Metode Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim Usia Pra Sekolah.
2. Metode Pendidikan Agama Islam pada Anak Keluarga Muslim Usia Pra Sekolah.
Menurut Syekh Khalid, metode pendidikan agama Islam bagi anak muslim usia pra sekolah sebaiknya menerapkan berbagai metode mendidik yang telah disebutkan dalam al-Qur’an yaitu: metode keteladanan, hukuman, motivasi dan intimidasi, nasihat, diskusi, ceramah (khutbah), kisah-kisah, pembiasaan, persuasi. Metode perintah dan larangan, metode pemberian suasana (situasional), metode mendidik secara kelompok (mutual education), metode instruksi, metode bimbingan dan konseling, metode perumpamaan, metode taubat dan ampunan, metode hadiah dan hukuman, metode penyajian dan sebagainya. Sekaligus mengkondisikan dengan tahap-tahap kesiapan anak
untuk diberikan materi pembelajaran. 97 Sedangkan, Muhaimin menyatakan bahwa pertama kali yang perlu
dipahami oleh para pendidik agama Islam pada anak di TKA/TPQ atau tempat-tempat pengajian lainnya ialah apa sebenarnya yang ingin dijangkau (target) dalam pendidikan anak. Untuk menjawab masalah ini, dapat ditelusuri dari pemahaman terhadap tujuan pendidikannya.
Di dalam buku Petunjuk Teknis dan Pedoman Pembinaan TKA/TPQ (Kanwil Depag Jatim) dinyatakan bahwa tujuan pendidikannya adalah menyiapkan anak didiknya agar menjadi generasi muslim Qur’ani, yaitu generasi yang mencintai al-Qur’an, menjadikan al-Qur’an menjadi bacaan dan
97 Syekh Khalid bin Abdurrahman Al-Akk, Op. Cit, hlm. 59-69.
sekaligus pandangan hidupnya sehari hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, target operasionalnya meliputi: 98
a. Target jangka pendek (1-2 tahun), yaitu: anak dapat membaca al-Qur’an dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, anak dapat melakukan shalat dengan baik dan anak anak hafal beberapa surat pendek, ayat-ayat pilihan dan doa sehari-hari.
b. Target jangka panjang (3-4 tahun), yaitu: anak dapat mengkhatamkan al- Qur’an 30 juz, anak mampu mempraktikkan lagu-lagi dasar Qiro’ati dan anak mampu menjadikan dirinya sebagai teladan bagi teman segenarsi.
Kalau ditelaah, ternyata tujuan pendidikan anak di TPQ lebih banyak berorientasi pada pembinaan dan pengembangan kognitif (hafalan surat-surat pendek, ayat-ayat pilihan dan doa sehari-hari) dan psikomotorik (cara keterampilan melaksanakan ajaran agama secara formal, keterampilan membaca al-Qur’an dan mempraktikkan lagu-lagu Islami). Sedangkan pembinaan dan pengembangan afektif atau sikap, jiwa dan rasa beragama belum banyak ditonjolkan. Memang dalam target jangka panjang disebutkan bahwa anak mampu menjadikan dirinya sebagai teladan teman segenerasi.
Bilamana target pendidikan anak muslim sudah dikonsepkan, maka sebenarnya tidak ada masalah (no problem) dalam metode pelaksanaan pendidikannya, karena metode-metode yang digunakan sudah begitu canggig tergantung memilih model yang mana, seperti metode Iqra’ atau Qiro’ati. Kedua metode ini sudah mampu membelajarkan anak dengan begitu cepat. Namun, apa artinya beragama bagi anak-anak kalau hanya menonjolkan aspek
98 Muhaimin, Op. Cit, hlm. 300.
formalitas keagamaan, sementara aspek sikap, jiwa dan rasa keberagamaan tidak dimiliki oleh anak-anak.
Karena itu, idealnya pembinaan keagamaan pada anak-anak di TKA/TPQ atau tempat-tempat pengajian dapat menonjolkan kedua-duanya secara terpadu, yaitu pembinaan aspek kognitif, psikomotorik dan afektifnya. Bagaimana metode atau strategi pembelajaran yang baik, agar dapat menggugah ketiga potensi tersebut dalam pendidikan agama Islam anak. Muhaimin, membaginya dalam lima macam metode atau strategi yang perlu diterapkan, yaitu:
a. Strategi atau metode indoktrinasi atau memberitahukan kepada anak nilai mana yang baik dan mana yang buruk;
b. Strategi atau metode bebas, yakni anak dibiarkan untuk memilih sendiri mana nilai yang akan dianut atau diyakini;
c. Strategi atau metode keteladanan, dimana pendidik atau tenaga kependidikan agama Islam mampu menampilkan perilaku sesuai dengan etik-relegius yang dianutnya;
d. Strategi atau metode klarifikasi, yakni pendidik membantu anak untuk memilih nilai etik-relegius yang diyakininya sebagai baik, bukan memberitahukan nilai mana yang baik; dan