Deskripsi Kota Solo

A. Deskripsi Kota Solo

1. Letak Kota Solo

Kota Solo secara geografis berada diantara dataran rendah dan terletak diantara beberapa sungai kecil seperti Kali Pepe, Kalianyar, Kali Jenes, dan Bengawan Solo dengan ketinggian diantara + 92 m di atas permukaan air laut. Surakarta yang terletak secara astronomi antara 110° 45' 15' - 110° 45' 35' BT dan 7° 56' 00' LS, merupakan kota yang strategis diantara dua pusat pertumbuhan industri dan perdagangan yang cukup besar yaitu Semarang dan Surabaya. Wilayah Solo berbatasan langsung dengan daerah-daerah seperti kab. Karanganyar dan kab. Boyolali di sebelah Utara, kab. Sukoharjo di sebelah Selatan, kab. Karanganyar dan kab. Sukoharjo di sebelah Barat, serta kab. Sukoharjo dan kab. Karanganyar di sebelah Timur. Luas wilayah Surakarta kurang lebih 4.404,05 ha, yang terbagi untuk pemukiman 2.674,25 m; jasa 422,60 m; perusahaan 282,12 m; industri 101,42 m; tegalan 99,98 m; sawah 190,87 m; dan sisanya untuk sarana hiburan dan lapangan olah raga (Badan Pusat Statistik kota Solo Tahun 2011).

Secara administratif wilayah kota Solo dibagi menjadi 5 kecamatan, 51 kelurahan, 589 RW, dan 2616 RT. Dengan pernbagian wilayah sebagai berikut:

a. Kecamatan Laweyan, yang terbagi atas 11 kelurahan, yaitu Karangasem, Jajar, Kerten, Purwosari, Sondakan, Pajang, Laweyan, Bumi, Penumping, Sriwedari, dan Panularan.

b. Kecamatan Serengan, yang terbagi menjadi 7 kelurahan, yaitu Joyontakan, Danukusuman, Tipes, Kratonan, Jayengan, Kemlayan dan Serengan.

c. Kecamatan Pasar Kliwon, yang terbagi menjadi 9 kelurahan, yaitu Kampung Baru, Kauman, Kedung Lumbu, Sangkrah, Joyosuran, Semanggi, Pasar Kliwon, dan Baluwarti.

d. Kecamatan Jebres, yang terbagi alas 11 kelurahan, yaitu

commit to user

Kepatihan Wetan, Tegalharjo, Sudiroprajan, Gandekan, Sewu, dan Purwodiningratan.

e. Kecamatan Banjarsari yang terbagi atas 13 kelurahan, yaitu Kadipiro, Nusukan, Gilingan, Stabelan, Kestalan, Keprabon, Timuran, Ketelan, Punggawan, Mangkubumen, Manahan, Sumber, dan Banyuanyar.

2. Kondisi Umum Kota Solo

a. Wilayah Administrasi Wilayah administrasi kota Solo terbagi menjadi lima wilayah kecamatan yaitu Jebres, Banjarsari, Pasar Kliwon Serengan dan Laweyan yang terdiri dari 51 kelurahan dengan luas wilayah dan kepadatan penduduk yang berbeda-beda. Wilayah terluas berada di kecamatan Banjarsari (14,81 km2) dan wilayah tersempit di kecamatan Serengan (3,19 km2). Kepadatan penduduk tertinggi berada di kecamatan Pasar Kliwon (4,82 jiwa/km2) dan terendah di kecamatan Jebres (12,58 jiwa/km2) (Badan Pusat Statistik kota Solo Tahun 2011).

b. Budaya dan Pariwisata Sebagai kota tua bekas ibukota kerajaan kerajaan Mataram, Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kota Solo kaya akan peninggalan budaya Jawa. Kelima elemen budaya Jawa dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Sistem religi dan kepercayaan Salah satu sistem reliji dan kepercayaan kejawen memang mengajarkan agar seseorang membiasakan laku spiritual seperti suka prihatin berjaga malam (lek-lekan). Dengan kebiasaan melakukan spiritual lek-lekan, orang Jawa menyakini sebagai sarana komunikasi transedental seorang mahluk (jagad alit) dengan sang kholiq (jagad ageng ) mencari keharmonisan dan keselarasan hidup.

2) Adat istiadat dan tradisi Sebagai bekas ibukota Keraton Kasunanan sejak Tahun 1745, tata nilai budaya yang meliputi adat-istiadat dan tradisi yang semula hanya

commit to user

berkembang menjadi adat istiadat masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Fenomena ini menunjukkan betapa besar pengaruh kultural Kasunanan Surakarta terhadap pembentukan nilai budaya nasional. Sebagai contoh adat-istiadat dan tradisi budaya adalah : tata cara daur hidup seperti : upacara mitoni, medeking, sepasaran bayi, tedhak siti bagi bayi menjelang berjalan kaki, supitan atau sunatan, pernikahan, pemakaman, bersih desa, dan sebagainya.

3) Bahasa (Jawa) Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia yang paling tua, merupakan cermin peradaban suatu bangsa pemilik bahasa itu. Demikian Bahasa Jawa, merupakan cermin peradaban orang Jawa. Bahasa Jawa yang memiliki undha usuking bahasa (karma inggil, karma madya, dan ngoko) mengindikasikan bahwa orang Jawa sangat menghormati orang lain secara proposional (falsafah Jawa: nguwongke wong ), sekalipun orang lain itu dalam strata sosial yang lebih rendah. Mengingat karakteristik bahasa Jawa seperti itulah, maka sebagian besar aparat di birokrasi pemerintah di kota Solo masih cenderung familier menggunakan bahasa pengantar sehari-hari dengan bahasa Jawa. Bahkan selama lima tahun terakhir ini prinsip manajemen pemerintah di kota Solo dengan mengembangkan falsafah nguwongke wong tersebut.

4) Kesenian Karya seni, merupakan ekspresi seseorang ke dalam suatu simbol visual, gerak, suara maupun wujud fisik dengan mengutamakan kehalusan dan keindahan rasa. Jadi semakin abstrak ekspresi suatu karya seni akan semakin tinggi pula kualitas (adiluhung) seni tersebut, maka semakin adiluhung pula peradaban angsa tersebut. Banyak karya seni adiluhung yang merupakan peninggalan kerajaan. Sebagai contoh:

a) Seni tari, antara lain Tari Gambyong dan Tari Bedhaya Ketawang,

b) Seni pewayangan, antara lain wayang kulit dan wayang orang, c)

commit to user

santiswaran, larasmadya, keroncong, kerawitan.

5) Sistem teknologi peralatan Teknologi merupakan penerapan praktis dari ilmu pengetahuan untuk memperoleh kemudahan tata cara kehidupan. Sistem teknologi peralatan yang dikembangkan orang Jawa telah menyentuh untuk pemenuhan seluruh kebutuhan hidup suatu keluarga dan kelompok. Sesuai dengan zamannya, sistem teknologi peralatan yang diutamakan nenek moyang adalah senjata sebagai sarana perlindungan diri (Jawa : piandel ) seperti keris, tombak, pedang, peralatan bercocok tanam, perkakas dapur, alat permainan anak-anak (dakon), bangunan keraton, bangunan tempat tinggal. Secara umum, sistem teknologi peralatan Jawa dikelompokkan kedalam artefak, sosiafak maupun metafak. Bangunan yang termasuk artefak antara lain : bangun cagar budaya seperti bangunan keraton Kasunanan Surakarta beserta kelengkapan Kerajaan Kasunanan dan situsnya, Pura Mangkunegaran dan situsnya. Sistem teknologi yang termasuk sosiofak antara lain berupa event- event kultural seperti Sekaten, Malem Selikuran, Kirab Pusaka satu Sura dan yang termasuk metafak antara lain berupa apresiasi seni budaya seperti wayang orang, tarian-tarian sakral. Khususnya artefak, kota Solo memiliki 63 bangunan cagar budaya berupa : (1) kelompok bangunan kawasan tradisiomal, ada 12 buah,(2) kelompok bangunan umum kolonial, ada 19 buah, (3) kelompok bangunan peribadatan, ada tujuh buah, (4) kelompok bangunan monumen atau tugu, ada 21 buah, (5) kelompok bangunan taman atau ruang terbuka, ada lima buah. Untuk menjaga kelestarian ke-63 bangunan cagar budaya tersebut, telah dilakukan penyusunan Rencana Induk Pendayagunaan (RIP). Bangunan Cagar Alam Menjadi Obyek Wisata. Dengan RIP tersebut diharapkan banyak calon investor yang berminat menanamkan modalnya dalam pemanfaatan banyaknya aset budaya tersebut untuk

commit to user

konservasi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Surakarta, 2010).

c. Perekonomian Perekonomian Kota Solo amat kental diwarnai dua sektor, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kontribusi industri pengolahan pada PDRB sebesar 24,34%. Sedangkan kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran pada PDRB sebesar 22,02%. Pada sektor terakhir ini, kegiatan perdagangan paling berperan secara signifikan, yaitu lebih dari 80% dari keseluruhan kontribusi sektor ini.

Pada sektor industri, Kota Solo dikenal sebagai daerah penghasil batik. Pada sisi industri besar atau sedang, di Kota Solo terdapat 111 perusahaan dengan 12.233 tenaga kerja. Nilai produksi dari berbagai perusahaan tersebut sebesar Rp 575 miliar. Kelompok industri andalan untuk industri besar atau sedang ini antara lain tekstil, penerbitan dan percetakan dan reproduksi media rekaman, makanan dan minuman, karet dan barang dari karet, dan pengolahan tembakau.

Pada kegiatan perdagangan, dinamikanya terlihat dari penerbitan Tanda Daftar Perusahaan (TDP), realisasi ekspor non-migas, dan juga ketersediaan tempat berdagang bagi para pedagang tradisional. Jumlah TDP yang telah dikeluarkan pada tahun 2004 sebanyak 10.888 buah dengan perincian; pedagang perorangan 8.030 buah, CV 1423 buah, PT 1149 buah, Koperasi 223 buah, Firma dua buah dan badan usaha lain 61 buah. Sedangkan ketersediaan tempat berdagang antara lain jumlah kios sebesar 3.304 buah dan los 8.984 buah. Pasar Legi adalah pasar dengan jumlah los terbesar, yaitu, 1.545 buah, sementara pasar Klewer merupakan pasar dengan kios terbesar, yaitu, 2.069 buah.

Untuk realisasi ekspor non-migas, nilai ekspor non-migas Kota Solo lebih dari US $ 33 juta. Nilai ekspor tertinggi dicapai komoditi mebel. Komoditi lain yang memiliki nilai ekspor signifikan adalah tekstil dan produk dari tekstil, peralatan kantor, batik dan garment, kerajinan dari kulit,

commit to user

2010).

d. Infrastruktur

1) Transportasi Kondisi infrastuktur transportasi di Solo relatif karena didukung dengan perawatan yang baik, akan tetapi dengan meningkatnya volume penggunaan jalan khususnya jalan raya maka mengakibatkan timbulnya kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan.

2) Telekomunikasi Berkembangnya ilmu teknologi di bidang informasi dan komunikasi berpengaruh pada pergeseran pola komunikasi masyarakat dari surat menyurat melalui pos ke telekomunikasi selular. Produksi jasa pengiriman surat dari masyarakat melalui kantor pos Indoesia tahun 2003 menurun hingga 25% dibandingkan dengan tahun 2002. Sebaliknya pemakai pulsa oleh masyarakat yang tercatat di PT. Telkom semakin meningkat pada tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 22,47%.

3) Air Bersih Sumber air bersih di wilayah Kota Solo sebagian dilayani oleh PDAM melalui jaringan perpipaan dan oleh masyarakat dari sumur galian atau sumur dalam. Pelayanan PDAM belum menjangkau seluruh wilayah kota. Cakupan pelayanan air bersih PDAM di masing-masing kecamatan meliputi Laweyan 13,39%; Serengan 20,415%; Pasar Kliwon 42,251%; Jebres 49,506% dan Banjarsari 31,979%.

4) Sistem Drainase Kota Solo dengan luas wilayah 4.404,06 ha. Terletak di daerah yang rendah. Secara umum sistem drainase di Kota Solo dialirkan melalui sungai-sungai yang melintasi kota seperti Kali Pepe, Kali Jenes dan Kali Anyar yang kesemuanya bermuara ke Bengawan Solo. Terkait dengan drainase kota, di Solo terjadi dua jenis banjir yaitu banjir lokal dan banjir regular. Banjir lokal adalah banjir yang disebabkan oleh

commit to user

ke saluran pengumpul, sedangkan banjir regular adalah banjir yang disebabkan oleh naiknya permukaan air Bengawan Solo, sehingga terjadi aliran balik dari Bengawan Solo ke sungai-sungai yang melintasi kota. Sejarah banjir terbesar di Surakarta terjadi pada tahun 1966 dimana tercatat tinggi muka air Bengawan Solo mencapai ±90.165m. Setelah Waduk Gajah Mungkur Wonogiri dibangun, tinggi muka air (TMA) di Jurug (Bengawan Solo) ±88.98 m, Kali Pepe ±88.70 m, tinggi tanggul penangkis air di Demangan ±90.00 m. Memperhatikan kondisi di atas jadi secara teoritis kota Solo aman dari banjir (Rencana Strategis Dinas Tata Ruang Kota Surakarta tahun 2011).