juga dikatakan kalimat yang bertingkat atau disebut subordinatif kerena tidak memiliki kesetaraan yang menghubungkan kalimat majemuk dengan antarklausa.
4.3.2 Bentuk Kalimat Imperatif dalam Ungkapan Pantangan
Alwi dkk, 2003:353 menjelaskan kalimat imperatif merupakan kalimat perintah atau suruhan dan permintaan jika ditinjau dari isinya. Selanjutnya
Rahardi dalam I Gusti Putu Sutama, 2011:76 menyatakan bahwa kalimat imperatif mengadung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur
melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh si penutur. Untuk lebih jelasnya
dibawah ini akan disajikan bentuk ungkapan pantangan imperatif sebagai berikut: 65
sama matoy binatang ka yandu ketian, lala anak mu dino lahir jadi cacat “jangan membunuh binatang disaat istri hamil, nanti anakmu lahir cacat”
Data-15.
Ungkapan pantangan pada data 15 di atas terdiri dari tiga klausa, yaitu, 1. Sama matoy binatang
“jangan membunuh binatang”, 2. Ka yandu ketian “disaat istri lagi hamil”, 3. Lala anak mu dino lahir jadi cacat “nanti anakmu lahir cacat”.
Klausa 1 terdiri dari unsur Predikat dan Subjek; klausa 2 terdiri dari unsur Predikat dan Objek; klausa 3 terdiri dari unsur Predikat yang diikuti Ketetengan.
Kalimat pada pantangan tersebut merupakan kalimat perintah atau kalimat imperatif.
Bentuk ungkapan pantangan yang lain berupa kalimat imperatif dapat lihat pada data berikut.
66 sama ko bedindang sambil ngensubon de tengkuangan tandang, lala ko
kalap de laki tuo atau setanga umur. “jangan bernyanyi-nyanyi sambil memasak didepan alat masak, nanti
kamu mendapatkan lelaki lebih tua atau setengah umur” Data-4. 67
sama nyabit nasi kenuwai ka guang makou, lala ko sendapan”
“jangan menyebut nasi goreng pada saat meninggalkan rumah, nanti kena kepohonan
” Data-24 68
sama nyabit de kupi ka dudu guang makou, lala ko sendapan “jangan menyebutkan kopi jika mau bepergian, nanti kamu kepohonan”.
Data-25
4.4 Makna Ungkapan Pantangan dalam Masyarakat Tidung di
Salimbatu
Untuk mengungkapkan makna yang terkandung dalam ungkapan pantangan, perlu adanya teori yang dapat mendukung untuk menganalisis makna
yang tersirat dalam konteks bahasa, sehingga peneliti menggunakan teori semiotik sebagai pendekatan untuk menggali informasi yang terkandung dalam ungkapan
pantangan.
Halliday dan Riana 1978-2003 keduanya menjelaskan bahwa teori semiotik memandang semiotik sebagai kajian umum mengenai tanda dan bahasa
sebagai bagian dari semiotik. Sementara Chaer 2002:62 makna tersirat disebut dengan istilah makna kontekstual, yaitu makna yang sangat bergantung pada
konteks, baik konteks kalimat maupun konteks situasi. Sedangkan Riana 2003:10 makna tersurat adalah makna bahasa yang dapat dilihat dalam kamus,
sedangkan makna tersirat maksudnya adalah makna bahasa yang tidak terdapat dalam kamus, tetapi dapat ditelusuri dengan melihat konteksnya.