Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

1.4 Hubungan antara interaksi sosial dengan kesepian pada lansia

Untuk melihat hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia digunakan uji korelasi pearson. Berikut ini adalah uji statistic hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia : Tabel 9 : Hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia Variabel r P Interaksi Sosial -0,652 0.000 Kesepian α = 0,05 2-tailed berdasarkan data dari tabel uji korelasi pearson diketahui bahwa variabel interaksi sosial dan kesepian pada lansia memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,000 p0,05 dengan nilai r = -0,652 dan arah hubungan negatif. Hal ini bermakna bahwa semakin besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia mempunyai kekuatan hubungan yang sangat kuat. Maka hipotesis alternative Ha gagal ditolak karena ada hubungan antara interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia danBalita Binjai dan Medan.

2. Pembahasan

Pembahasan berikut ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan penelitian hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Binjai dan Medan. Universitas Sumatera Utara 2.1 Karakteristik Responden Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 responden sebanyak 11 responden 26,8 adalah laki-laki, 30 responden 73,2 adalah perempuan. Perbedaan perbedaan gender juga merupakan salah satu factor yang mempengaruhi interaksi sosial dan kesepian pada lansia. Danis Dwi dan M. Fakrurrozi menyatakan bahwa perempuan lebih rentan mengalami perasaan kesepian dari pada laki-laki. Hal ini disebabkan karena wanita lebih mungkin mengakui dirinya merasa kesepian dari pada pria. Sedangkan pria lebih banyak mengingkari kesepian yang dialaminya. Salah satu alasan untuk hal tersebut adalah bahwa pria yang kesepian kurang dapat diterima dan lebih sering ditolak secara sosial. Pria dianggap kurang pantas menekspresikan emosinya, dan pria yang menyatakan dirinya kesepian berarti menyimpang dari harapan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebanyak 21 responden 51,2 berusia 60-69 tahun dan sebanyak 20 responden 48,8 berusia 70-79 tahun. Menurut Danis Dwi dan M. Fakrurrozi dalam penelitiannya menyatakan bahwa usia lansia yang sudah berada diatas 60 tahun membuat mereka merasakan kesepian. Menurut Potter and Perry 2005 menyatakan bahwa berubahnya usia seseorang secara berangsur- angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menggambarkan proses penarikan diri. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 36 responden 87,8 beragama Islam dan sebanyak 5 responden 12,5 beragama Kristen. Menurut Lueckenotte 2000 menyatakan bahwa dukungan dari lembaga keagamaan seeseorang dapat memberikan Universitas Sumatera Utara rasa memiliki kepada sekelompok orang untuk saling mendukung satu sama lain yang dapat mempengaruhi seseoramg terhadap kesedihan dan kesepian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 9 responden 22 melakukan aktivitas sehari-harinya yaitu bercocok tanam, 3 responden 7,3 beternak dan sebanyak 29 responden 70,7 tidak bekerja atau tidak melakukan aktivitas apapun dipanti. Aktivitas juga merupakan salah satu factor yang mempengaruhi interaksi sosial dan kesepian pada lansia .Menurut Danis Dwi dan M. Fakrurrozi menyatakan bahwa bahwa perasaan kesepian lebih dirasakan oleh lansia yang tidak memiliki pekerjaan dibandingkan dengan lansia yang memiliki pekerjaan. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki kesibukan dan rutinitas serta waktu sosialisasi yang banyak dengan orang lain. 2.2 Interaksi Sosial Lansia Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 41 responden menunjukkan bahwa sebesar 48,8 interaksi sosialnya baik dan yang mendapat interaksi sosial cukup yaitu sebanyak 48,8 sedangkan yang mendapat interaksi sosial kurang yaitu sebanyak 2,4. Menurut Hamka 2009, umumnya lansia mengalami penurunan dalam melakukan interaksi sosial. Semakin bertambah usia menyebabkan penurunan interaksi sosial sehingga lansia akan merasakan kesulitan dalam bersosialisasi. Namun menurut Havighurst 1952 dalam teori aktivitas menjelaskan bahwa pentingnya secara aktif secara social merupakan alat untuk penyesuaian diri yang sehat unuk lansia Potter and Perry, 2005. Menurut Rahmi 2008 menyebutkan bahwa dengan interaksi sosial yang bagus memungkinkan lansia Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan perasaan memiliki suatu kelompok sehingga dapat berbagi cerita, berbagi minat, berbagi perhatian, dan dapat melakukan aktivitas secara bersama-sama yang kreatif dan inovatif. Lansia dapat berkumpul bersama orang seusianya sehingga mereka dapat saling menyemangati dan berbagi mengenai masalahnya. Hal ini akan berdampak terhadap Pelayanan Sosialikologisnya berupa menurunnya beban pikiran yang ada pada lansia dan rendahnya tingkat kesepian. 2.3 Kesepian pada Lansia Berdasarkan hasil penelitian terhadap 41 responden diperoleh bahwa sebanyak 34 responden 82,9 merasa tidak kesepian dan sebanyak 7 responden 17,1 merasa kesepian. Menurut Burns 2000 orang yang kesepian mengalami kesulitan dalam berteman dan menemukan kelompok yang nyaman, individu tersebut merasa bahwa orang lain tidak peduli. Selain itu menurut Brehm et al 2002 hubungan yang tidak adekuat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan hubungan yang dimilikinya. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan hubungan yang dimilikinya diantaranya tidak memiliki patner seksual, berpisah dengan keluarga, pasangan atau kekasihnya. Menurut penelitian Chiharu 2005 menyatakan bahwa wanita kehilangan pasangan hidup lebih rentan merasakan kesepian daripada pria yang tidak memiliki pasangan dalam menjalankan perannya sebagai orang tua tunggal, kepala keluarga. Masun 2008 menyatakan bahwa kehilangan orang terdekat merupakan suatu keadaan yang sangat menyedihkan yang dapat memicu perasaan kesepian terhadap individu tersebut. Universitas Sumatera Utara 2.4 Hubungan Interaksi Sosial Lansia dengan Kesepian Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Binjai dan Medan. Berdasarkan hasil uji korelasi pearson dapat diketahui bahwa variabel interaksi sosial dan kesepian pada lansia memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,000 p0,05 dengan nilai r = -0,652 dan arah hubungan negatif. Hal ini bermakna bahwa semakin besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Menurut Santrock 1999 interaksi sosial berperan penting dalam kehidupan lansia. Hal ini dapat mentoleransi kondisi kesepian yang ada dalam kehidupan sosial lansia. Selain itu Hartika 2002 menyatakan bahwa akibat dari penurunan dari interaksi sosial pada lansia akan berdampak lansia tersebut merasa kesepian. Beyene, Becker, Mayen 2002 dalam Hayati 2005 menjelaskan bahwa ketakutan akan kesepian adalah gejala yang paling sering muncul pada lansia. Hal ini dipengaruhi oleh derajat kualitas dari dukungan dan interaksi sosial yang ada di lingkungan lansia tersebut. Fessman dan Lester 2000 dalam Gunarsa 2004 menjelaskan bahwa individu yang mengalami hubungan sosial yang terbatas dengan lingkungan sekitarnya lebih berpeluang mengalami kesepian, sementara individu yang mengalami hubungan sosial yang lebih baik tidak terlalu merasa kesepian. Hal ini menunjukkan pentingnya hubungan sosial pada setiap individu untuk mengantisipasi masalah kesepian tersebut. Menurut Wataru Kurokawa dan Takashi Kamiyama 1987 lansia yang tinggal dipanti jompo yang memiliki kontak yang kurang dengan keluarga atau dengan orang terdekat mengalami tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan lansia Universitas Sumatera Utara yang masih memiliki kontak yang baik dengan keluarganya meskipun lansia tersebut berada di panti jompo. Kehadiran keluarga ataupun orang yang terdekat memiliki efek yang positif bagi lansia tersebut untuk mengurangi rasa kesepiannya di panti jompo. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Kijima Kazumi Takehiro Fujiwara 1988 yang menemukan bahwa lansia lebih memilih tinggal di panti jompo dibandingkan tinggal sendirian di rumahnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia. Hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia tersebut mempunyai kekuatan hubungan yang sangat kuat. Maka hipotesis alternative Ha gagal ditolak karena ada hubungan antara interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Binjai dan Medan. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Pada distribusi frekuensi karakteristik mayoritas responden adalah perempuan 73,2, sebagian besar berada pada rentang usia 60-69 tahun 51,2, kemudian pada umumnya responden beragama islam 87,8, suku jawa 39. Karakteristik lainnya pendidikan terakhir Sekolah Dasar 46,3, lama menghuni panti 0-5 tahun 51,2 dan aktivitas sehari-hari mayoritas tidak bekerja 70,7. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 41 responden mengenai hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai dan Medan dapat disimpulkan bahwa sebanyak 20 responden 48,8 memiliki interaksi sosial yang baik dan sebanyak 34 responden 82,9 merasa tidak kesepian Hasil uji korelasi pearson pada penelitian ini dapat menunjukkan bahwa variabel interaksi sosial dan kesepian pada lansia memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0,00 p0,05 dengan nilai r = -0,652 dan arah hubungan negatif. Hal ini bermakna bahwa semakin besar interaksi sosial maka semakin besar perasaan tidak kesepian. Hubungan interaksi sosial lansia dengan kesepian pada lansia mempunyai kekuatan hubungan yang kuat. Oleh karena itu Ha gagal ditolak karena ada hubungan antara interaksi sosial dengan kesepian pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Balita Wilayah Binjai dan Medan. Universitas Sumatera Utara