Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR yang telah dilakukan diantaranya adalah Bainnaura 2010 menjelaskan
bahwa dengan interpretasi visual, citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi HH- HV-HHHV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak 12 kelas
penutupan lahan sedangkan Puminda 2010 dan Radityo 2010 dengan kombinasi yang sama mampu mengidentifikasi sebanyak 8 kelas penutupan lahan. Nurhadiatin
2011 menyimpulkan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dengan kombinasi HH-HV-HHHV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak
9 kelas penutupan lahan. Oleh karena itu penelitian ini merupakan evaluasi lebih lanjut tentang kemampuan citra ALOS PALSAR dalam mengidentifikasi tutupan
lahan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kemampuan citra ALOS PALSAR resolusi 50 m, resolusi
spasial 12,5 m, dan resolusi spasial 6 m untuk klasifikasi tutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten
Samosir.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi alternatif penutupan lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan
Kabupaten Samosir, serta sebagai data pelengkap untuk penutupan lahan yang tidak dapat teridentifikasi pada citra optik yang tertutup awan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji Lillesand Kiefer 1990.
Sistem penginderaan jauh terdiri dari sistem penginderaan jauh pasif dan aktif, Penginderaan jauh yang menggunakan matahari sebagai tenaga alamiah
disebut penginderaan jauh sistem pasif, sedangkan yang menggunakan sumber tenaga buatan disebut penginderaan jauh sistem aktif Weng 2010. Pengumpulan
data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Data penginderaan jauh dapat berupa citra,
grafik, dan data numerik Purwadhi 2001. Kemajuan teknologi penginderaan jauh dalam perekaman data telah mampu
menyediakan data dalam bentuk digital dan mampu mengkonversi citra foto dan peta dasar ataupun peta tematik ke dalam bentuk digital data yang diperoleh itu
kemudian dianalisis dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
2.2. Radar Radio Detecting and Ranging
Radar Radio Detecting and Ranging dikembangkan sebagai suatu cara
untuk mendeteksi adanya objek dan menentukan posisi objek tersebut dengan menggunakan radio. Penginderaan jauh sistem radar merupakan penginderaan
jauh sistem aktif, tenaga elektromagnetik yang digunakan di dalam penginderaan jauh dibangkitkan pada sensor. Citra radar merupakan sistem segala cuaca dan
secara visual tampak mirip dengan foto udara dan karakteristik citra umumnya seperti rona, tekstur, pola, bentuk, dan asosiasi dapat diterapkan pada interpretasi
citra radar Lo 1995. Japan International Cooperation Agency JICA dan Fakultas Kehutanan
IPB 2010 menyebutkan bahwa sistem radar mempunyai tiga fungsi: 1. Sensor memancarkan gelombang microwave radio ke bidang
permukaan tertentu.
2. Sensor menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik oleh permukaan.
3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan detection, amplitudo dan perbedaan waktu ranging, phase dari pancaran balik gelombang energi.
Side Looking Radar SLR atau Side Looking Aperture Radar SLAR merupakan sistem pencitraan yang aktif yang mampu menghasilkan jalur citra
yang bersinambungan yang menggambarkan daerah medan luas serta berdekatan dengan jalur terbang. Faktor utama yang mempengaruhi sifat khas transmisi
sinyal sistem radar ada dua, yaitu panjang gelombang dan polarisasi pulsa tenaga yang digunakan. Polarisasi dari sinyal radar merupakan orientasi atau arah dari
pancaran atau penerimaan sinyal radar dengan sensor, berupa polarisasi horizontal H, vertical V atau keduanya. Dengan demikian polarisasi dari sinyal radar
dapat dikombinasikan menjadi: HH : memancarkan dan menerima secara horisontal
VV : memancarkan dan menerima secara vertikal HV : memancarkan secara horisontal dan menerima secara vertikal
VH : memancarkan secara vertikal dan menerima secara horisontal Karena berbagai obyek mengubah polarisasi tenaga yang mereka
pantulkan dalam berbagai tingkatan maka bentuk polarisasi sinyal mempengaruhi kenampakan obyek pada citra yang dihasilkan Lillesand Kiefer 1990.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi koefisien backscattering radar adalah kemiringan topografi. Pada daerah datar, penentuan sudut datang radar
hanya dipengaruhi oleh sudut depresi radar. Tetapi untuk daerah yang tidak datar, kemiringan topografinya juga harus dipertimbangkan dalam menentukan sudut
datang radar. Perubahan sudut datang radar akibat kemiringan topografi akan merubah koefisien backscattering radar. Oleh sebab itu, karakteristik topografi
pada daerah yang tidak datar harus diperhitungkan pada tahap koreksi radiometrik citra SAR Lillesand Kiefer 1990.
Secara umum Lillesand dan Kiefer 1990 membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut.
Efek geometri sensorobyek relatif atas intensitas sinyal hasil balik radar terpadu dengan efek kekasaran permukaan.
Gambar 1 Bentuk Pantulan Radar dari Berbagai Macam Permukaan menurut Lillesand dan Kiefer 1990 a baur, b sempurna, dan c sudut.
Permukaan dengan kekasaran yang pada dasarnya sama atau lebih besar daripada panjang gelombang yang ditransmisikan akan tampak “kasar”.
Permukaan yang kasar bertindak sebagai pemantul baur dan memencar tenaga datang ke semua arah Gambar 4a. Suatu permukaan halus pada umumnya
memantulkan sebagian besar tenaga menjauhi sensor, dan mengakibatkan sinyal hasil balik yang rendah Gambar 4b. Meskipun demikian, orientasi obyek
terhadap sensor harus dipikirkan juga karena permukaan halus yang mengarah ke sensor akan menghasilkan sinyal balik yang sangat kuat. Pantulan sudut
dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku, misalnya bangunan Gambar 4c. Permukaan halus yang berdekatan mengakibatkan pantulan ganda
yang membuahkan hasil balik yang sangat tinggi. Karena pada umumnya pemantul sudut hanya meliputi daerah sempit maka sering tampak sebagai kilauan
cerah pada citra Lillesand Kiefer 1990. JICA dan Fakultas Kehutanan IPB 2010 menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi besaran backscatter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target-obyeknya. Dari sistem sensor terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR, yaitu: 1. Panjang gelombang microwave yang digunakan band X, C, S, L, dan P
2. Polarisasi HH, HV, VV, VH 3. Sudut pandang dan orientasi
4. Resolusinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR yang berasal dari sistem target, yaitu:
1. Kekasaran, ukuran, dan orientasi obyek termasuk didalamnya biomassa 2. Konstanta dielektrik antara lain dapat berupa kelembaban atau
kandungan air 3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya sudut pandang lokallocal
incident angle
2.3. ALOS PALSAR