WARTA GEOLOGI, JULI 06

20 WARTA GEOLOGI, JULI 2006

kan, atau biaya-biaya kerugian yang ditimbulkannya . Namun demikian, tingkat keamanan terhadap bencana dan intensitas bencana itu sendiri terkait erat dengan kondisi kondisi masyarakat dan lingkungan yang terkena bencana tersebut. Sebagai contoh, peluang ekonomi telah me- maksa penduduk menempati daerah pantai jauh sampai ke bibir pantai, sehingga pada saatnya bahaya tsu- nami muncul, terjadi bencana besar karena banyaknya korban jiwa dan harta benda yang diakibatkannya . Jelaslah, bahwa terdapat sebab-aki- bat kejadian dan intensitas bencana yang mengukuhkan kembali kenya- taan bahwa pada dasarnya bencana terjadi tidak semata-mata karena faktor alam. DMTP mengenali tujuh faktor yang menyebabkan dampak bencana menjadi lebih besar dalam kehidupan suatu masyarakat. Ketu- juh faktor itu adalah: 1) Kemiskinan,

2) Pertambahan penduduk, 3) Urba- nisasi yang cepat, 4) Perubahan-pe- rubahan dalam praktek budaya, 5) Degradasi lingkungan, 6) Kurangnya kesadaran dan informasi, dan 7) Pe- rang dan kerusuhan sipil.

Kemiskinan adalah faktor utama dari dampak suatu bencana. Ke- miskinan pada umumnya menjadi- kan orang rentan terhadap dampak bahaya. Kemiskinan menjelaskan mengapa orang-orang terpaksa hidup di atas bukit-bukit yang cenderung terkena bencana tanah longsor. Atau, mengapa orang-orang tinggal di dekat sebuah gunung api walau- pun mereka tahu bahwa gunung api tersebut sering meletus dan menim- bulkan bencana.

Pertambahan penduduk yang

cepat mengakibatkan besarnya keru- gian-kerugian dari satu bencana. Hal ini dapat dimengerti sebab semakin banyak orang atau bangunan berada di suatu tempat kejadian bencana, maka semakin besar kemungkinan korban atau kerugian akibat benca- na tersebut, baik jiwa maupun harta benda. Pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan lebih banyak orang akan terkena pengaruh dari suatu bencana, sebab pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan lebih banyak orang yang terpaksa hidup dan bekerja di daerah-daerah yang tidak aman .

Urbanisasi yang cepat meru- pakan salah satu faktor pertumbu- han penduduk yang cepat di suatu

daerah atau lokasi dan terkait erat dengan kemiskinan di daerah asal. Keadaan ini umumnya terjadi di ne-

gara-negara berkembang . Urbanisasi

yang cepat menyebabkan konsen- trasi manusia pada daerah-daerah urban tertentu, umumnya di perko- taan, menempati daerah yang rawan bencana seperti daerah rawan banjir. Jumlah penduduk kota yang banyak juga menimbulkan kemiskinan per- kotaan yang pada akhirnya meny- ebabkan bencana gabungan antara bencana alam dan bencana karena ulah manusia.

Perubahan budaya - tidak ter- elakkan terjadi di semua masyara- kat. Transisi-transisi ini disebabkan baik oleh urbanisasi (perubahan cara hidup pedesaan kepada cara hidup perkotaan), peningkatan kehidup- an ekonomi, dan – secara umum – transisi dari masyarakat non-in- dustri ke masyarakat industri. Satu contoh dari dampak perubahan bu- daya adalah penggunaan bahan-ba- han dan desain-desain bangunan yang baru dalam satu masyarakat yang sudah terbiasa dengan materi- materi dan desain tradisional. Hal ini sering meningkatkan kerentanan ter- hadap bencana. Pada akhirnya masa bencana pun seringkali lebih panjang karena mekanisme penanggulangan bencana secara tradisional dalam masyarakat berdsangkutan pun su- dah hilang seiring perubahan budaya tersebut.

Degradasi lingkungan telah ter- bukti banyak menimbulkan bencana. Penggundulan hutan yang menye- babkan bencana tanah longsor dan banjir adalah contoh nyata. Demikian pula rusaknya lingkungan pantai – sebagai contoh rusaknya rawa-rawa bakau - menurunkan kemampuan wilayah pantai tersebut dalam mena- han gelombang tsunami.

Kurangnya kesadaran dan in-

formasi dapat pula menjadi penye- bab terjadinya bencana. Dalam si- tuasi ini, orang-orang yang rentan terhadap bahaya-bahaya tidak tahu bagaimana cara melepaskan diri atau mengambil tindakan-tindakan perlindungan dari bencana. Ketidak- tahuan ini tidak selalu berkorelasi dengan kemiskinan, melainkan da- pat semata-mata akibat kurangnya kesadaran akan tindakan-tindakan yang aman dalam keadaan bencana. Misalnya, kesadaran untuk mendiri- kan bangunan yang aman terhadap

bencana. Dalam situasi yang lain, sebagian orang mungkin tidak tahu tentang arah-arah evakuasi dan prosedur-prosedur yang aman da- lam penyelamatan diri. Atau, seba- gian penduduk mungkin tidak tahu kemana mereka meminta bantuan pada saat mengalami tekanan berat akibat bencana. Kurangnya pemaha- man terhadap ancaman bencana da- pat mengakibatkan menipisnya kesa- daran terhadap upaya penyelamatan diri dari bencana.

Perang dan kerusuhan sipil da- pat dianggap sebagai bahaya, yaitu kejadian-kejadian yang ekstrim yang pada saatnya dapat mengakibat- kan bencana. Faktor-faktor sebab dan akibat dari perang dan perseli- sihan sipil mencakup kompetisi un- tuk memperebutkan sumber-sumber daya yang terbatas, kurangnya tole- ransi terhadap agama atau etnis, dan perbedaan-perbedaan ideologis. Ba- nyak dari kondisi tersebut merupa- kan hasil sampingan dari faktor-fak- tor sebab akibat bencana yang telah disebutkan sebelumnya.

Bencana dan Pembangunan

Hubungan antara bencana dan pembangunan akhir-akhir ini telah menjadi perhatian utama organisasi- organisasi pemerhati bencana di ting- kat internasional. PBB melaui DMTP, misalnya, menjadikan topik hubung- an bencana dan pembangunan se- bagai sokoguru konsep dan materi pelatihan manajemen bencana yang dikembangkannya. Hal ini karena banyak bencana yang menyebabkan kematian, kehancuran, terhapusnya hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan selama bertahun-ta- hun, dan kemunduran pembangun- an di dunia ketiga. Pada akhirnya, bencana menjadikan pemborosan sumber-sumber daya pembangunan yang berharga.

Lama sebelumnya, hubungan sebab akibat antara bencana dan pembangunan ekonomi dan sosial banyak diabaikan. Para perencana pembangunan seolah-olah tidak mempedulikan bencana, kecuali berharap bahwa di masa yang akan datang bencana serupa tidak teru- lang lagi. Atau, kalau pun terjadi lagi, diharapkan ada negara-negara donor yang akan membantu pemu- lihan akibat bencana tersebut. Pro- gram-program pembangunan tidak Lama sebelumnya, hubungan sebab akibat antara bencana dan pembangunan ekonomi dan sosial banyak diabaikan. Para perencana pembangunan seolah-olah tidak mempedulikan bencana, kecuali berharap bahwa di masa yang akan datang bencana serupa tidak teru- lang lagi. Atau, kalau pun terjadi lagi, diharapkan ada negara-negara donor yang akan membantu pemu- lihan akibat bencana tersebut. Pro- gram-program pembangunan tidak

peroleh rasa aman dan pelindungan Tidak diperhitungkan apakah penga-

antara bencana dan pembangunan

dari ancaman ketakutan untuk ber- ruh bencana terhadap program-pro-

(hubungan ++, +-, dan -+) dapat di-

buat atau tidak berbuat sesuatu yang gram pembangunan atau pengaruh

lihat pada ( http://www.undmtp.org ).

merupakan hak asasi”. Untuk itu, pembangunan terhadap munculnya

Dalam manajeman bencana yang

berkaitan dengan bencana, sudah faktor-faktor yang mempengaruhi dari kehidupan normal, pembangun-

menganggap bencana sebagai bagian

saatnya diterbitkan landasan hukum bencana. Bencana hanya dilihat dari

guna pelaksanaan mitigasi yang ter- sisi respon darurat bukan dalam kon-

an diarahkan untuk mempertinggi

integrasi dengan mempertimbangkan teks pembangunan jangka panjang

aspek + dari pembangunan dan me-

tugas dan fungsi berbagai instansi yang menganggap bencana sebagai

ngurangi aspek negatif nya; serta me-

Pemerintah/Negara serta masyarakat bagian dari keadaan normal. Komu-

ningkatkan sisi negatif dari bencana

umum dalam penanganan bencana. nitas yang berada di bawah tekanan

dan mengukuhkan sisi postif (+) dari

Meskipun sampai saat ini belum bencana dianggap tak layak terlibat

bencana.

terdapat landasan hukum penan-

dalam peningkatan pembangunan Peraturan Perundang-undangan

ganan bencana, namun perbincan- jangka panjang. Hal demikian kini

gan dan usaha-usaha ke arah itu mulai ditinggalkan.

tentang Manajemen Bencana

sudah mulai menggelinding. Antara Konsep hubungan pembangunan

Hingga saat ini indonesia belum

lain usulan-usulan yang disampai- dengan bencana yang didukung oleh

memiliki landasan hukum yang ter-

kan oleh Badan Koordinasi Nasional PBB sekarang ini telah mempertim-

kait dengan kebencanaan sebagai

Penanggulangan Bencana yang telah bangkan bencana sebagai bagian Di sisi lain, kejadian bencana dengan

dasar hukum pengelolaan bencana.

menyusun sebuah draft terkait (Ba- dari keadaan normal. Yakni, bahwa

kornas PB). Landasan hukum terse- bencana beserta segenap potensinya

korban jiwa maupun harta benda

but terdapat dalam konsep “Mitigasi harus dikelola. Konsep tersebut telah

besar akhir-akhir ini sering terjadi

Bencana” yang dihasilkan oleh Ba- melibatkan hubungan yang lengkap

dan sangat memerlukan penangan-

an yang terkonsep, terintegrasi, dan

kornas PB.

antara bencana dana pembangu-

efektif.

nan sebagaimana dalam Gambar 4.

Akibat belum adanya landasan

Dalam gambar tersebut, hubungan

BENCANA DAN KONSEP LANGKAH- antara bencana dan pembangunan

hukum kebencanaan, maka pelaksa-

LANGKAH PENANGANANNYA tersebut dapat diringkaskan sebagai

naan mitigasi dan penanganan ben-

cana dirasakan belum fokus, menye-

berikut:

Bencana sudah tentu memerlukan 1)

luruh, dan menyentuh kepentingan

penanganan yang serius. Karakteris- babkan kerentanan masyarakat ter-

Pembangunan dapat menye-

langsung korban beserta masyakat di

tik umum bencana - yang disarikan hadap bencana (-+);

sekitarnya yang terkena dampak ben-

dari pengantar modul manajemen 2)

cana. Masyarakat pun belum terlibat

bencana PBB - menjadikan penanga- ngurangi kerentanan masyarakat tensinya masing-masing. Kini sudah

Pembangunan dapat me-

secara penuh dengan mobilisasi po-

nan bencana harus dilakukan secara terhadap bencana (++);

terkonsep dan dikelola dengan se- 3)

saatnya landasan hukum penangan-

baik-baiknya. Hal ini mengingat ba- peluang pada pembangunan (+-);

Bencana dapat memberikan

an bencana diterbitkan.

hwa: 1) bencana adalah masalah yang 4)

Sebagai dasar penyusunan lan-

berkembang yang akan menarik per- kan pembangunan (--).

Bencana dapat memundur-

dasan hukum (peraturan perundang-

hatian terus menerus secara mening- Sebagai contoh kasus negatif posi-

undangan) tentang mitigasi dan pen-

kat bagi pemerintah nasional mau- tif (-+) adalah: penataan ruang pantai

anganan bencana adalah UU Dasar

pun internasional; 2) Program-pro- yang tidak mempertimbangkan po-

1945 Pasal 28G, ayat 1 (amandemen

gram pembangunan di daerah yang tensi bencana tsunami di pantai ter-

kedua). Dalam ketentuan tersebut

cenderung terkena bencana akan sebut dapat menyebabkan banyak-

diamanatkan bahwa: “Setiap orang

terpengaruh oleh bencana-bencana; nya jumlah korban pada saat terjadi

berhak atas perlindungan diri priba-

dan, 3) bencana adalah kejadian yang tsunami di pantai tersebut. Ulasan se-

di, keluarga, kehormatan, marta-

tidak biasa yang memerlukan tang- lengkapnya tentang empat hubungan

bat, dan harta benda yang di bawah

kekuasaannya, serta berhak mem-

gapan yang tidak biasa pula. Karena itu, dalam melaksanakan tanggapan

Gambar 4. Hubungan antara bencana dan

yang memadai terhadap bencana, Pe-

pembangunan. Dalam gambar, bencana dianggap

merintah dan siapa pun yang terlibat

sebagai unsur negatif (-) dan pembangunan

tidak dapat menggantungkan pada

sebagai unsur positif (+). Matrik irisan dari

prosedur normal. Dengan kata lain,

dua bidang – dan + tersebut menghasilkan

siapa pun atau lembaga apa pun

4 hubungan sebagaimana telah dsiebutkan

yang akan menangani bencana ha-

sebelumnya. Pengaruh bencana yang negatif

ruslah belajar dan mempraktekkan

(--) pada pembangunan, misalnya: hilangnya

keterampilan dan perilaku khusus

sumber-sumber daya, gangguang terhadap

dalam menangani bencana;

program-program pembangunan, menurunnya

Lebih jauh lagi, bencana terkait

iklim invenstasi, menurunnya sektor informal,

dengan empat prioritas penting: 1)

dan destabilisasi politik. Sumber: DTMP (http://

orang-orang yang terusir, 2) pen-

www.undmtp.org).

gungsi dan mereka yang kembali (dari pengungsian), 3) wanita dan