2.2. Benign Prostatic Hyperplasia BPH
Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hyperplasia BPH merupakan penyakit tersering kedua pada penyakit kelenjar prostat di klinik
urologi di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi BPH adalah u mur 41- 50 tahun sebanyak 20, 51-60 tahun 50, 80 tahun sekitar 90. Angka di
Indonesia, bervariasi antara 24-30 dari kasus urologi yang dirawat di beberapa rumah sakit Badan POM RI, 2012.
BPH adalah pertumbuhan berlebihan sel -sel prostat yang tidak ganas. BPH kadang tidak menimbulkan gejala, tetapi jika tumor ini terus berkembang,
pada akhirnya akan mendesak uretra yang mengakibatkan rasa tidak nyaman pada penderita. Kelenjar prostat yang membesar akan menyumbat uretra prostat
tersebut seakan-akan menyumbat saluran kemih sehingga menghambat aliran urin. Urin yang tertahan ini dapat berbalik lagi ke ginjal dan pada kasus -kasus tertentu
dapat mengakibatkan infeksi pada kandung kemih Badan POM RI, 2012. BPH merupakan kasus terbanyak di bagian urologi, keadaan ini ditandai
dengan pembesaran kelenjar prostat yang disebabkan oleh pertambahan jumlah sel dengan keluhan sering miksi, nocturia, kesulitan memulai dan mengakhiri miksi,
dysuria dan retensi urin Laksmi, 2012.
2.2.1. Etiologi
Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar
hormon pria, terutama testosteron. Hormon testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi dihidrotestosteron DHT . DHT inilah yang kemudian secara
kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25
pria. Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah,
pola makan tinggi lemak hewani, olah raga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, dan aktifitas seksual Badan POM RI, 2012.
Menurut Birowo 2002 dalam Amalia 2007 ada beberapa teori yang dikemukakan berdasarkan faktor histologi, ho rmon, dan faktor perubahan usia di
antaranya : a. Teori DHT dihidrotestosteron: testosteron dengan bantuan enzim 5-
α reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat.
b. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada
embrio, lesi primer BPH adalah penonjolan kele njar yang kemudian bercabang menghasilkan kelenjar -kelenjar baru di sekitar prostat. Ia
menyimpulkan bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada usia dewasa.
c. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada
hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan
berkembang menjadi sel aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel amplifying akan berkembang menjadi sel transit
yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan
pertumbuhan prostat yang normal. d. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi
antara unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel -sel stroma di bawah pengaruh
androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor EGF dan atau fibroblast growth factor FGF dan atau adanya
penurunan ekspresi transforming growth factor - α TGF - α, akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan
menghasilkan pembesaran prostat.