16 e. Cara Pemberian
Lethal dosis dipengaruhi pula oleh cara pemberian. Pemberian obat melalui suatu cara yang berbeda pada spesies yang sama akan memberikan hasil
yang berbeda. Pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh
setelah terjadi penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh.
f. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain
temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan.
g. Kesehatan hewan Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu
toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD
50
yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD
50
yang didapatkan dari hewan sehat. h. Diet
Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD
50
. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan.
Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai LD
50
.
2.4.2 Uji Toksisitas Subkronik
Uji toksisitas subkronik adalah uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga
bulan. Uji toksisitas subkronik sesuatu zat uji, utamanya ditujukan untuk
17 mengungkapkan efek toksik dan jenis organ yang terkena, maupun hubungan
antara dosis dan efek toksik. Selain itu, dengan uji toksisitas subkronik, memungkinkan terlihatnya wujud dan sifat efek toksik yang munculnya lambat
dan tidak dapat terdeteksi pada uji toksisitas akut Donatus, 1996.
Prinsip dari uji toksisitas subkronik oral adalah sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji dengan satu
dosis per kelompok selama 28 atau 90 hari. Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setap hari untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan yang
mati selama periode pemberian sediaan uji segera diotopsi dan organ serta jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir periode
pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi dan histopatologi pada setap organ
dan jaringan OECD, 2001. Tujuan uji toksisitas subkronik oral adalah untuk memperoleh informasi
adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, memperoleh informasi kemungkinan adanya efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara
berulang dalam jangka waktu tertentu, memperoleh informasi dosis yang tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif dan
reversibilitas atau irreversibiltas zat uji OECD, 2001. Uji toksisitas subkronik bertujuan untuk menentukan organ sasaran organ yang rentan Priyanto, 2009.
2.4.3 Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul setelah pemberian sediaan uji secara berulang sampai seluruh
umur hewan. Perlu dilakukan uji toksisitas kronik mengingat pemakaian obat
18 seringkali memerlukan waktu yang relatif panjang, bahkan mungkin sepanjang
masa hidup si pemakai. Uji toksisitas kronik pada prinsipnya sama dengan uji toksisitas subkronik, tetapi sediaan uji diberikan selama tidak kurang dari 12
bulan OECD, 2001. Tujuan dari uji toksisitas kronik oral adalah untuk mengetahui profil efek
toksik setelah pemberian sediaan uji secara berulang selama waktu yang panjang, memperoleh informasi efek toksik zat uji yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas
subkronik dan untuk menetapkan tingkat dosis yang tidak menimbulkan efek toksik OECD, 2001.
2.5 Hati