Anatomi Kelenjar Prostat Prostat

ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ±25 dari seluruh volume ejakulasi Purnomo, 2011. Prostat dibagi menjadi lima buah lobus yaitu lobus anterior, lobus medius, lobus posterior, dan lobus lateralis. Lobus anterior yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister . Bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos. L obus medius yang terletak di antara uretra dan duktus ejakulatorius. Lobus ini banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesikae yang menonjol ke dalam vesika urinari bilalobus medius ini membesar. Sebagai akibatny a dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu buang air kecil. Lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan di bawah duktus ejakulatorius . Lobus lateralis terletak di sisi kiri dan kanan uretra Wibowo dan Paryana, 2009. Prostat merupakan organ yang mendapat persarafan yang luar biasa. Dua bundle neurovaskular terdapat pada posterolateral kelenjar dan membentuk pedicle superior dan inferior pada masing -masing sisi. Saraf-saraf ini penting untuk pengaturan fisiologi, morfologi dan pematangan k elenjar. Prostat mendapat inervasi saraf simpatetik dan parasimpatetik dari saraf hipogastrik dan pelvis. Saraf ini penting untuk fungsi ereksi, sehingga mendapat perhatian khusus pada operasi kanker prostat Hammerich et al, 2009. Prostat mendapatkan ine rvasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dua sampai empat dan simpatik dari nervus hipogastrikus T10 -L2 Purnomo, 2011. Pembuluh darah prostat berasal dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media atau arteri rektalis inferior. Pembuluh vena membentuk plexus yang terletak di antara kapsul dan faskia di sisi prostat. Vena ini bermuara pada vena iliaka interna dan juga pada plexus venosu s vertebra, sehingga dapat menerangkan terjadinya metastasis dari karsinoma prostat ke vertebra dan otak Wibowo dan Paryana, 2009. Gambar 2.1. Organ Prostat Pada Pria K . OH, William,2000 2.1.3. Histologi Kelenjar Prostat Kelenjar prostat ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik, kelenjar prostat terdiri atas komponen ke lenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain Purnomo, 2011. Gambaran histologi dari kelenjar prostat terdiri dari duktus kelenjar yang bercabang –cabang. Kelenjar dan duktus terdiri dari dua lapisan sel yaitu lapisan sel kolumnar sekresi luminal dan lapisan sel basal Eroschenko, 2001. Selain sel- sel epitel luminal dan sel-sel neuroendokrin pada duktus prostat. Sel stem tersebut samadengan stem yang dijumpai padasemua jaringan di tub uh. Sel stem berperan untuk regenerasi jaringan setelah jejas dan kematian sel Cramer, 2007. Zona perifer terdiri dari seluruh jaringan kelenjar prostat pada bagian apeks dan bagian posterior dekat kapsul. Pada zona ini lebih sering dijumpai karsinoma, prostatitis kronik dan atrofi post inflamatory. Zona sentral merupakan suatu daerah yang berbentuk kerucut dengan bagian apeks meliputi duktus ejakulasi dan uretra prostatitik pada verumontanum. Zona transisi terdiri dari dua bagian jaringan kelenjar pada bagian lateral uretra dari bagian tengah kelenjar. Pada zona ini sering terjadi BPH. Bagian apeks dari area ini kaya dengan otot lurik yang bercampur dengan kelenjar dan otot dari diafragma pelvis Hammerich et al, 2009. Gambar 2.2. Kalenjar Prostat Dikutip dari: Wheathers Functional Histology: A text and Colour Atlas 5th Edition

2.1.4. Fisiologi Kelenjar Prostat

Rangsangan parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat , kapsula prostat, dan leher buli - buli. Di tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergic -£. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos prostat tersebut. Pada usia lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih Purnomo , 2011.

2.2. Benign Prostatic Hyperplasia BPH

Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia BPH merupakan penyakit tersering kedua pada penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah u mur 41- 50 tahun sebanyak 20, 51-60 tahun 50, 80 tahun sekitar 90. Angka di Indonesia, bervariasi antara 24-30 dari kasus urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit Badan POM RI, 2012. BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel -sel prostat yang tidak ganas. BPH kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang, pada akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada penderita. Kelenjar prostat yang membesar akan menyumbat uretra prostat tersebut seakan-akan menyumbat saluran kemih sehingga menghambat aliran urin. Urin yang tertahan ini dapat berbalik lagi ke ginjal dan pada kasus -kasus tertentu dapat mengakibatkan infeksi pada kandung kemih Badan POM RI, 2012. BPH merupakan kasus terbanyak di bagian urologi, keadaan ini ditandai dengan pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri miksi, dysuria dan retensi urin Laksmi, 2012.

2.2.1. Etiologi

Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi dihidrotestosteron DHT . DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25 pria. Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola makan tinggi lemak hewani, olah raga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, dan aktifitas seksual Badan POM RI, 2012.