WARTA GEOLOGI, JULI 2006 15

WARTA GEOLOGI, JULI 2006 15

dio visual, medium elektromagnetik, data fi sik berupa: inti pemboran, spe- simen, sayatan tipis dan contoh yang

dihasilkan dari penyelidikan geologi. Disamping itu pemerintah diharus- kan melakukan penyusunan suatu sistim informasi data geologi dan mensosialisasikan sistim penyusun- an atau pelaporan data geologi yang seragam. Data geologi yang dimaksud meliputi data geologi migas, coal bed methane dan mineral radioaktif; dan data geologi kelautan.

Penutup

Pengaturan dalam bidang kegeo- logian yang lebih tegas dan kompre- hensif terhadap aspek-aspek yang menjadi fokus perhatian sebagai- mana dalam uraian diatas menjadi kebutuhan dengan memperhatikan kondisi bidang kegeologian saat ini yang terkait erat dengan hak, ke- wajiban dan peran masyarakat pe- mangku kepentingan (stake holder) di bidang kegeologian. Dari pemba- hasan sebelumnya mengenai bebe- rapa kendala yang dijumpai dalam pengembangan bidang kegeologian dan beberapa kondisi nyata yang me- nyangkut pengelolaan kegeologian secara nasional, maka di masa men- datang ”Keberadaan UU Kegeologi-

an merupakan suatu keniscayaan

untuk direalisasikan “. Untuk itu, Rancangan Undang-undang (RUU)

Kegeologian sudah semestinya diper- siapkan sejak saat ini. Beberapa hal yang penting sebagai muatan materi dalam penyusunan RUU Kegeologian adalah sebagai berikut:

• Masalah penetapan kawasan rawan bencana geologi yaitu letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor (yang dalam RUU Penataan Ruang dimasukkan seba- gai kawasan lindung); dalam RUU Kegeologian harus didefi nisikan se- cara lebih lengkap supaya lebih im- plementatif. Meskipun bencana geo- logi tersebut sulit diprediksi kapan terjadinya, tetapi dengan pendekatan kegeologian diharapkan ada langkah- langkah lebih kongkrit yang tujuan- nya untuk mengurangi dampak me- rusak bencana tersebut dan jatuh- nya korban.

• Penggunaan data dan informasi geologi yang saat ini belum dilakukan secara optimal sebagai dasar peren- canaan pembangunan wilayah agar ditingkatkan pengaturannya dalam UU Kegeologian tersebut.

• Diperlukannya pengaturan da- lam penyusunan rencana pengem- bangan dan pemanfaatan sumber daya mineral secara sistimatik, meli- puti pengaturan administrasi, penye- ragaman dalam penyusunan data dan informasi geologi beserta upaya- upaya sosialisinya.

• Mengoptimalkan kompetensi bi-

dang kegeologian dalam mengatasi atau memecahkan permasalahan untuk kepentingan konstruksi (pra- sarana jalan, jembatan, bangunan); dan eksplorasi migas dan penentuan cadangan mineral yang potensial se- suai standard minimal yang harus dipenuhi.

• Menonjolkan peranan informasi geologi untuk identifi kasi cekungan migas yang penting dan strategis terutama yang menyangkut daerah frontier atau wilayah yang berbatas-

an dengan negara lain.

Untuk mempersiapkan RUU Ke- geologian tersebut langkah yang pa- ling penting saat ini adalah menyu- sun Naskah Akademis yang meru- pakan bahan materi sebagai dasar perumusan pengaturan hukum. Naskah Akademis RUU Kegeologian harus memuat informasi tentang geologi secara komprehensif dan mencakup seluruh aspek-aspeknya, mudah dipahami baik oleh masyara- kat umum maupun oleh aparatur ne- gara sehingga dapat ditindaklanjuti secara efektif. Konsepsi pengaturan penyelenggaraan bidang kegeologian harus merupakan penjabaran dari berbagai konsep atau teori yang ter- kait dan analisis terhadap berbagai aspek yang perlu dikembangkan da- lam penyelenggaraan bidang kegeolo- gian.

Seorang fi lsuf t ermasyur dan beradab ket ika dat ang berkunj ung ke kampung Nasruddin bert anya t empat yang enak unt uk makan. Nasruddin memberit ahu sebuah t empat dan sang fi lsuf , yang haus akan perbincangan, mengaj ak Mullah Nasruddin unt uk menemaninya. Sebagai sebuah kewaj iban, Mullah Nasruddin menemani sang fi lsuf ke rest oran t ersebut , lalu bert anya kepada pelayan hidangan spesial hari it u.

“ Ikan! Ikan segar! ” j awab pelayan. “ Pesan dua, ” mereka berkat a. Beberapa menit kemudian, si pelayan membawa sebuah piring besar dengan

dua ekor ikan di at asnya, ukuran salah sat u ikan lebih kecil daripada yang sat unya lagi. Tanpa ragu-ragu, Mullah Nasruddin mengambil ikan yang lebih besar dan melet akkannya di piringnya. Sang fi lsuf , melihat Nasruddin dengan t at apan penuh t idak percaya, kemudian mengat akan bahwa t indakan Nasruddin it u selain egois j uga melanggar prinsip-prinsip umum mengenai moral, agama, dan et ika. Nasrudin dengan t enang mendengarkan seluruh penj elasan sang fi lsuf , dan saat sang fi lsuf it u selesai mengeluarkan nasehat -nasehat nya, Nasruddin bert anya,

“ Jadi anda sendiri akan memilih ikan yang mana?” “ Sebagai manusia yang alim, t ent u saya akan memilih ikan yang lebih kecil. ” “ Kalau begit u ambillah ikan yang kecil it u, “ kat a Nasruddin seraya melet akkan

ikan yang kecil it u dalam piring fi lsuf yang alim it u.

Nasruddin Hoja