. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2 Sawah yang diolah--- 3. Sawah panen --- 4. Sawah baru tanam ---

5. Semak ---

6. Pertanian lahan kering ---

7. Pemukiman kota

8. Pemukiman desa

9. Lahan terbuka

10. Hutan alam

11. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman kota

5. Pemukiman desa

6. Lahan terbuka 7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010

9. Hutan tanaman Ecalyptus 2009

10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 12. Hutan tanaman Eucalyptus 2006 Tabel 8 Proses Pengklasifikasian Tutupan Lahan dengan Metode Analisis Diskriminan pada Citra ALOS PALSAR

Resolusi 6 m.

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-1 (15 kelas) N = 104

N Correct = 25

Proportion Correct = 0,243

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 30

Proportion Correct = 0,329


(43)

36

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering 4. Pemukiman kota --- 5. Pemukiman desa --- 6. Lahan terbuka

7. Hutan alam

8. Hutan tanaman Eucalyptus 2010-

9. Hutan tanaman Eucalyptus 2009-

10. Hutan tanaman Eucalyptus 2008-- 11. Hutan tanaman Eucalyptus 2007- 12. Hutan tanaman Eucalyptus

2006-No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman

5. Lahan terbuka

6. Hutan alam ---

7. Hutan tanaman Eucalyptus --

No. Tutupan lahan 1. Badan air

2. Sawah

3. Pertanian lahan kering

4. Pemukiman

5. Lahan terbuka 6. Vegetasi pohon Tabel 8 (Lanjutan)

Keterangan : = Alur regroup

Regroup ke-2 (12 kelas) N = 104

N Correct = 30

Proportion Correct = 0,329

Regroup ke-3 (12 kelas) N = 104

N Correct = 55

Proportion Correct = 0,534

Regroup ke-4 (12 kelas) N = 104

N Correct = 71

Proportion Correct = 0,689

3


(44)

5.3 Analisis Visual Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

Analisis visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 m di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir dilakukan berdasarkan pengamatan lapang, elemen-elemen interpretasi, dan informasi tambahan (peta jaringan jalan, peta jaringan sungai, informasi ketinggian tempat, serta peta sebaran dan kelas umur hutan tanaman). Informasi tambahan sangat diperlukan dalam penafsiran citra khususnya pada kelas tutupan lahan yang memiliki tampilan yang sama secara visual dan sulit dibedakan.

Kelas tutupan lahan yang dapat dibedakan melalui analisis secara visual terdiri dari 8 kelas tutupan lahan, diantaranya badan air, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah panen, lahan terbuka, hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang-tua, dan hutan alam. Pada analisis secara visual terjadi pengelompokan kelas tutupan lahan. Hal ini terjadi karena ada beberapa kelas tutupan lahan yang memiliki luas areal yang relatif kecil dan memiliki kenampakan visual hampir sama, sehingga pemisahan masing-masing kelas tutupan lahan menjadi sulit. Mengenai pengelompokan kelas tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan penjelasan kelas tutupan lahan dan elemen interpretasinya disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Pengelompokan Kelas Tutupan Lahan pada Analisis Visual

No. Tutupan Lahan No. Tutupan Lahan

1. Badan air 1. Badan air

2. Sawah panen 2. Sawah panen

3. Sawah yang diolah 3. Pertanian lahan kering

4. Sawah baru tanam 4. Pemukiman

5. Semak 5. Lahan terbuka

6. Tanaman kopi 6. Hutan alam

7. Pertanian lahan kering 7. Hutan tanaman Eucalyptus muda

8. Pemukiman kota 8. Hutan tanaman Eucalyptus sedang-

9. Pemukiman desa tua

10. Lahan terbuka 11. Hutan alam

12. Hutan tanaman Eucalyptus 2010 13. Hutan tanaman Eucalyptus 2009 14. Hutan tanaman Eucalyptus 2008 15. Hutan tanaman Eucalyptus 2007 16. Hutan tanaman Eucalyptus 2006

Keterangan = Alur Pengelompokan

Kenampakan secara visual berdasarkan elemen interpretasi pada Tabel 9 memberikan informasi bahwa pada kelas tutupan lahan yang memiliki permukaan yang datar akan memiliki tone yang gelap karena mengalami pemantulan


(45)

38

sempurna yang menyebabkan hamburan balik (backscatter) menjauhi sensor sehingga nilai backscatter menjadi rendah. Hal ini terjadi pada kelas tutupan lahan badan air dan lahan terbuka, tetapi dengan melihat kembali pada Tabel 10 tone pada badan air lebih gelap dibandingkan dengan tone pada lahan terbuka.

Pemukiman dan daerah dengan topografi berat yang menghadap kearah sensor akan memiliki tone yang sangat terang. Hal tersebut diakibatkan oleh pantulan sudut yang dihasilkan dari permukaan halus yang membentuk sudut siku-siku dan pantulan ganda yang terjadi pada beberapa objek dengan permukaan halus saling berdekatan, sehingga nilai backscatter menjadi tinggi.

Hutan tanaman Eucalyptus sedang-tua dan hutan alam didominasi oleh warna hijau dengan tone terang, yang membedakan dari keduanya adalah tekstur. Hutan alam memiliki kerapatan yang tinggi dibandingkan dengan hutan tanaman

Eucalyptus sedang-tua sehingga memiliki tekstur yang halus, sedangkan hutan tanaman Eucalyptus sedang-tua memiliki tekstur yang kasar.

Hutan tanaman Eucalyptus muda didominasi oleh warna ungu yang bercampur dengan hijau, sedangkan pertanian lahan kering dan sawah panen didominasi oleh warna biru keunguan, sehingga sangat sulit dibedakan ketika keduanya berdampingan. Dengan melihat kembali Tabel 10 warna pink pada pertanian lahan kering terlihat jelas dan itu memudahkan dalam menginterpretasi keduanya jika tidak berdampingan karena sawah panen tidak memiliki warna

pink.

Pertanian lahan kering, sawah panen dan hutan tanaman Eucalyptus muda memiliki tone yang sedikit lebih terang dibandingkan badan air dan lahan terbuka. Hal tersebut diakibatkan oleh vegetasi rendah, padat, dan seragam yang menyebabkan hamburan balik (backscatter) yang diterima sensor menjadi rendah, sehingga nilai backscatter menjadi rendah.


(46)

Tabel 10 Klasifikasi Tutupan Lahan Berdasarkan Elemen Interpretasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

No. Tutupan Lahan Deskripsi Elemen Citra Alos PALSAR Foto Lapangan

Interpretasi Resolusi 50 m

1. Badan air Seluruh kenampakan Warna : Biru kehitaman

perairan termasuk laut, Tone : Gelap miliki tone yang lebih gelap

diban-sungai, danau, dan dingkan dengan permukaan air yang

waduk berombak dan memilikitumbuhan air

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus Pola : Tidak teratur Site : -

Asosiasi : -

Skala 1:75000

2. Pertanian Semua aktivitas perta Warna : Biru keunguan lahan kering nian di lahan kering becampur pink,

seperti ladang hijau vegetasi rapat memiliki tone yang

le-Tone : Terang bih terang dibandingkan dengan perta-

nian lahan kering yang bervegetasi kurang rapat

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus Pola : Tidak teratur Site : -

Asosiasi : - Skala 1:75000


(47)

40

Tabel 10 (Lanjutan)

No. Tutupan Lahan Deskripsi Elemen Citra Alos PALSAR Foto Lapangan

Interpretasi Resolusi 50 m

3. Lahan terbuka Kawasan terbuka dengan Warna : Biru, biru keunguan

sedikit atau tanpa vegeta becampur pink atau punyai site datar tampilan war-

si sama sekali hijau, pink nanya biru dengan tone yang

Tone : Gelap lebih gelap dibandingkan

an lahan terbuka yang mempu-

nyai site yang bergelombang

Bentuk : Tidak teratur dan menghadap kearah sensor

Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus Pola : Tidak teratur Site : Datar-bergelombang

Asosiasi : - Skala 1:75000

4. Pemukiman Kawasan Perkotaan Warna : Mosaik pink, kuning,

maupun pedesaan yang hijau dan putih paling terang dibandingkan

berfungsi sebagai Tone : Terang dengan tutupan lahan lainnya

lingkungan tempat ting gal dan bekerja

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus Pola : Tidak teratur

mengelompok Site : Datar-bergelombang

Asosiasi : Aksesibilitas mudah Skala 1:75000


(48)

Tabel 10 (Lanjutan)

No. Tutupan Lahan Deskripsi Elemen Citra Alos PALSAR Foto Lapangan

Interpretasi Resolusi 50 m

5. Sawah panen Pertanian di lahan basah Warna : Biru keunguan bercam-

yang mem punyai pola pur hijau nampakan visual mirip pertani-

pematang dan padi seba Tone : Terang an lahan kering dengan tampilan

gai vegetasi utamanya warna biru keunguan bercampur

hijau sedangkan untuk pertanian

Bentuk : Kotak-lonjong lahan kering tampilan warnanya

Ukuran : Kecil-besar biru keunguan bercampur pink

Tekstur : Halus yang sama-sama didominasi oleh

Pola : Teratur mengelompok warna birukeunguan

Site : Datar-bergelombang Asosiasi : Aksesesibilitas mudah

Skala 1:75000

6. Hutan tanaman Kawasan hutan homo Warna : Ungu bercampur hijau

Eucalyptus (muda) gen yang ditanami po Tone : Terang (muda) memiliki warna ungu

hon Eucalyptus ber bercamp ur hijau dengan tone

umur 1-2 tahun yang terang

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus

Pola : Teratur mengelompok Site : Datar-bergelombang Asosiasi : Aksesesibilitas mudah

Skala 1:75000


(49)

42

Tabel 10 (Lanjutan)

No. Tutupan Lahan Deskripsi Elemen Citra Alos PALSAR Foto Lapangan

Interpretasi Resolusi 50 m

7. Hutan tanaman Kawasan hutan homo Warna : Hijau bercampur

Eucalyptus gen yang ditanami po kuning (sedang-tua) memiliki tekstur yang

(sedang-tua) hon Eucalyptus ber Tone : Terang kasar berupa garis-garis

umur 3-5 tahun

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Kasar

Pola : Teratur mengelompok Site : Datar-bergelombang Asosiasi : Aksesesibilitas mudah

Skala 1:75000

8. Hutan alam Kawasan hutan hetero- Warna : Hijau bercampur

gen yang dominasi kuning visual mirip dengan hutan anaman

oleh vegetasi pohon Tone : Terang Eucalyptus (sedang-tua), yang

em-bedakannya adalah teksturnya ang halus

Bentuk : Tidak teratur Ukuran : Kecil-besar Tekstur : Halus Pola : Tidak teratur Site : Datar-bergelombang Asosiasi : -

Skala 1:75000


(50)

5.4 Analisis Akurasi Klasifikasi dan Separabilitas

Hasil klasifikasi dievaluasi menggunakan matrik kesalahan (confusion matrix) atau matrik kontingensi. Untuk menghitung nilai dari akurasi klasifikasi umumnya menggunakan metode akurasi umum (overall accuracy). Akurasi ini akan menghasilkan pengukuran yang cenderung over estimatae karena dalam proses perhitungannya, akurasi umum hanya melibatkan piksel-piksel yang dikelaskan dengan benar saja, sehingga untuk saat ini disarankan menggunakan

kappa accuracy, karena dalam proses perhitungannya menggunakan seluruh piksel sebagai acuan untuk pengukuran akurasi klasifikasi, sehingga jika dibandingkan dengan akurasi umum, perhitungan akurasi kappa akan lebih akurat. Dengan melihat Tabel 11 citra ALOS PALSAR resolusi 50 m memiliki nilai akurasi umum sebesar 59,15% dan kappa akurasi sebesar 53,48%.

Untuk mengetahui kualitas ketelitian klasifikasi dilakukan analisis keterpisahan (Separabilitas Assesment), apakah suatu kelas layak untuk digabung atau tidak berdasarkan kriteria tingkat keterpisahan yang mempunyai kisaran dari tidak terpisahkan sampai sangat baik keterpisahannya. Berdasarkan hasil separabilitas pengklasifikasian tutupan lahan pada Tabel 12 memberikan informasi bahwa pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m memiliki kelas yang tidak dapat terpisahkan, diantaranya pertanian lahan kering dengan sawah panen, pertanian lahan kering dengan hutan tanaman muda, dan sawah panen dengan hutan tanaman muda. Secara keseluruhan kelas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m memiliki keterpisahan yang baik.


(51)

44

Tabel 11 Nilai Akurasi Pengklasifikasian Tutupan Lahan Citra AlOS PALSAR Resolusi 50 m

Hutan Hutan User’s

No Tutupan lahan Badan air Sawah Pertanian lahan Lahanterbuka Pemukiman tanaman- tanaman - Hutan alam Total accurasy

Panen Kering muda sedang-tua (%)

1. Badan air 7 0 1 1 0 0 0 0 9 77,78

2. Sawah panen 0 5 1 0 2 1 1 0 10 50,00

3. Pertanian lahan kering 0 0 5 2 2 1 0 0 8 50,00

4. Lahan terbuka 1 0 2 6 1 0 0 0 10 60,00

5. Pemukiman 0 0 0 0 4 0 0 0 4 100

6. Hutan tanaman muda 0 0 1 0 0 7 1 1 9 70,00

7. Hutan tanaman sedang-tua 0 1 0 0 0 1 4 3 8 44,44

8. Hutan alam 0 0 0 0 1 0 4 4 8 44,44

Total 8 6 10 9 10 10 10 8 71

Produser accuracy (%) 87,50 83,33 50,00 66,67 40,00 70,00 40,00 50,00 Overall accuracy (%) 59,15

Kappa accuracy (%) 53,48

Tabel 12 Hasil Separabilitas Pengklasifikasi Tutupan lahan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m

Hutan Hutan

No Tutupan Lahan Badan air Pemukiman tanaman- tanaman - Lahan terbuka Sawah Panen Pertanian lahan Hutan alam

muda sedang-tua kering

1 Badan air 0 2000 1999 2000 1940 1999 1993 2000

2. Pemukiman 0 2000 1622 2000 2000 1999 2000

3. Hutan tanamann muda 0 1838 1982 1247 1091 1992

4. Hutan tanaman sedang-tua 0 1999 1799 1610 1699

5. Lahan terbuka 0 1999 1554 2000

6. Sawah panen 0 1854 1600

7. Pertanian lahan kering 0 1999

8. Hutan alam 0


(52)

5.5 Analisis Peningkatan Kemampuan Penafsiran Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dan Resolusi 6 m

Analisis peningkatan kemampuan penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m dilakukan dengan cara meng-overlay-kan hasil dari klasifikasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dengan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m sehingga interpretasi citra akan menjadi lebih detail. Kelas tutupan lahan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m yang dapat dibedakan melalui analisis secara visual terdiri dari 8 kelas tutupan lahan, diantaranya badan air, pemukiman, pertanian lahan kering, sawah panen, lahan terbuka, hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang-tua, dan hutan alam.

Berdasarkan hasil overlay deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m dengan resolusi 50 m (Tabel13) memberikan informasi bahwa deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan 6 m dapat memperjelas deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m pada semua kelas tutupan lahan. Hal tersebut terlihat jelas pada badan air yang berupa sungai.

Pada citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m hutan tanaman

Eucalyptus sedang-tua memiliki tone lebih gelap dan tekstur yang kasar dibanding hutan alam, sedangkan pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m hutan tanaman

Eucalyptus sedang-tua memiliki tekstur yang kasar dibanding hutan alam tetapi memiliki tone yang sama terang. Hal tersebut mempermudah dalam mengidentifikasi tutupan lahan.

Dengan melihat Tabel 13 pada lahan terbuka kemungkinan terjadi penambahan kelas karena kenampakan secara visual berbeda, tone pada lahan terbuka yang ditumbuhi alang-alang atau rumput sedikit lebih terang dibanding lahan terbuka yang tidak ditumbuhi sama sekali.

Berdasarkan analisis peningkatan kemampuan penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m terhadap citra ALOS PALSAR resolusi 50 dapat memberikan penambahan kelas tutupan lahan, dapat memperjelas deliniasi dan mempermudah identifikasi tutupan lahan pada citra.


(53)

46

Tabel 13 Overlay Deliniasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 12,5 m dengan Resolusi 50 m

No. Tutupan lahan Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Keterangan

resolusi 12,5 m dengan resolusi 50 m resolusi 6 m dengan resolusi 50 m

1. Badan air Memperjelas deliniasi

(danau)

2. Badan air Memperjelas deliniasi

(sungai)

3. Sawah yang Memperjelas deliniasi

diolah


(54)

Tabel 13 (Lanjutan)

No. Tutupan lahan Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Keterangan

resolusi 12,5 m dengan resolusi 50 m resolusi 6 m dengan resolusi 50 m

4. Sawah baru Memperjelas deliniasi

tanam

5. Sawah panen Memperjelas deliniasi

6. Semak Memperjelas deliniasi


(55)

48

Tabel 13 (Lanjutan)

No. Tutupan lahan Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Keterangan

resolusi 12,5 m dengan resolusi 50 m resolusi 6 m dengan resolusi 50 m

7. Tanaman kopi Memperjelas deliniasi

8. Pertanian lahan Memperjelas deliniasi

kering

9. Pemukiman desa Memperjelas deliniasi


(56)

Tabel 13 (Lanjutan)

No. Tutupan lahan Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Keterangan

resolusi 12,5 m dengan resolusi 50 m resolusi 6 m dengan resolusi 50 m

10. Pemukiman Memperjelas deliniasi

11. Lahan terbuka Kemungkinan penambahan kelas,

memperjelas deliniasi

12. Hutan Kemungkinan penambahan kelas,

Eucalyptus memperjelas deliniasi

muda


(57)

50

Tabel 13 (Lanjutan)

No. Tutupan lahan Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Overlay deliniasi citra ALOS PALSAR Keterangan

resolusi 12,5 m dengan resolusi 50 m resolusi 6 m dengan resolusi 50 m

13. Hutan Memperjelas deliniasi

Eucalyptus

sedang-tua

14. Hutan Memperjelas deliniasi

alam

Keterangan:

Deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m Deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m Deliniasi citra ALOS PALSAR resolusi 6 m


(58)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Penafsiran pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir dilakukan secara visual dan digital. Hasil penafsiran secara digital pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi 12,5 m, dan resolusi 6 m memperoleh 6 jenis tutupan lahan yaitu badan air, sawah, pertanian lahan kering, pemukiman, lahan terbuka, dan vegetasi pohon dengan proportion correct yang berbeda. Resolusi 50 m memiliki proportion correct sebesar 62,1%, resolusi 12,5 m

proportion correct sebesar 50,5%, resolusi 6 m proportion correct sebesar 68,9%. Hasil analisis visual pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m memperoleh 8 jenis tutupan lahan yaitu badan air, pertanian lahan kering, pemukiman, sawah panen, hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang-tua, hutan alam, dan lahan terbuka. Sedangkan untuk analisis akurasi dan separabilitas pada citra ALOS PALSAR resolusi 50 m memiliki nilai akurasi umum sebesar 59,15% dan kappa akurasi sebesar 53,48%.

Analisis peningkatan kemampuan penafsiran citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m dan resolusi 6 m terhadap citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dapat memberikan penambahan kelas tutupan lahan, memperjelas deliniasi, dan mempermudah identifikasi tutupan lahan pada citra.

6.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 6 m yang telah dikoreksi secara geometrik maupun radiometrik.

2. Diperlikan penelitian lebih lanjut pada tutupan lahan hutan tanaman

eucalyptus berdasarkan umur tanaman dengan menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 6 m.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Bainnaura, A. 2010. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Bogor dan Sukabumi) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB.

Hendrayanti, IN. 2008. Kajian Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah untuk Klasifikasi Tutupan Hutan dan Lahan Skala Regional Pulau Jawa. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan, IPB.

Jaxa. 2006. PALSAR: Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm [25 Juli 2011].

Jaya INS. 2006. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Penginderaan Jarak Jauh. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Jaya, INS. 2010. Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

[JICA, FAHUTAN IPB] Japan International Cooperation Agency, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 2010. Manual Penafsiran Citra ALOS PALSAR untuk Mengenali Penutupan Lahan/Hutan di Indonesia. Jakarta: JICA, Fakultas Kehutanan. IPB.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.

Lo, C.P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang Purbowiseso: Universitas Georgia.

Nurhadiatin, D. 2011. Aplikasi dan Evaluasi Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m untuk Identifikasi Tutupan Lahan (Studi Kasus: Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, dan Kabupaten Ciamis) [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Prahasta, E. 2005. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: CV. Informatik.

Puminda, AE. 2010. Identifikasi Tutupan Lahan dengan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah. [Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.


(60)

Radityo, G. 2010. Kajian Pemanfaatan Citra ALOS PALSAR Resolusi Sedang untuk Klasifikasi Penutupan Lahan di Pulau Kalimantan Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Riswanto, E. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan. [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.


(61)

APLIKASI DAN EVALUASI CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 m,RESOLUSI 12,5 m, DAN RESOLUSI 6 m

UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

(Studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten

Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

KHOERUZAMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(62)

2

APLIKASI DAN EVALUASI CITRA ALOS PALSAR

RESOLUSI 50 m,RESOLUSI 12,5 m, DAN RESOLUSI 6 m

UNTUK IDENTIFIKASI TUTUPAN LAHAN

(Studi kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten

Tapanuli Utara, dan Kabupaten Samosir)

KHOERUZAMAN

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(1)

No Tutupan lahan HH HV 91 hutan tanaman eucalyptus 2007 5618,0877 3130,3831 92 hutan tanaman eucalyptus 2007 6080,5185 3347,5646 93 hutan tanaman eucalyptus 2007 7326,6352 3085,3456 94 hutan tanaman eucalyptus 2007 6147,2323 3482,5446 95 hutan tanaman eucalyptus 2007 5609,9662 2969,5431 96 hutan tanaman eucalyptus 2007 5546,6928 3217,1008 97 hutan tanaman eucalyptus 2006 5821,3904 3174,9840 98 hutan tanaman eucalyptus 2006 5433,2208 2946,6688 99 hutan tanaman eucalyptus 2006 5820,0477 3363,2538 100 hutan tanaman eucalyptus 2006 5835,6708 2963,8015 101 hutan tanaman eucalyptus 2006 5535,0512 3224,7536 102 hutan tanaman eucalyptus 2006 6018,4736 3026,7952 103 hutan tanaman eucalyptus 2006 5817,7456 3068,8832 104 hutan tanaman eucalyptus 2006 5897,2796 3471,1598

Lampiran 2 Tabel nilai digital citra ALOS PALSAR resolusi 6 m

No Tutupan lahan HH HV

1 badan air 4147,0000 1862,0000

2 sawah yang diolah 5477,9375 2341,6250

3 sawah yang diolah 6499,4375 2159,1875

4 sawah yang diolah 6316,1875 2480,9375

5 sawah yang diolah 5910,1250 2750,6875

6 sawah yang diolah 5649,3750 2236,5000

7 sawah yang diolah 5317,5000 1979,7500

8 sawah yang diolah 5909,3125 1943,5000

9 sawah panen 6853,6875 3114,7500

10 sawah panen 6674,0625 3389,8125

11 sawah panen 5879,0000 2868,9375

12 sawah panen 6312,0625 2393,9375

13 sawah baru tanam 6017,0625 2465,0000

14 sawah baru tanam 5676,4000 2606,1500

15 sawah baru tanam 6627,0625 2123,5625

16 semak 5381,5000 2120,9375

17 semak 5420,5000 2467,0625

18 tanaman kopi 5015,5000 2433,3750

19 tanaman kopi 5400,5500 2646,6500

20 tanaman kopi 5584,8750 2437,2500

21 tanaman kopi 5525,0500 2367,4500

22 pertanian lahan kering 5725,2500 2030,3125

23 pertanian lahan kering 5271,8750 2317,7500

24 pertanian lahan kering 5722,4375 2311,6875

25 pertanian lahan kering 5034,9375 1996,1250

26 pertanian lahan kering 4988,6875 2058,8750


(2)

No Tutupan lahan HH HV

28 pertanian lahan kering 5637,7500 3320,0625

29 pertanian lahan kering 6844,7000 3038,3000

30 pertanian lahan kering 8547,7500 2981,9375

31 pertanian lahan kering 5982,5625 2555,7500

32 pertanian lahan kering 5175,5625 2288,7500

33 pertanian lahan kering 7098,8125 2207,1875

34 pertanian lahan kering 7244,5000 2758,7500

35 pemukiman kota 8979,0000 4045,2500

36 pemukiman kota 13159,2500 2989,9375

37 pemukiman kota 17219,1250 3019,4375

38 pemukiman kota 19886,1250 4916,9375

39 pemukiman desa 6752,8750 2127,1875

40 pemukiman desa 5003,7500 2947,4375

41 pemukiman desa 7210,1250 3521,1875

42 pemukiman desa 6133,3125 2961,6875

43 lahan terbuka 5102,3125 1855,1250

44 lahan terbuka 3914,1875 1339,0625

45 lahan terbuka 3414,0625 1357,1250

46 lahan terbuka 4449,2500 1934,6875

47 lahan terbuka 9026,4375 3849,0000

48 lahan terbuka 6456,3750 3375,1250

49 hutan alam 6073,0625 2973,4375

50 hutan alam 7074,6875 3967,6875

51 hutan alam 6983,4375 4007,0000

52 hutan alam 6879,1250 3874,1250

53 hutan alam 6701,1875 3764,6875

54 hutan alam 7015,6250 3956,8125

55 hutan alam 7674,1250 4744,6250

56 hutan alam 6100,0625 3468,1875

57 hutan alam 6746,3750 3724,6875

58 hutan alam 5603,3125 2527,3750

59 hutan alam 5895,6250 3221,0625

60 hutan alam 6238,0625 3126,1875

61 hutan tanaman eucalyptus 2010 6594,8750 3762,5000 62 hutan tanaman eucalyptus 2010 6414,8125 3575,6875 63 hutan tanaman eucalyptus 2010 6496,1250 3769,7500 64 hutan tanaman eucalyptus 2010 6517,0000 3577,3750 65 hutan tanaman eucalyptus 2010 6185,0000 3438,8125 66 hutan tanaman eucalyptus 2009 7039,5000 3355,6250 67 hutan tanaman eucalyptus 2009 6591,0000 2871,6250 68 hutan tanaman eucalyptus 2009 8160,2500 3422,3125 69 hutan tanaman eucalyptus 2009 7260,0625 3003,1250 70 hutan tanaman eucalyptus 2009 6925,5000 2937,0625


(3)

No Tutupan lahan HH HV 71 hutan tanaman eucalyptus 2009 6525,8125 3407,0625 72 hutan tanaman eucalyptus 2009 6307,4375 3574,6250 73 hutan tanaman eucalyptus 2009 6475,0000 2943,8125 74 hutan tanaman eucalyptus 2009 6515,0625 2531,6250 75 hutan tanaman eucalyptus 2009 6541,0625 2814,5625 76 hutan tanaman eucalyptus 2008 7008,4375 3275,5625 77 hutan tanaman eucalyptus 2008 6793,0625 2970,3125 78 hutan tanaman eucalyptus 2008 7046,5000 3294,4375 79 hutan tanaman eucalyptus 2008 7119,0000 3305,2500 80 hutan tanaman eucalyptus 2008 6466,7500 3511,8125 81 hutan tanaman eucalyptus 2008 6672,7500 3646,3750 82 hutan tanaman eucalyptus 2008 6577,1875 2985,8750 83 hutan tanaman eucalyptus 2008 6154,8500 3045,4000 84 hutan tanaman eucalyptus 2008 6610,0625 3956,3125 85 hutan tanaman eucalyptus 2008 7691,5000 4001,3750 86 hutan tanaman eucalyptus 2007 6320,0000 3868,5000 87 hutan tanaman eucalyptus 2007 6673,3125 3243,3125 88 hutan tanaman eucalyptus 2007 6303,4375 3748,6250 89 hutan tanaman eucalyptus 2007 6063,2500 3580,1250 90 hutan tanaman eucalyptus 2007 6987,6875 3913,1250 91 hutan tanaman eucalyptus 2007 7046,4375 3492,5000 92 hutan tanaman eucalyptus 2007 7365,0000 4012,8750 93 hutan tanaman eucalyptus 2007 6877,9375 3905,5000 94 hutan tanaman eucalyptus 2007 6831,5000 3981,7500 95 hutan tanaman eucalyptus 2007 6439,7500 3734,7500 96 hutan tanaman eucalyptus 2007 6435,0625 3602,5000 97 hutan tanaman eucalyptus 2006 6575,1875 3458,6875 98 hutan tanaman eucalyptus 2006 6190,6250 3470,6250 99 hutan tanaman eucalyptus 2006 6314,9375 3760,5000 100 hutan tanaman eucalyptus 2006 6685,9375 3645,8125 101 hutan tanaman eucalyptus 2006 6051,6500 3530,9000 102 hutan tanaman eucalyptus 2006 6275,6875 3445,8750 103 hutan tanaman eucalyptus 2006 6558,3125 3595,0000 104 hutan tanaman eucalyptus 2006 6168,9375 3767,3125

Lampiran 3 Tabel nilai digital citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 m

No Tutupan lahan HH HV

1 badan air 3514,0625 2076,0000

2 sawah yang diolah 2488,0000 1130,0000

3 sawah yang diolah 3584, 6875 1299,0000

4 sawah yang diolah 3118,0000 1229, 8125

5 sawah yang diolah 4416,3125 1600,0000

6 sawah yang diolah 2949,0000 1266,0000

7 sawah yang diolah 3002,0000 1424,0000


(4)

No Tutupan lahan HH HV

9 sawah panen 6502,0000 4475,0000

10 sawah panen 4415,0000 1836,0000

11 sawah panen 4529,0000 3023,0000

12 sawah panen 13327,3125 1635,0000

13 sawah baru tanam 3363,0000 1875,0000

14 sawah baru tanam 0,0000 0,0000

15 sawah baru tanam 8119,0000 1399,0000

16 semak 5786,0000 1694,0000

17 semak 4107,0000 1606,0000

18 tanaman kopi 8997,0000 2591,0000

19 tanaman kopi 9099,0000 2293,3125

20 tanaman kopi 3378,0000 1978,0000

21 tanaman kopi 6124,0000 2197,0000

22 pertanian lahan kering 9718,0000 3319,0000

23 pertanian lahan kering 1826, 3125 1344,0000

24 pertanian lahan kering 4056,0000 1683,0000

25 pertanian lahan kering 5031,0000 1575,0000

26 pertanian lahan kering 3229,0000 1033,0000

27 pertanian lahan kering 3840,0000 1462,0000

28 pertanian lahan kering 4753,0000 2944,0000

29 pertanian lahan kering 5061,8750 1769,0000

30 pertanian lahan kering 3704,0000 2580,0000

31 pertanian lahan kering 3780,0000 3019,0000

32 pertanian lahan kering 8581,0000 2839,0000

33 pertanian lahan kering 5528,0000 2626,0000

34 pertanian lahan kering 6984,0000 1630,0000

35 pemukiman kota 2847,0000 1114,0000

36 pemukiman kota 14179,0000 1740,0000

37 pemukiman kota 35005,0000 4053,3125

38 pemukiman kota 8998,0000 2472,0000

39 pemukiman desa 3603,0000 1446,0000

40 pemukiman desa 5129,0000 2334,0000

41 pemukiman desa 5152,0000 3189,0000

42 pemukiman desa 3266,0000 1453,0000

43 lahan terbuka 20923125 535,0000

44 lahan terbuka 2314,0000 1589,0000

45 lahan terbuka 2356,0000 789,0000

46 lahan terbuka 4284,0000 1668,0000

47 lahan terbuka 4904,0000 1332,0000

48 lahan terbuka 0,0000 0,0000

49 hutan alam 3532,0000 1234,8750

50 hutan alam 2753,0000 2379,0000

51 hutan alam 3376,0000 3099,0000


(5)

No Tutupan lahan HH HV

53 hutan alam 3151,0000 1997,0000

54 hutan alam 7079,0000 2283,0000

55 hutan alam 3225,0000 3539,0000

56 hutan alam 5539,0000 2500,0000

57 hutan alam 2637,0000 1812,0000

58 hutan alam 4081,0000 978,0000

59 hutan alam 6395,0000 2816,0000

60 hutan alam 7525,0000 1589,0000

61 hutan tanaman eucalyptus 2010 2703,0000 2207,0000 62 hutan tanaman eucalyptus 2010 5886,0000 2789,0000 63 hutan tanaman eucalyptus 2010 5155,0000 4278,0000 64 hutan tanaman eucalyptus 2010 3999,0000 3130,0000 65 hutan tanaman eucalyptus 2010 10622,0000 2125,0000 66 hutan tanaman eucalyptus 2009 4274,0000 3439,0000 67 hutan tanaman eucalyptus 2009 7139,0000 3222,0000 68 hutan tanaman eucalyptus 2009 6091,0000 2127,0000 69 hutan tanaman eucalyptus 2009 8452,0000 3889,0000 70 hutan tanaman eucalyptus 2009 7953,0000 4085,0000 71 hutan tanaman eucalyptus 2009 5157,0000 2971,0000 72 hutan tanaman eucalyptus 2009 5667,0000 3660,0000 73 hutan tanaman eucalyptus 2009 6279,0000 2608,0000 74 hutan tanaman eucalyptus 2009 9264,0000 2062,0000 75 hutan tanaman eucalyptus 2009 5553,0000 1645,0000 76 hutan tanaman eucalyptus 2008 5070,0000 2982,0000 77 hutan tanaman eucalyptus 2008 5682,0000 3126,0000 78 hutan tanaman eucalyptus 2008 8540,0000 4978,0000 79 hutan tanaman eucalyptus 2008 8387,0000 1648,0000 80 hutan tanaman eucalyptus 2008 4786,0000 3368,0000 81 hutan tanaman eucalyptus 2008 6304,0000 2737,0000 82 hutan tanaman eucalyptus 2008 5957,0000 3687,0000 83 hutan tanaman eucalyptus 2008 6746,0000 1717,0000 84 hutan tanaman eucalyptus 2008 4264,0000 3751,0000 85 hutan tanaman eucalyptus 2008 7456,0000 3263,0000 86 hutan tanaman eucalyptus 2007 6530,0000 2569,0000 87 hutan tanaman eucalyptus 2007 5151,0000 3428,0000 88 hutan tanaman eucalyptus 2007 3633,0000 2627,0000 89 hutan tanaman eucalyptus 2007 6691,0000 3060,0000 90 hutan tanaman eucalyptus 2007 3768,0000 3446,0000 91 hutan tanaman eucalyptus 2007 6464,0000 2364,0000 92 hutan tanaman eucalyptus 2007 7932,0000 2686,0000 93 hutan tanaman eucalyptus 2007 10345,0000 2572,0000 94 hutan tanaman eucalyptus 2007 8036,0000 3552,0000 95 hutan tanaman eucalyptus 2007 4602,0000 2732,0000 96 hutan tanaman eucalyptus 2007 10214,0000 4130,0000 97 hutan tanaman eucalyptus 2006 4461,0000 2078,0000 98 hutan tanaman eucalyptus 2006 7878,0000 3325,0000 99 hutan tanaman eucalyptus 2006 11832,0000 1664,0000


(6)

No Tutupan lahan HH HV

100 hutan tanaman eucalyptus 2006 2391,0000 2547,0000 101 hutan tanaman eucalyptus 2006 4072,0000 2507,0000 102 hutan tanaman eucalyptus 2006 5165,0000 5277,0000 103 hutan tanaman eucalyptus 2006 7029,0000 3403,0000 104 hutan tanaman eucalyptus 2006 5353,0000 2722,0000


Dokumen yang terkait

Pendugaan biomassa atas permukaan pada tegakan pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) menggunakan citra alos palsar resolusi spasial 50 M dan 12,5 M (studi kasus di KPH Banyumas Barat)

0 3 69

Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi Rendah Studi Kasus Di Pulau Kalimantan

0 22 94

Evaluasi penafsiran citra alos palsar resolusi 12,5 m slope corrected dan 50 meter dengan menggunakan metode manual dan digital dalam identifikasi penutupan lahan (studi kasus di Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi)

3 16 93

Aplikasi dan evaluasi citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m untuk identifikasi tutupan lahan: studi kasus di Kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas dan Ciamis

2 15 87

Perbandingan penafsiran visual antara Citra Alos Palsar Resolusi 50 m dengan Citra Landsat Resolusi 30 m dalam mengidentifikasi penutupan lahan (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur)

0 5 180

Evaluasi manual penafsiran visual citra alos palsar dalam mengidentifikasi penutupan lahan menggunakan citra alos palsar resolusi 50 M

3 12 72

Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

0 2 136

Pendugaan biomassa tegakan jati menggunakan citra ALOS PALSAR resolusi 12,5 M dan 50 M dengan peubah backscatter, umur, dan tinggi pohon (Kasus KPH Kebonharjo PERUM PERHUTANI UNIT I Jawa Tengah

0 2 128

Klasifikasi dan Detektsi Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 Meter di Wilayah Barat Provinsi Jambi.

0 9 70

Model Penduga Biomassa Hutan Alam Lahan Kering Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 M di Areal Kerja PT. Trisetia Intiga

0 5 165