Tujuan Tanah Sawah PENDAHULUAN

dan Ca-P inorganik akan tetapi sebagian menjadi bentuk-bentuk P organik baik yang bersifat labil ataupun terikat secara kemisorpsi oleh Al dan Fe hidrous oksida Oberson et al. 2001; Schmidt et al. 1996; Verma et al. 2005; Zheng et al. 2002. Pemupukan P secara terus-menerus diyakini telah menyebabkan ketidakseimbangan hara, menekan ketersediaan hara mikro seperti Cu dan Zn, serta menguras bahan organik tanah yang sangat berperan dalam aktivitas biologi tanah Adiningsih et al. 1989; Moersidi et al. 1991; Rochayati et al. 1990; Adiningsih 1992; Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1992. Pengetahuan mengenai fraksionasi bentuk-bentuk P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa belum banyak dilaporkan. Informasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah sawah di Pulau Jawa dibutuhkan untuk manajemen pemupukan P.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi distribusi fraksi-fraksi P pada tanah-tanah sawah di Pulau Jawa. II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Sawah

Menurut Supraptohardjo dan Suhardjo 1978, jenis tanah yang banyak digunakan untuk persawahan adalah Aluvial dan Gleisol. Kedua jenis tanah ini berdasarkan Soil Taxonomy masuk kedalam order Entisols atau Inceptisols. Tanah sawah di Indonesia berasal dari jenis-jenis tanah yang beragam antara lain: Entisols, Inceptisols, Vertisols, Alfisols, Ultisols, dan Histosols yang tersebar luas di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi selatan Situmorang dan Sudadi 2001. Tanah sawah adalah tanah yang mengalami proses hidromorfik, baik secara buatan atau alami dan merupakan tanah yang memiliki horizon akumulasi besi-mangan Kanno 1978; Tan 1982. Perubahan sifat kimia dan elektrokimia yang penting pada tanah sawah adalah: 1 kehilangan oksigen, 2 reduksi atau penurunan potensial redoks Eh, 3 peningkatan pH tanah masam dan penurunan pH tanah alkalin, 4 peningkatan daya hantar listrik, 5 reduksi dari Fe 3+ ke Fe 2+ dan Mn 4+ ke Mn 2+ , 6 reduksi dari NO 3 - dan NO 2 - ke N 2 O dan N 2 , 7 reduksi SO 4 2- ke S 2- , 8 peningkatan dan ketersediaan P, Si dan Mo, dan 9 perubahan konsentrasi Zn dan Cu larut dalam air De Datta 1981. Menurut Koenigs 1950 tanah tergenang reduksi akan memiliki bentuk- bentuk besi Fe 2+ dan mangan Mn 2+ yang lebih tersedia mobil. Kedua bentuk tersebut dapat bergerak ke bawah dengan mudah bersama-sama dengan air perkolasi. Penelitian Koenigs 1950 menyatakan bahwa pada tanah sawah dijumpai adanya lapisan besi dan mangan. Reduksi Mn terjadi lebih awal dari Fe, sehingga Mn berada dalam larutan lebih awal dari Fe dan tercuci lebih awal. Brinkman 1970 menyatakan bahwa pada tanah tergenang akan terjadi proses ferolisis. Ferolisis terjadi jika tanah mengalami proses penggenanggan dan pengeringan silih berganti yang mengakibatkan adanya perubahan suasana reduktif dan oksidatif. Saat reduktif banyak Fe 3+ yang di transformasikan ke dalam bentuk Fe 2+ , sehingga dapat mendesak basa-basa lain seperti K, Ca, Mg yang terdapat dalam kisi mineral. Sebaliknya dalam keadaan kering Fe 2+ teroksidasi menghasilkan Fe 3+ dan ion hidrogen yang menurunkan pH tanah.

2.2. Fosfor P dalam Tanaman