BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara keseluruhan luasan hutan di Indonesia setiap tahunnya berkurang, sehingga perlu informasi yang akurat dan cepat tentang perubahan penutupan hutan
dan lahan sebagai acuan dalam membuat kebijakan. Oleh karena itu pemanfaatan teknologi penginderaan jauh sangat dibutuhkan. Pemanfaatan teknologi penginderaan
jauh untuk rasionalisasi data penggunaan sumber daya lahan mempunyai berbagai kelebihan jika dibandingkan dengan cara pengumpulan data secara teretris. Pada
umumnya teknologi ini memberikan informasi alternatif dan komplemen terhadap informasi hasil pengukuran secara konvensional. Sampai saat ini teknologi
penginderaan jauh semakin berkembang dan menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan penggunaan lahan yang berhubungan dengan studi
vegetasi, tanaman pertanian, dan tanah dari biosfer. Indonesia saat ini mulai meningkatkan kemampuan penginderaan jauh dari
kegiatan yang bersifat penelitian menuju kegiatan operasional. Penggunaan citra LANDSAT dan SPOT untuk mendukung kegiatan tersebut sudah lama dilakukan,
perkembangan pemanfaatan data citra optik hingga saat ini masih menghadapi beberapa keterbatasan seperti penutupan awan, asap, dan kabut. Indonesia yang
memiliki iklim tropis, mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau, ketika musim hujan wilayahnya ditutupi awan, dan ketika musim kemarau
wilayahnya ditutupi asap dari kebakaran hutan. Penutupan awan dan asap ini akan mengganggu proses pemantauan penutupan lahan, sehingga data atau informasi yang
didapat menjadi berkurang. Keterbatasan pada citra optik dapat diatasi dengan data citra satelit sensor radar penginderaan jauh sistem aktif yang memiliki kemampuan
beroperasi pada siang dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca. Pada tanggal 24 Januari 2006, Japan Aerospace Exploration Agency JAXA
bekerjasama dengan Japan Resources Observation System Organization JAROS mengeluarkan sensor The Phased Array type L-band Synthetic Apertur Radar
PALSAR yang dipasang pada Advanced Land Observing Satellite ALOS yang mampu bekerja pada siang hari dan malam hari tanpa terpengaruh kondisi cuaca.
Sensor gelombang mikro aktif ini cocok dengan kondisi Indonesia yang memiliki iklim tropis dan mempunyai dua musim.
Penelitian mengenai identifikasi tutupan lahan menggunakan citra ALOS PALSAR yang telah dilakukan diantaranya adalah Bainnaura 2010 menjelaskan
bahwa dengan interpretasi visual, citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi HH- HV-HHHV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak 12 kelas
penutupan lahan sedangkan Puminda 2010 dan Radityo 2010 dengan kombinasi yang sama mampu mengidentifikasi sebanyak 8 kelas penutupan lahan. Nurhadiatin
2011 menyimpulkan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dan 12,5 m dengan kombinasi HH-HV-HHHV mampu mengidentifikasi kelas penutupan lahan sebanyak
9 kelas penutupan lahan. Oleh karena itu penelitian ini merupakan evaluasi lebih lanjut tentang kemampuan citra ALOS PALSAR dalam mengidentifikasi tutupan
lahan.
1.2 Tujuan