9 Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat
bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi pemaparan pada manusia sehingga dapat ditentukan dosis penggunaan dan keamanannya OECD, 2001.
Penelitian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis
untuk berbagai masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori Lu, 1994:
a. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang
diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. b.
Uji toksisitas jangka pendek dikenal dengan subkronik dilakukan dengan memberikan bahan kimia berulang-ulang, biasanya setiap hari, selama jangka
waktu kurang lebih tiga bulan untuk tikus dan satu atau dua tahun untuk anjing.
c. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia
berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan
untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.
2.4.1 Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah salah satu uji praklinik untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang akan terjadi pada waktu yang singkat setelah
pemberiannya dalam takaran tertentu Lu, 1994. Prinsip toksisitas akut yaitu pemberian secara oral suatu zat dalam beberapa tingkatan dosis kepada beberapa
kelompok hewan uji OECD, 2001.
10 Uji toksisitas akut dengan menggunakan hewan percobaan diperlukan
untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 24 jam; apabila pemberian dilakukan secara berulang, maka interval tidak kurang dari 3 jam. Penilaian toksisitas akut
ditentukan dari kematian hewan uji sebagai parameter akhir. Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk
dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ OECD, 2001.
Takaran dosis yang dianjurkan pada toksisitas akut paling tidak terdapat empat peringkat dosis. Dari dosis terendah yang tidak atau hampir tidak
mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji Donatus, 1996.
Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia yang toksik dan memperoleh informasi tentang bahaya terhadap manusia bila terpajan.
Uji toksisitas akut digunakan untuk menetapkan nilai LD
50
suatu zat OECD, 2001. Tujuan lain dilakukannya uji toksisitas akut yaitu untuk mengetahui
hubungan antara dosis dengan timbulnya efek seperti perubahan perilaku, koma, dan kematian serta mengetahui gejala-gejala toksisitas akut sehingga bermanfaat
untuk membantu diagnosis adanya kasus keracunan dan untuk memenuhi persyaratan regulasi jika zat uji akan dikembangkan menjadi obat Priyanto,
2009. Penelitian uji toksisitas akut sebagian besar dirancang untuk menentukan
dosis lethal LD
50
. LD
50
didefinisikan sebagai dosis dari bahan kimia yang dapat
11 menyebabkan kematian sampai 50 dari jumlah hewan yang diuji Retnomurti,
2008. LD
50
yaitu dosis tunggal suatu bahan yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50 hewan coba. Pengujian ini dapat menunjukkan organ sasaran
yang mungkin dirusak serta memberikan petunjuk tentang dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama Lu, 1994.
LD
50
adalah dosis perkiraan bahwa ketika racun itu diberikan langsung kepada hewan uji, menghasilkan kematian 50 dari populasi di bawah kondisi
yang ditentukan dari tes atau LC
50
merupakan konsentrasi perkiraan, dalam lingkungan hewan yang terpapar, yang akan membunuh 50 dari populasi di
bawah kondisi yang ditentukan dari tes Hodgson dan Levi, 2000. Pada umumnya, semakin kecil nilai LD
50
, semakin toksik senyawa tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin besar nilai LD
50
, semakin rendah toksisitasnya Sulastry, 2009. Nilai LD
50
sangat berguna untuk mengklasifikasikan zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya yang dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi zat kimia sesuai dengan toksisitas relatifnya.
Tingkat Toksisitas
LD
50
Klasifikasi 1
≤ 1 mgkg Sangat toksik
2 1-50 mgkg
Toksik 3
50- 500 mgkg Toksik sedang
4 500-5000 mgkg
Toksik ringan 5
5-15 gkg Praktis tidak toksik
6 ≥15 gkg
Relatif tidak membahayakan Hodge dan sterner, 1995
12
Metode Penentuan LD
50
Penentuan LD
50
merupakan tahap awal untuk mengetahui keamanan bahan yang akan digunakan manusia dengan menentukan besarnya dosis yang
menyebabkan kematian 50 pada hewan uji setelah pemberian dosis tunggal Lu, 1994.
a. Metode Aritmatik Reed dan Muench Metode ini menggunakan nilai-nilai kumulatif. Asumsi yang dipakai
adalah bahwa seekor hewan yang mati oleh dosis tertentu akan mati juga oleh dosis yang lebih besar, sedangkan hewan bertahan hidup pada dosis tertentu juga
akan tetap bertahan hidup pada dosis yang lebih rendah. Kematian kumulatif diperoleh dengan menambahkan secara suksesif kebawah dan hidup kumulatif
diperoleh dengan menambahkan secara suksesif keatas persen hidup dari dosis- dosis yang berdekatan dengan
LD
50
dihitung Rasyid, 2012. Penentuan LD
50
didapatkan berdasarkan persamaan berikut: �. � =
�� − ����� ������� LD50 ����� ������ LD50 − ����� ������� LD50
, � =
dosis diatas LD50 dosis dibawah LD50
Adapun: P.D ProportionalDistance = jarak proporsional P = proporsionasi peningkatan dosis.
Perhitungan LD
50
yang dianalisis dengan metode Reed dan Muench ini dilakukan dengan cara menghitung jarak proporsi kemudian ditentukan logaritma
perbandingan dosis. LD
50
ditentukan dengan menambah logaritma dosis yang rendah dan hasil kali jarak proporsi dengan perbandingan dosis yang tinggi
dengan dosis yang tinggi dengan dosis yang rendah Rasyid, 2012.
13 b. Perhitungan Nilai LD
50
Berdasarkan Cara Thomson dan Weil Dalam mencari harga LD
50
diperlukan ketepatan atau jika dilihat dari taraf kepercayaan tertentu, harga tersebut hanya sedikit sekali bergeser dari harga
sebenarnya, atau berada pada rentang atau interval yang sempit. Untuk mencapai tujuan, digunakan tabel yang dibuat oleh Thompson dan Weil. Pada penggunaan
tabel, percobaan harus memenuhi beberapa syarat berikut Priyanto, 2009: i.
jumlah hewan uji tiap kelompok peringkat dosis sama ii.
interval merupakan kelipatan d tetap. iii.
jumlah kelompok paling tidak 4 peringkat dosis. Rumus :
Log m = log D + d f + 1 Dimana :
m = nilai LD
50
D = Dosis terkecil yang digunakan d = log dari kelipatan dosis
f = suatu nilai dalam tabel Weil, karena angka kematian tertentu r c. Cara Farmakope Indonesia III FI III
Untuk menghitung LD
50
berdasarkan FI III, uji harus memenuhi syarat-
syarat seperti Priyanto, 2009:
i. Menggunakan seri dosis atau konsentrasi yang berkelipatan tetap
ii. Jumlah hewan percobaan tiap kelompok harus sama
iii. Dosis harus diatur sedemikian rupa supaya memberikan respon dari 0-
100 dan hitungan dibatasi direntang tersebut.
14 Rumus perhitungan LD
50
adalah :
m = a – b ∑ pi – 0,5
m = log LD
50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100 tiap kelompok
b = beda log dosis yang berurutan pi = jumlah hewan yang mati
d. Metode Perhitungan Cara Grafik Graphical Calculation Miller dan Tainter Metode ini merupakan metoda yang paling umum dipakai dalam
penghitungan efektif dosis. Namun dibutuhkan kertas khusus berkoordinat yaitu kertas probit logaritma, dengan absis dalam skala logaritma dan ordinat sebelah
kiri dalam skala probit atau ordinat sebelah kanan dibuat dalam skala persen yang setara dengan skala probit skala ini nonlinier atau nilai persen dapat dilihat
didalam table probit. Kurva sigmoid dapat ditransformasi menjadi garis lurus dengan memplotkan respon kuantal terhadap logaritma dosis. Dalam cara
perhitungan ini diperlukan tabel Probit. Menurut Retnomurti 2008, faktor-faktor yang berpengaruh pada LD
50
sangat bervariasi antara jenis yang satu dengan jenis yang lain dan antara individu satu dengan individu yang lain dalam satu jenis. Beberapa faktor tersebut antara
lain: a. Spesies, Strain dan Keragaman Individu
Setiap spesies dan strain yang berbeda memiliki sistem metabolisme dan detoksikasi yang berbeda. Setiap spesies mempunyai perbedaan kemampuan
15 bioaktivasi dan toksikasi suatu zat. Semakin tinggi tingkat keragaman suatu
spesies dapat menyebabkan perbedaan nilai LD
50
. Variasi strain hewan percobaan menunjukkan perbedaan yang nyata dalam pengujian LD
50
. b. Perbedaan Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi toksisitas akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin. Hewan betina mempunyai sistem
hormonal yang berbeda dengan hewan jantan sehingga menyebabkan perbedaan kepekaan terhadap suatu toksikan. Hewan jantan dan betina yang sama dari strain
dan spesies yang sama biasanya bereaksi terhadap toksikan dengan cara yang sama, tetapi ada perbedaan kuantitatif yang menonjol dalam kerentanan terutama
pada tikus. c. Umur
Hewan-hewan yang lebih muda memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap obat karena enzim untuk biotransformasi masih kurang dan fungsi ginjal
belum sempurna. Perbedaan aktivitas biotransformasi akibat suatu zat menyebabkan perbedaan reaksi dalam metabolisme. Sedangkan pada hewan tua
kepekaan individu meningkat karena fungsi biotransformasi dan ekskresi sudah menurun.
d. Berat Badan Penentuan dosis dalam pengujian toksisitas akut dapat didasarkan pada
berat badan. Pada spesies yang sama, berat badan yang berbeda dapat memberikan nilai LD
50
yang berbeda pula. Semakin besar berat badan maka jumlah dosis yang diberikan semakin besar.
16 e. Cara Pemberian
Lethal dosis dipengaruhi pula oleh cara pemberian. Pemberian obat melalui suatu cara yang berbeda pada spesies yang sama akan memberikan hasil
yang berbeda. Pemberian obat peroral tidak langsung didistribusikan ke seluruh tubuh. Pemberian obat atau toksikan peroral didistribusikan ke seluruh tubuh
setelah terjadi penyerapan di saluran cerna sehingga mempengaruhi kecepatan metabolisme suatu zat di dalam tubuh.
f. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi toksisitas akut antara lain
temperatur, kelembaban, iklim, perbedaan siang dan malam. Perbedaan temperatur suatu tempat akan mempengaruhi keadaan fisiologis suatu hewan.
g. Kesehatan hewan Status hewan dapat memberikan respon yang berbeda terhadap suatu
toksikan. Kesehatan hewan sangat dipengaruhi oleh kondisi hewan dan lingkungan. Hewan yang tidak sehat dapat memberikan nilai LD
50
yang berbeda dibandingkan dengan nilai LD
50
yang didapatkan dari hewan sehat. h. Diet
Komposisi makanan hewan percobaan dapat mempengaruhi nilai LD
50
. Komposisi makanan akan mempengaruhi status kesehatan hewan percobaan.
Defisiensi zat makanan tertentu dapat mempengaruhi nilai LD
50
.
2.4.2 Uji Toksisitas Subkronik